65~Memoar Rindu~

1.4K 111 2
                                    

"Perasaan kagum, suka, cinta, bisa saja hilang sekejap. Tetapi tidak dengan kenangannya."

**

"Sana, duduknya jangan dekat-dekat!"

Gadis kecil itu mengibas tangannya, menyuruh anak lelaki itu untuk berpindah duduk ke sofa lain.

"Siapa juga yang mau duduk dekat sama kamu, ge-er banget." desisnya menilik penampilan gadis manis yang masih mengenakan pakaian tidur dan memeluk erat boneka kelinci kesayangannya.

Gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya, "Yaudah, biar aku aja yang pindah!"

"Lyn, mau ngapain?"

Baru setengah langkah menuju sofa seberang, ia mendengar suara Ibunya dari meja makan—bersama tamunya; keluarga Schmidt.

"Duduk kembali, di samping Julian."

Ia berbalik dengan berat hati, sebelumnya manik hitamnya bertemu dengan pemilik manik cokelat karamel yang tersenyum miring.

"Apa lihat-lihat?!" sentaknya membuat lelaki kecil itu mengernyit.

Sedangkan dua keluarga yang duduk di seberang sana hanya menggeleng lemah, karena sejak awal mereka masih belum bisa mendamaikan keduanya.

"Jadi, setelah makan malam ini kalian mau berangkat?" Ayah sang gadis membuka pembicaraan terlebih dahulu.

"Ibu kondisinya lemah," jawab pria berdarah Jerman dengan manik cokelat karamel. "Terlebih, Lian tidak bisa jauh dari Neneknya, dia merindukan orang yang telah mengasuhnya sejak kecil." tambahnya memperjelas keadaan.

Bibir yang semula mengerucut, tiba-tiba saja memudar. Sedikit menurun, ada kehampaan di rongga dadanya. Ia menoleh pelan, "Kamu mau pergi?"

"Itu benar." sahutnya santai tanpa menoleh, tetapi merendahkan tubuhnya ke samping. "Lagipula, aku senang jika tidak bertemu denganmu lagi. Semoga saja untuk selamanya aku akan menetap di sana—negara asalku." bisiknya tanpa terdengar dua keluarga yang berbicara serius menuju taman belakang; tanpa ingin diketahui apa yang tengah dibicarakan.

Keberangkatan ia dan keluarga masih tiga jam lagi, tapi baginya seperti harus melewati belasan jam lagi untuk keluar dari sini.

Menangkap sudut matanya yang berbeda, ia menoleh dengan ragu. Di sampingnya, gadis kecil itu tertunduk.

"Kamu lagi berdoa?" tanya polos anak lelaki itu.

"Aku lagi sedih!"

Anak lelaki itu sedikit menjauh; kaget. Ia mengusap telinga kanannya, "Bisa gak sih, sehari aja gak usah teriak kalau ketemu aku?" balasnya tidak suka.

Gadis kecil itu berdiri cepat, membuat anak lelaki itu mengerjapkan matanya karena melihat gadis itu ... menangis?

"Bagaimana aku tidak teriak setiap hari, kalau kamu selalu jahilin aku! Baru pertama kali bertemu, kamu lempar boneka kelinci aku ke kolam buaya, sering sembunyiin sandal tidur aku kalau aku tidur, dan dengan sengaja tiba-tiba mematikan lampu kamar dan mendesis menakuti aku seperti hantu!"

Ia berucap menggebu-gebu tanpa mau membiarkan anak lelaki itu menyelanya yang sekarang melongo melihatnya.

"Sekarang, kamu mau pergi tanpa pamit lagi!"

"Hei, jangan menangis."

Anak lelaki itu bingung untuk memenangkan isakan gadis itu. Ia takut, tangisnya terdengar hingga ke taman belakang. Gadis kecil itu menepis tangan di atas bahunya. Ia menangis di antara kedua telapak tangan.

SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang