"Nggak ada yang aneh, kok. Giga malah main ke kelas gue tadi pas istirahat pertama. Makanya gue nggak ngajak lo ke kantin," terang Maya saat Ariel menanyakan tentang Giga. Ini adalah hari ketiga dimana cowok itu selalu menghindar darinya.
Ariel termenung sambil menyandarkan punggung di badan rak. Saat ini ia tengah berada di perpustakaan, sengaja menyusul Maya yang tak ada di kelasnya.
"Ehm, tapi Giga emang nggak pernah bahas soal pengagum rahasia itu, sih. Katanya dia udah nggak penasaran dan nggak mau cari tahu lagi," Maya lalu menambahkan.
"Kenapa?" Ariel memandangnya.
"Kirain lo malah lebih tahu. Giga juga nggak ngomong apa-apa sama gue, sih." Maya mengangkat bahu.
Aneh, pikir Ariel. Kini ia semakin yakin jika memang ada hal yang disembunyikan Giga mengenai sang pelaku.
"Ga, gue cuma mau ngomong sebentar!" Ariel berteriak karena lagi-lagi Giga tak mau berhadapan dengannya. Padahal dari perpustakaan Ariel sudah langsung pergi ke pinggir lapangan dimana Giga sedang berkumpul dengan gengnya. Ia ingin mengajak bicara, tapi cowok itu malah buru-buru pergi dengan dalih dipanggil wali kelasnya.
"Ada apa, Riel?" Yovie yang tak sengaja lewat dari arah kantin menyapa. Ia datang bersama Sam.
"Nggak tahu kenapa Giga kayak ngindarin saya belakangan ini," Ariel berterus terang saja.
Sejenak Yovie tercenung, "Lo nggak ingat ada kejadian apa sampai dia jadi berubah gitu? Terakhir kali lo ketemu dia mungkin."
Ariel mengangkat pundak dengan ragu. "Beberapa hari yang lalu Giga bilang mau nyari tahu soal penggemar rahasia saya. Ehm, ada seorang misterius yang suka nulis-nulis gombalan terus dikasih ke saya diam-diam."
"Uhuk, uhukk!" Mendadak Sam terbatuk-batuk hingga Yovie dan Ariel kompak menatapnya. Rupanya ia tersedak susu kotak yang sudah ia sedot sejak sebelum berpapasan.
"Lo nggak apa-apa, Sam?" Yovie pun menanyainya.
"Nggak apa-apa, kok." Sam menjawab sambil mengusap mulutnya yang basah. Ia lantas melototi Ariel, "Apa lihat-lihat? Belum pernah lihat cowok ganteng keselek? Baru sadar gue cakep banget, ya? Emang!"
"Menurut saya Kak Yovie lebih cakep tuh," sahut Ariel cuek saja. Karuan Sam langsung memasang muka nyinyir sementara Yovie garuk-garuk kepala. Tampaknya ia bingung kenapa Ariel dan sahabatnya tak pernah bisa santai dalam berbicara.
"Jadi sejak pencarian itu dia jadi berubah?" tanya Yovie, mengembalikan mereka ke dalam percakapan semula. Ariel mengangguk.
"Dia udah tahu siapa pelakunya kali," Sam berceletuk tanpa diminta.
"Maya bilang juga gitu," Ariel melirik sekilas, tanpa memprotes jika ternyata Sam menyimak pembicaraannya dengan Yovie. "Yang jadi masalah dia bukannya ngasih tahu malah menghindar. Kan aneh."
Sam terkekeh, "Orang normal aja bisa berubah aneh kalau kelamaan dekat sama lo. Oleh sebab itu gue nggak suka lo sok akrab sama Yovie. Kalau dia juga ketularan kan berabe."
"Mungkin dia cuma cemburu," kata Yovie tanpa mempedulikan ocehan Sam.
"Cemburu?" Ariel menatap heran cowok itu. "Kenapa Giga harus cemburu?"
Tiada jawaban. Yovie hanya tersenyum sedangkan Sam tertawa meledek saat Ariel menunjukkan wajah benar-benar tidak tahu. Jadi sepanjang sisa hari itu, pikiran Ariel terus tertuju pada Giga. Daripada sang pelaku, ia justru lebih penasaran dengan alasan menjauhnya cowok itu.
Maka begitu bel pulang berdentang, Ariel bergegas mengemasi buku dan peralatan tulisnya. Ia memakai ransel sambil berjalan keluar kelas terburu-buru. Ia harus mencegat Giga sebelum ia dibawa teman-temannya. Lagipula hari ini Maya ada tugas kelompok yang membuatnya tak bisa pulang bersama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Setengah Normal
Fiksi Remaja(SELESAI) Karena selalu memusuhi cowok-cowok yang menyukainya dan mencatat nama mereka dalam buku daftar hitam, Ashariel Josephine sering dianggap kurang normal oleh teman-teman sekolahnya. Orangnya pelit, cueknya kelewatan, mukanya hampir selalu da...