53~Kabar~

1.4K 122 18
                                    

Mauza berjalan santai menuju parkiran motor. Tiba-tiba, ia merasa dering ponselnya bergetar. "Assalamu'alaikum Bu?" ia sambil mencari kunci motor dalam tasnya. "Iya, sabar Bu, besok Olyn pasti dateng."

Pria itu menghela napas pelan saat mendengar keinginan Melisa untuk bertemu Olyn. "Ibu percaya aja, Mauza yakin dia datang."

Keningnya mengkerut ketika tidak menemukan barang yang dicari. "Bu, Mauza tutup dulu teleponnya, sebentar lagi mau pulang." setelah itu, ia mengucapkan salam dan mendekati motor matic miliknya.

"Duh, di mana?"

Ia merasa saku baju, celana, tapi tetap tidak menemukannya. "Kamu cari kunci motor, ya?"

Mauza tersentak suara Olyn berada di belakangnya. Ia berbalik, melihat gadis itu berdiri sambil mengacungkan kunci motornya. "Ya Allah, aku kira hilang." ia mengambil kunci tersebut merasa lega. "Makasih, ya, Lyn." balasnya tersenyum senang.

Gadis itu tersenyum simpul. "Iya, sama-sama. Tadi aku enggak sengaja lihat kunci itu jatuh di koridor dan untungnya kamu kasih nama di pinggirnya," sahut Olyn melirik gantungan lain yang diberi nama sang pemilik.

"Aku udah khawatir banget kalau gak ketemu," cengirnya. "Bisa tambah malem aku pulang ke rumah karena nyari kunci hilang."

Olyn tertawa renyah. "Akhirnya, aku yang bikin kamu gak khawatir lagi."

"... dan kamu yang bikin aku terus menyesali keputusan ku beberapa hari lalu."

Mauza menatap Julian yang datang dari arah belakang Olyn. Gadis itu mengikuti arah pandang Mauza.

Sesampainya Julian di dekat Olyn, ia mencebikkan bibirnya. "Lo ngapain tinggalin gue sendirian di depan toilet?" kesalnya. "Kalau gue dicekik hantu toilet, gimana? Mana rumornya, dulunya itu toilet pernah jadi kamar jenazah."

Julian bergidik ngeri. Membayangkan suara-suara samar, pintu yang terbuka sedikit, apalagi hanya dirinya di toilet sendiri justru membuat bulu kuduknya merinding.

"Yaelah, badan lo doang yang gede bule, tapi nyalinya ciut."

"Makanya gue minta lo tungguin di depan pintu."

"Lo kira gue babu lo? Seenaknya lo suruh gue nungguin bayi monster." balasnya tidak suka.

Julian tertawa kecil, lalu mengacak rambut Olyn gemas. "Maaf. Gue gak bermaksud kayak gitu. Kenapa gak masuk aja?" ia tersenyum tengil.

"Sinting!"

Diam-diam Mauza memperhatikan keduanya yang terlihat mulai akrab. Akrab dalam artian mulai mendekat satu sama lain, walaupun sikap keras mereka masih ada.

Permusuhan antara Julian dan Olyn benar-benar bisa mendatangkan cinta. Julian lah yang merasakannya lebih dulu. Entahlah, apa Olyn pun sudah merasakannya.

"Selamat ya, Za. Lo berada di peringkat pertama paralel." Mauza menatap uluran tangan Julian. Pria itu tersenyum hangat, begitu tulus. "Gue bangga udah kenal lo dari SMP, masih sama pinternya."

Tumben banget si bule kayak gini, biasanya cuek bebek. Ada angin apa nih?

"Gue juga bangga karena tau lo udah jadi saingan gue di sekola ini. Saingan baru dan cukup berat." ia menerima dengan senang hati uluran tersebut.

Mungkin inilah awal yang baik untuk hubungan Julian dan Mauza agar tidak semakin buruk. Lebih baik ia menurunkan ego yang hanya merusak pikirannya dan dipenuhi berbagai hal negatif terhadap pria itu.

Sebelah alis Olyn terangkat ketika dilihatnya, senyum tulus masih terpatri di wajah tampan Julian. Ia mendekatkan tubuhnya ke Julian, "Lo punya rencana apa sampai memulai pembicaraan lebih bersahabat bersama Mauza?"

SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang