39~Throwback: 1~

1.4K 117 5
                                    

Lucu ya, kalau mengingat masa lalu di mana kita terlihat tidak suka dengan orang itu. Nyatanya, dia orang yang membuat kehidupan mu berubah.

.

.

.

"DIA ITU TUNANGAN LO JULIAN!"

Detakan jantung berpacu sangat kuat dengan mata berkaca-kaca. Memori lama kembali terngiang dalam pikiran Julian. Ia tidak pernah menyebut memori itu sebagai kenangan yang buruk. Namun, ia juga tidak berpikir itu adalah memori yang baik.

Karena semua berawal dari ketidaksengajaan yang berujung rasa iba.

Lalu rasa yang tidak biasa mencuat ke permukaan seiring berjalannya waktu.

Anak kecil berparas tampan dengan wajah blasteran Jerman itu terus meronta. Ia menarik tubuhnya dalam dekapan Ibu nya.

"Lian gak mau Ma tunangan sama dia!"

Kedua kaki anak kecil itu ia keraskan menahan agar dirinya tidak ikut masuk ke dalam rumah sederhana dengan pekarangan halaman yang lumayan luas.

"Siapa tau dengan pertunangan ini bisa mengubah pola pikir kamu lebih dewasa, sayang."

Wanita berhijab pastel dengan kemeja senada dan rok berwarna putih itu terus meyakinkan anak nya. Nyatanya, suara lembut wanita itu tidak dapat meluluhkan hati anak nya itu.

"Kalo Lian bilang gak mau, ya enggak Ma! Lian masih kecil untuk berhadapan sama hal yang serius seperti ini."Kekeuhnya mulai ketakutan melihat Ibunya mendorong tubuhnya memasuki ambang pintu di depan mereka.

Dari dalam telah terdengar percakapan ringan yang semakin membuatnya bergidik ngeri. Ia tidak pernah membayangkan bahwa kedatangannya ke Indonesia justru membawa kesialan dalam hidupnya.

"Jadi, kalo kamu udah cukup dewasa mau?"

**

Ninja hitam itu memasuki pekarangan rumah mewah dengan kecepatan lumayan kencang. Pria itu lalu memarkirkan tepat di depan pelataran rumah bergaya eropa modern dan langsung melepas helm nya.

Julian masuk ke dalam rumah sambil membuka jaketnya dengan tergesa. Seketika tubuhnya mematung melihat Riana berbicara di ruang tamu bersama, Diana?

Riana menoleh ketika Diana menyadari terlebih dahulu kedatangan Julian. Keduanya berdiri menyadari perubahan sikap Julian yang menatap mereka lurus.

"Sini sayang, ada yang mau Mama dan Tante Diana bicarain." Ucapnya memanggil Julian untuk menghampirinya.

Pria itu berjalan mendekat lalu berkata dengan wajah datarnya. "Tentang dia lagi, Ma? Tan?" Tebaknya mulai putus asa.

"Kamu gak sendiri Julian, kita pun terluka lihat keadaan Olyn."

Julian menatap Diana yang tertunduk sedih dan menghapus air matanya yang mulai menetes. Ia tidak sanggup melanjutkan kalimat yang hanya membuat hatinya sesak.

"Mungkin pengalaman kalian lebih banyak dari Lian, tapi bisakah bantu Lian untuk melupakan kenyataan pahit ini untuk beberapa waktu?" Bibirnya bergetar mengatakan hal tersebut.

Ia tersenyum getir. "Apa Tante ke sini karena Joshua menceritakan semuanya?" Tebak Julian dan anggukan kepala Diana membenarkan semuanya.

Julian tertawa sumbang. "Sudah bisa ditebak." Lalu pandangannya terfokus pada Riana yang menatap iba anak nya. "Lian permisi istirahat dulu, Ma."

"Tunggu Julian!"

Baru ingin melangkah, Diana mencegah pria itu dan menghapus kasar air matanya yang kembali lolos.

"Bukannya kamu mencintai anak Tante, Julian? Lalu kenapa kamu tidak memperjuangkan semuanya dan justru membiarkan Mauza mendekati Olyn?"

