54~Di balik Senyum Manis~

1.3K 116 6
                                    

Dalam dekap setiap napas yang berembus, ada nama mu untuk aku bertahan menjalani hidup, Ibu.

-Athafariz Mauza Abrisam-
.
.
.

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Sama halnya manusia baik dari suku yang berbeda, agama, atau pun ras, semua akan kembali pulang. Tidak ada yang tahu siapa kah ia, baik tua, muda, atau pun anak-anak.

Jika sudah waktunya, semua hanya bisa pasrah menghadapi takdir yang telah digariskan-Nya.

Kehilangan seseorang yang sangat dekat adalah perkara sulit untuk dilepas. Melupakan setiap detik tercipta bersamanya membuat sisi lain dirinya terpuruk.

Ibu...

Ibu...

Ibu...

Seluruh pikiran ini terpusat padanya.

Tidak ada yang menjaganya lagi dalam kesunyian malam. Tidak ada lagi yang memberi nasehat. Tidak ada lagi sapuan lembut pada kepala, penuh sayang.

Tidak ada lagi.

"Ibu ..."

Mauza terisak di samping Melisa yang terbujur kaku dalam kain yang menutupi seluruh tubuh hingga kepala. Wajah pucat itu begitu menyiksanya. Tidak ada sahutan lembut seperti biasa.

"Sudah Nak," Bibi Mauza menenangkannya. "Ibu mu sudah tenang di sana. Jangan buat dia sedih melihat mu seperti ini." ia mengusap pilu bahu lemah itu.

Pria itu menunduk, menangis pilu di bahu Melisa. "Ibu ..."

Seluruh orang di sekitarnya menatap Mauza prihatin. Sedari tadi hanya kata Ibu yang berulangkali terucap dari bibirnya.

Mereka turut simpati dengan keadaan anak salah satu tetangga mereka. Mauza yang dikenal santun dan rendah hati, kali ini terlihat terpuruk kehilangan satu-satunya orang yang tinggal bersamanya.

**

"Gue gak bisa, Ka ..."

Olyn membekap mulutnya tidak kuat melihat Mauza begitu terpuruk. Rasanya terlalu sulit untuk melangkah masuk ke dalam saat ia melihat semuanya dari ambang pintu.

Kania menyenderkan kepala Olyn di bahunya ketika tetesan airmata membasahi pipinya. "Gue merasa berdosa Ka ... semua ini salah gue saat tau, ada keinginan Tante Melisa yang belum gue penuhi."

Milly membantu menaikkan kembali kerudung hitam Olyn yang merosot. Ia ikut sedih melihat sahabatnya selalu menyalahkan diri sendiri dari semalam.

"Di sini gak ada yang salah, Lyn." Kania mempertegas ucapannya. "Lo udah berusaha untuk tepatin janji lo walaupun pada akhirnya takdir berkata lain."

Olyn terisak dalam dekapan Kania. "Gue bener-bener menyesal,"

"Lyn,"

Milly menarik tangan sahabatnya dengan lembut. Gadis itu tersenyum tipis namun tidak dapat menutupi wajah penuh penyesalan pada diri Olyn.

"Yang Kania omongin itu bener, lo gak salah. Seharusnya, hari ini adalah janji yang harus lo tepatin ke Tante Melisa." Olyn tetap menunduk tidak ingin menatap Milly. "Tuhan tau Tante Melisa adalah orang yang baik, makanya dia cepat berpulang."

"Tapi gue sangat menyesal Mil," isak Olyn frustrasi. "Dada gue terasa sakit banget." ia menepuk dada kikirnya berulangkali, merasakan sesak di sana.

Dengan cepat Kania menghentikan aksi Olyn. "Diam Lyn!"

Olyn tersentak dan menatap Kania dengan wajah sendu berlinang airmata. "Gak ada gunanya lo menangisi seseorang yang telah tiada. Lo hanya akan bikin hati lo semakin terpuruk dan ngebuat Tante Melisa sedih di sana." ucapnya menatap tajam Olyn, lalu menunjuk Mauza dengan bahunya yang masih bergetar. "Lihat, dia anak Almarhumah. Dia adalah orang yang seharusnya lo semangatin. Beri dia kepercayaan kembali, kita ada di sini untuk membuatnya bahagia. Dia masih punya orang yang sangat menyayanginya, termasuk lo."

SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang