"Ini beneran surat salinan perkebunan teh milik keluarga kamu."
"Sialan!"
"Gue gak nyangka kalau mereka begitu jahat. Dana yang seharusnya untuk operasional pembangunan desa, justru disalahgunakan demi peningkatan taraf hidup mereka."
Julian menghela napas. Mengangguk mendengar penuturan Kania dan menepuk pelan bahu Joshua.
Ia langsung menyerahkan berkas siang tadi setelah melakukan aksi mereka. Mata Joshua memancarkan kilatan amarah dan terus mengepalkan tangan.
Julian menyenderkan tubuhnya di sofa ruang keluarga. Mereka memilih untuk mendiskusikan semuanya. "Dari awal gue udah benci dengan si Buronan, tapi gue juga gak nyangka Bapaknya ikut andil di dalamnya." ucap Julian menatap Kania. "Sebenarnya gue memang pernah nemuin kejanggalan dengan Pak Mulyo."
"Apa itu?" tanya Kania.
"Seperti beberapa waktu lalu ketika Joshua ditilang Polisi. Pak Mulyo datang di saat yang tepat. Seolah dia memberi citra yang baik di mata Joshua untuk menutupi semua rencana mereka."
"Lo benar Julian." sahut Kania dengan wajah datarnya. "Gue mencoba memperhatikan ekspresi mereka sekadar mencari tau apakah ada sifat lain yang tercermin di diri mereka. Bahasa tubuh mereka buat gue selalu memiliki pandangan negatif setiap kali percakapan yang keluar untuk memberi kesan baik ke kita semua."
Joshua mendengus sebal. "Jadi, kepercayaan orangtua gue ke mereka disia-siakan begitu aja?" pandangannya lurus menatap kaca meja.
Kania yang duduk berseberangan memilih mendekati Joshua dan mengelus lengan pria itu. "Kita masih bisa memperbaiki semuanya, sebelum hak perkebunan diambil alih."
"Bukan seperti itu Ka. Aku gak mempermasalahkan semua itu, tapi aku kecewa untuk segala yang dilakukan orangtua ku pada mereka. Menganggap mereka sebagai keluarga kami sendiri dan justru dikhianati." rahangnya mengeras seiring kalimat lain keluar. "Jika mereka mau menjaga dan membuat sebuah pabrik teh dengan kebun itu, silakan, karena orangtua aku pasti setuju, apalagi untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat."
Kania tahu bahwa Joshua termasuk ke dalam golongan anak yang hidup berkecukupan, sama halnya Julian. Mereka berdua suka menghamburkan uang, tapi dengan maksud tertentu, tidak untuk hal yang jauh dari kata tidak penting.
"Tapi cara mereka yang tidak baik, buat aku sadar kalau yang dijelaskan Lian memang benar. Setiap aku kesulitan atau membutuhkan sesuatu, Pak Mulyo akan membantu."
"Makanya dia mudah keluar masuk villa lo."
Kania tersenyum puas tanpa sepengetahuan keduanya. Ia memandang Julian dalam diamnya. Dari awal ia selalu yakin bahwa pria itu mampu menjaga Olyn, ia selalu mengamati setiap orang yang ada didekat gadis itu. Begitu pun sahabatnya, Joshua.
Julian akan selalu melindungi sahabatnya dengan caranya sendiri meskipun keduanya sering bertengkar untuk hal sepele.
Julian memang pintar, tapi pria itu tidak sepintar Joshua yang berambisi dalam cinta dan hal itu membuat Kania selalu membatalkan ucapan di mana Julian tidak—bahkan tidak mampu menyatakan perasaannya dengan benar.
Gadis itu mengkerutkan keningnya. "Apa lo bisa menebak siapa orang yang ngambil celana dalam Joshua?"
Ini bukan hal yang memalukan untuk gadis itu katakan. Namun melihat kedua pipi Joshua yang memerah dan Julian yang mengatupkan bibirnya rapat membuat ia jadi salah tingkah.
Julian memalingkan wajahnya sebentar sebelum berdeham. Ia kemudian menduduki sofa Kania sebelumnya agar bisa memandang keduanya lebih jelas.
"Menurut gue dengan tersimpannya berkas dalam tumpukan baju Joshua yang memang dia taruh begitu, ketika Buronan ingin mengembalikan berkas asli, dia gak sengaja membawa sempak Spiderman Joshua."
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)
Teen FictionAda rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Tetapi kadang kala atmosfer yang kita rasakan berbeda. Memiliki kesan tersendiri, tak akan terlupakan."-Jasmine Alice Cover by Fians Minor