بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN AL-QURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA****
Flashback on
Tatapan heran banyak pasang mata menyaksikan seorang pria berkemeja biru berlari menuju klinik kampus.
Tepat saat sampai di depan klinik, pria itu langsung masuk ke dalam. Menembus jajaran orang yang mengelilingi satu objek, yaitu Fia yang terbaring di atas brangkar.
"Dek, bangun." Tangannya menepuk pelan kedua pipi Fia bergantian. Meski tindakannya itu mengundang tanya setiap orang yang ada di sana, tapi dia abaikan begitu saja. Tidak peduli dengan tanggapan meraka.
"Pak, tadi dokter bilang Fia harus segera dibawa ke rumah sakit. Alhamdulillah bapak datang kesini tepat waktu. Ayo sekarang kita bawa Fia." Nada khawatir begitu kentara dari ucapan Fany. Sama halnya dengan Nadya yang mondar-mandir menunggu di luar klinik dengan pikiran kalut.
Tanpa banyak berpikir lagi, dengan sigap pria itu membopong tubuh Fia yang tergulai lemas tak berdaya. Sesekali dia meniup wajah pucat itu, berharap terpaan angin yang ditiupkan bisa membuatnya membuka mata.
"Pak, tadi Pak Anam sudah menunggu di depan dengan mobilnya." Nadya menunjuk sebuah mobil hitam yang sudah terparkir di sana diikuti pria itu yang melenggang masuk ke dalam mobil.
Semoga tidak terjadi apa-apa pada Fia. Hanya itu doa dua sahabat Fia. Menatap kepergian mobil dengan penuh harap bahwa sabahatnya akan baik-baik saja.
Ketika sampai rumah sakit, Gus Amir langsung berteriak pada petugas untuk segera menolong istrinya sebelum dibawa ke UGD.
Pintu UGD terbuka, tampak pria bersnelli menghampiri dua pria dengan wajah cemas.
"Allah mengambil titipan yang ada diperut istri Mas." Dokter itu menepuk pelan bahu pria berkemeja biru itu.
Setitik bulir bening jatuh dari kelopak matanya. Ini kabar bahagia sekaligus duka. Dia bahagia karena tahu istrinya mengandung benih cintanya. Namun, disisi lain dia berduka karena sebelum mengetahui kehadiran malaikat kecil yang hidup di rahim istrinya, Allah telah mengambilnya terlebih dahulu.
"Innalilahi wa Inna ilaihi rajiun. Semua milik-Mu ya Allah, dan pasti akan kembali kepada-Mu. La Haula wa laa kuwwata illa billah."
Isakan terdengar bersahutan dari kedua sahabat Fia yang baru saja datang. Sama sekali tidak menyangka dengan apa yang telah terjadi. Mereka terlihat rapuh seperti halnya hati Gus Amir saat ini.
Tapi dia sadar, harus tegar dan ridho atas ketetapan Allah. Walau tak bisa menampik bahwa sesungguhnya begitu bersedih. Kehilangan buah cinta bukan suatu perkara mudah. Dia tak bisa berbohong jika begitu mendamba kehadiran bayi mungil dalam keluarga kecilnya. Mendengar tangis bayi yang menggema, baginya adalah melodi indah yang memberi warna baru dalam kehidupannya. Empat bulan dia dan sang istri sama-sama tidak mengetahui kehadiran malaikat kecil mereka. Ternyata Allah punya rencana tersendiri mengabarkan kehadiran benih cintanya yang telah bersemi, yaitu dengan salam perpisahan dari buah cintanya yang tak bisa terlahir ke dunia. Ternyata mimpi aneh beberapa waktu lalu nyata, sosok malaikat kecil yang tampan datang padanya memperkenalkan diri dengan nama Ja'far.
Langit muram, tetesan air yang jatuh dari langit mengawal prosesi pemakamannya. Ja'far, nama yang dia sematkan pada putra kecilnya sesuai mimpi itu telah menantinya di surga.
Ya Allah, Ya Rahman Ya Rahim. Hanya ke ridhoan atas takdir yang bisa hamba lakukan. Semua rahasia takdir adalah mutlak milik-Mu. Engkau Tuhan pemilik jagat raya yang luas ini, segala yang terjadi sesuai ketetapan Engkau semata. Hanya satu keyakinan yang terhujam kuat didalam lubuk hati, Engkau pasti memilihkan yang terbaik bagi kami, hamba-Mu.
Flashback off
Sudah dua hari ini Gus Amir berulang kali menatap jendela kaca transparan yang menyekat ruang bercat putih itu. Berharap sang istri segera bangun dari tidur panjangnya.
"Mir, sudah makan?" Suara yang begitu dia hafal menyusup ke telinganya.
"Dereng, buk. Amir masih kenyang." Setelah menjawab pertanyaan ibunya, kembali sosok itu menatap dari kaca wanita yang terbaring di dalam ruangan itu.
"Makan dulu, biar Ibu yang jaga Fia. Kamu ndak usah khawatir, disini juga ada Umi Habibah."
Meski enggan dia akhirnya mengangguk. Berjalan menuju kantin rumah sakit. Berat rasanya meninggalkan Fia dalam keadaan seperti itu. Ditambah lagi, sempat beredar rumor miring tentang Fia di kampus, rasanya dia tak tahan berlama-lama di sana.
Satu cangkir kopi telah tandas bersama dengan sebungkus roti. Hanya mengisi tenaga, itulah yang dilakukan. Dia tahu, kesedihan berlarut bukan hal yang baik. Dia harus kuat, sekarang semangat darinya yang Fia butuhkan.
Gus Amir berjalan menuju ruang ICU dimana Fia berada. Setelah operasi pengangkatan janin yang ada di rahimnya, Fia mengalami koma hingga saat hamil setelah kehilangan banyak darah. Doa selalu dipanjatkan untuk kesembuhan sang istri. Karena hanya itu yang Fia butuhkan.
Di dalam ruangan bercat putih saat ini dia berada. Duduk di sebelah brankar sang istri sambil membaca Alquran yang dia lakukan. Dia yakin, Alquran bisa menjadi sifa atau obat perantara kesembuhan Fia yang Allah turunkan.
Dan benar saja, Allah benar-benar mengijabah doanya. Perlahan tangan Fia bergerak diiringi gumaman samar dari bibir pucatnya. Dia menghentikan bacaan Alqurannya. Bibirnya tersenyum, penantiannya akan segera berakhir. Memanggil-manggil nama Fia, berharap keajaiban ini nyata dengan terbukanya mata yang cukup lama tertutup itu.
Lambat laun guamaman itu terdengar begitu jelas. Ja'far nama yang disebut Fia berulang kali. Apakah putranya menemui Ibunya?
"Dek, bangun. Ini Mas," ucapnya cukup keras.
Tak berselang lama terbukalah mata indah itu, dengan napas tersengal dia terbangun dari tidur panjangnya. "Mas ..."
Suara lirih itu yang begitu dia rindukan. Mata indah yang setiap saat menatapnya dengan pancaran kasih sayang. Bibir pucatnya yang biasa melantukan ayat Alqur'an itu kembali bersuara. