Sampai dia membalikkan badan ke dalam apartemen Daniel, sampai dia duduk di sofa ruang tamu kemudian membuka outer kimononya, sampai dia mengusapkan kedua tangan dari seluruh rambut bagian belakang ke depan; Jennie masih berusaha untuk menahan supaya nggak ada sebulir pun air matanya yang jatuh.
Sampai akhirnya cewek itu membuka mata dan menemukan Daniel yang tanpa dia sadari udah duduk di samping dan menatapnya dengan lurus. Rahang lancipnya terkesan tajam, yang mana bikin ekspresinya terlihat agak kaku, tapi siapa pun akan tau bahwa ada kekhawatiran di sorot matanya.
Mungkin kedengarannya konyol, but that exact moment makes Jennie remember that there are people who still care about her, dan dia sama sekali nggak bisa meredam emosinya so she started crying; just like that.
"Sssssh......." Daniel kemudian membawa kepala yang menunduk itu ke dalam dadanya, karena dia tau persis kalau Jennie nggak suka kalau ada yang ngeliat dia nangis, siapa pun orangnya.
Cewek itu lalu langsung membenamkan wajahnya sebagai balasan, membiarkan suara tangisan, yang menurutnya merupakan suara paling jelek, menjadi satu-satunya suara yang ada di apartemen Daniel seiring cowok itu memeluk tubuhnya dengan lebih dan lebih erat.
"I FUCKING hate him, Dan." Urat-urat di leher Jennie semuanya menegang, tapi nada suaranya cenderung stabil meski bergetar. "He's the least person in this world who's supposed to be hurting me, and yet dia tadi hampir manggil gue—" omongan cewek memutus omongannya sendiri ketika tenggorokannya langsung tercekat mengingat memori yang masih sangat jelas tercetak di otaknya tersebut.
"I know," balas Daniel singkat, mengusap rambut Jennie perlahan. Dia masih ingat dengan jelas siapa aja yang pernah manggil Jennie dengan sebutan tersebut di SMA—mainly because she's close to the most popular guys in their school—tanpa bahkan tau seperti apa karakter cewek itu sebenarnya.
Heck, seperti apa pun karakter ceweknya, menurut Daniel nggak ada perempuan yang berhak untuk dicap dengan kata tersebut kecuali dia dengan sengaja menggoda laki-laki yang dia tau officially taken. Itu juga nggak bisa disalahin ke satu pihak aja 'cause you know, in order to clap you're going to need both hands.
Napas Jennie kemudian mulai nggak beraturan. Demi apa pun, Jennie sama sekali nggak habis pikir gimana Mark berani-beraninya hampir manggil dia dengan sebutan yang sangat degrading women when he was the one who spends all of his time with a girl whom he knows like him. Ketika dia sama sekali nggak berusaha nolak perasaan yang tumbuh ketika tau udah punya pacar. Ketika dia yang basically selingkuh, and yet Jennie yang dapat panggilan tersebut?
You know what, fuck him. Kalau Mark aja udah menganggap dia slut when she has done absolutely nothing, apa perbedaan yang bakal ada ketika Jennie melakukan apa yang ada di asumsi cowok itu secara real?
Jennie kemudian menghapus air matanya, because she's never one to believe that anyone can look pretty when they cry, kemudian mendongak ke arah Daniel dan mendorong tengkuk cowok itu ke arahnya; membuat bibir—no, even their tongues met.
.......yang mana Daniel balas dengan menciumnya balik kemudian mengangkat tubuh ramping Jennie dengan gampangnya ke atas pangkuan, karena dia tau kalau ada sebagian dirinya yang merindukan hal ini, ketika nggak ada 1 cm pun di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[5] It's Inevitable, Really | Astro × BlackPink × NCT × Seventeen × Wanna One
Fanfic"If you wanna be my lover, you gotta get with my friends." - Spice Girls' Wannabe. Book 5 of BlackPink × The Brondong(s) series. They are related, but can be read as stand-alone if you want. If you can't comprehend the pairing, the style of writing...