Suara ketukan pintu yang disusul seruan membuatku terkesiap. Aku yang saat itu masih berbaring di atas ranjang seketika bangkit. Melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul setengah delapan. Segera aku bersiap.
Kali ini rasanya akan ada yang berbeda, entah. Seperti yang telah kutahu dari kakak tingkat dulu, dosen semester ini lebih sulit dengan segala tugas yang siap menyambut. Aku sedikit resah, meski hanya tersisa dua mata kuliah. Tapi sudahlah, yang terpenting bisa kembali ke kampus. Karena jujur, aku lebih nyaman berada di sana ketimbang di rumah yang bagai sangkar emas itu.
Aku tidak akan mudah keluar, bukan karena dilarang tapi aku harus mengajar santri. Terkadang bosan, tapi memang itu tugasku.
Kalian pasti bisa menebak bahwa aku adalah anak dari pemilik pesantren. Abiku bernama Abdullah Ar-Rasyid dan Umiku bernama Habibah Furqan. Namaku Luthfia Nur Habibah Ar-Rasyid, aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara.Aku memiliki seorang kakak laki-laki dan adik laki-laki. Kakakku bernama Muhammad Fahmi Ar-Rasyid. Masku ini baik, tampan dan mapan. Siapapun mungkin tak dapat menyangkal pesonanya. Ditambah lagi dia seorang hafiz qur'an dan paham kitab-kitab ulama klasik yang menjadi nilai plus baginya. Statusnya bukan lagi lajang, tapi sudah sold out.
Kuperkenalkan juga dengan adik semata wayangku. Dia bernama Khairul Azam Ar-Rasyid. Dia juga tampan, tapi kadarnya tak akan sebanding dengan masku. Baik? Mungkin. Dia adalah satu-satunya orang yang membuatku betah berlama-lama menjahilinya saat di rumah. Memang jika aku bertemu dengannya pasti ada adegan ruang tamu porak poranda. Walaupun menjengkelkan, tapi aku akan selalu merindukan adikku itu. Bocah lanangku.
Seperti biasa, usai libur akhir semester dan kembali ke kampus, aku pasti akan kembali disibukkan dengan segala kesibukanku sebagai mahasiswa.
Memang seperti itulah nasib mahasiswa semester akhir. Apalagi aku bukan lagi mahasiswa semester muda yang bisa berleha-leha dengan santainya, karena skripsi sudah ada di depan mata. Dinikmati saja, karena suatu saat pasti aku akan merindukan semua itu.
"Assalamualaikum semua," sapaku pada dua orang yang ada di depanku. Tanganku bergerak meraih kunci motor yang tergeletak di meja ruang tamu kos.
"Waalaikumussalam, sudah siap?" balas dua orang itu lalu beranjak dari duduknya berjalan keluar kos.
Aku mengangguk lantas segera menyusul keluar.
"Bismillahi tawakkaltu 'alaallah laa haula wa laa kuwwata illa billah." Ku lafalkan doa itu, berharap semoga Allah berkahi dan ridhoi setiap langkahku dalam tholabul ilmi.
Tak berselang lama, kuhidupkan mesin motorku kemudian meluncur menyusuri jalanan yang kali ini tampak lenggang.
****
Setelah dua puluh menit melajukan motor, kami tiba di kampus tepat sepuluh menit sebelum masuk. Kuparkirkan motorku dan bergegas dengan sedikit berlari mengejar langkah kedua sahabatku yang mulai menghilang dari pandangan.
Semoga tidak terlambat, pekikku dalam hati.
Tak menunggu lama, aku langsung saja masuk memposisikan diri duduk di antara Fany dan Nadya.
"Main tinggal aja. Kalo aku diculik gimana?" ucapku kesal, sedang dua sahabatku itu malah tersenyum melihatku terengah-engah.
"Ya maaf, habis kamu kelamaan. Ndak mungkin ada yang nyulik kamu. Kalaupun ada yang nyulik, mungkin salah nyulik orang dia," jawab Fany dengan wajah tanpa dosa ditambah seringainya.
"Isshh. Ngawur banget sih omongannya," sahutku pada Fany yang di ikuti tawa kecil darinya.
Aku mendengus. Menggeleng pelan melihat tingkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Future Gus (Revisi)
SpiritualProses revisi. Mohon maaf agak lama karena bakal aku rombak cukup banyak. Berawal dari pertemuan tak sengaja, ternyata Allah takdirkan hati ini berlabuh pada seorang pria dengan segala pesonanya. Semuanya terjadi tak terkira, dia ternyata telah me...