"Tante tau salah karena ikut andil dalam membohongi kamu tentang hubungan mereka yang sebenarnya. Tapi, bukankah kamu yang secara tidak langsung membiarkan mereka kembali dekat, setelah hampir dua tahun terpisah?"

"Julian gak bisa bersikap egois Tante." Putusnya menggeleng lemah menatap Diana.

Wanita itu berjalan mendekati Julian dan menangkup wajah tampan nya. "Tante gak pernah salah untuk menyetujui perjodohan ini. Karena Tante tau, kamu adalah orang yang tepat bagi Olyn."

"Maaf Tante," Ia melepas pelan tangkupannya. "Mungkin Tante setuju kalo Julian pantas di mata Tante. Tapi itu gak berlaku di mata dia, Tan." Balasnya dengan tatapan kecewa.

"Dari awal dia yang paling tidak setuju dengan pertunangan ini, apalagi rasa suka? Gak pernah Julian berpikir rasa yang paling diharapkan itu muncul dalam hatinya."

Julian meraih kedua pergelangan tangan Diana dan tersenyum sekuat yang ia bisa. "Tante cukup percaya sama pilihan anak Tante. Mauza, dia adalah orang yang telah dipilih anak semata wayang Tante, bukan Julian." Ucapnya memberi pengertian pada Diana, terlebih juga pada dirinya sendiri.

Riana tidak sanggup melihat kesedihan yang Julian tutupi semampunya. Pertemuan putranya dan Olyn memang ketidaksengajaan. Namun, ternyata hal itu membuat hidup anaknya jauh lebih berbeda.

**

Julian berjalan mendekati jejeran buku di beberapa rak dalam ruang perpustakaan kecil milik keluarga Schmidt. Ia menyusuri berbagai kover buku mencari satu benda yang dicarinya. Pandangannya berhenti di susunan paling ujung dan membuka dua buku yang menghimpit sebuah bingkai berukuran sedang.

Tangannya terulur mengelus bingkai sederhana itu. "Gue sengaja taruh bingkai ini di antara deretan buku-buku koleksi Papa, biar gue lupa di mana taruh satu foto yang buat gue keinget masa lalu."

"See?" Ucapnya tertawa kecil sambi menatap foto yang menampilkan kedua pasangan anak kecil yang bertukar cincin. "Gue bahkan sangat hafal letak rak dan kover buku yang menghimpit kenangan kita." Lanjutnya.

Disana terlihat dirinya yang masih anak-anak memasukkan cincin ke jari manis Olyn. Ekspresi keduanya tidak ada yang bagus. Olyn membuang wajahnya dengan mencebikkan bibir, sedangkan Julian terlihat emosi ketika memasangkan cincin tersebut.

Julian tertawa kecil di keheningan ruangan. "Kali kedua gue lihat foto ini kembali, setelah kita sama-sama lulus SMP." Ucapnya. "Terkadang gue pengen ketawa lihat ekpresi lo dan gue yang aneh ini. Sedetik kemudian, gue bisa langsung sedih saat tau akhir dari hubungan pertunangan kita yang dulunya saling menolak."

"Iya, gue tau, kata munafik memang cocok buat gue. Kenapa? Ternyata pada akhirnya gue mulai jatuh cinta sama lo."

Pria itu terus berbicara sambil menatap bingkai yang mulai berdebu. Sudah beberapa tahun ia menyimpannya di sana. Tidak pernah terjamah oleh siapa pu, hanya dirinya saja yang boleh menyentuh bingkai sederhana itu.

Julian menautkan kedua alisnya seolah berpikir. "Kadang gue berpikir, sejak kapan gue bisa suka sama gadis kecil dan cengeng kayak lo, Oli motor?" Terdengar kekehan kecil saat menyebut julukan andalan Julian.

"Yang pasti, gue udah mulai respect sama lo ketika hal yang gak pernah gue duga datang tanpa bisa satu manusia pun menebaknya."

**

Follow IG: jasmineeal
Follback? Kuy DM

SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang