"Rasa ini benar hadir dan terjadi berulang-ulang."
Terkadang apa yang dirasakan seseorang bisa terlihat jelas dari wajahnya. Entah ia senang, sedih, ataupun kecewa. Jika sikap yang ditunjukkannya—seperti ceria setiap saat—pasti ada yang mengganggu ... hatinya.
Kania melongo saat membuka pintu kamar dan semuanya sudah tertata rapi. Kasur yang sepuluh menit lalu ia tinggalkan bersama Milly—sangat berantakan. Apalagi beberapa helai kaus Milly di lempar ke sembarang arah karena keduanya pagi-pagi telah kedatangan Pak Mulyo, sekadar menanyai kabar mereka.
"Oh My God! Kasur, meja rias, sama pakaian gue udah dirapiin?!" Milly muncul dari balik tubuh mungil Kania. "Lo yang beresin Ka?" gadis itu menoleh ke samping.
Kania menatapnya datar. "Daritadi gue sama lo terus. Mana mungkin tiba-tiba gue bisa membelah diri dan melakukan semua itu dalam waktu bersamaan."
Milly mengangguk kepalanya. "Iya juga ya. Setau gue kita bangun kesiangan, terus Pak Kades dateng ke sini."
"Apa mungkin pembantu Joshua udah datang?"
"Dia pulang kampung, anaknya sakit."
"Jadi siapa dong yang bersihin kamar ini sampe kinclong banget?"
Suara dari arah kamar mandi mengusik mereka. Kania berjalan lebih dulu karena suara tersebut sangat jelas dan terkesan ribut.
Tidak ada yang membingungkan selain melihat Olyn sibuk merendam lap pel. "Olyn?"
Gadis itu mendongak sebelum mengelap peluh di kening. "Ada apa Ka?" ia tersenyum sekilas dan masih sibuk memeras pel.
Milly menganga ketika Olyn berjalan keluar pintu, memaksa Kania untuk memberi jalan pada gadis yang sedaritadi tersenyum.
"Lo kesambet setan villa, Lyn?" gadis sipit itu penasaran melihat sahabatnya yang hari ini sangat berbeda—dari biasanya.
Olyn mendengus geli sambil mengepel lantai dekat almari. "Mending kalian berdua mandi gih, biar segeran tuh otak gak ngelantur ke mana-mana."
Milly menilik penampilan Olyn hingga matanya menyipit melihat rambut tergerai Olyn. "Lo udah mandi?"
Tanpa menoleh Olyn mengangguk. "Dari sebelum subuh," ucapnya. "Kalian masih tidur sampai gue yang bangunin kalian." sambungnya masih membentuk senyum manis di wajahnya yang hari ini terlihat bersinar.
Kedua gadis itu sukses menganga. Jelas-jelas, Olyn pernah bicara jika ia menggigil mandi pagi di desa ini. Mereka akui jika hal tersebut benar karena hingga jarum pendek menunjukkan pukul delapan—mereka belum mandi. Sebab air dan udara di desa winangun sangat dingin di pagi hari.
"Jujur, apa yang terjadi sama otak lo?"
Milly menarik kedua bahu Olyn untuk menatapnya. Gadis itu benar-benar penasaran mengenai sikap aneh Olyn.
Kania ikut melipat kedua tangannya di dada. Tatapan kedua sahabatnya membuat pipi Olyn langsung merona, ia menunduk malu.
Gagang pel pun telah ia lepas, beralih meremas ujung kaus santai.
Milly menaikkan sebelah alisnya ketika Olyn menatap ia dan Kania bergantian.
Jantung Olyn berdebar kencang. Senyum malu menghiasi wajahnya dan semuanya membuat Milly juga Kania penasaran. "Gue ..."
Bibir Kania ingin terbuka, tapi kalimat Olyn membuatnya kaget. "... gue suka sama Julian."
"APA?!"
Refleks, Olyn menutup kedua telinganya. Teriakan dekat itu sangat memekakkan telinganya.
"Lo gak sedang bercanda kan, Lyn?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)
Teen FictionAda rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Tetapi kadang kala atmosfer yang kita rasakan berbeda. Memiliki kesan tersendiri, tak akan terlupakan."-Jasmine Alice Cover by Fians Minor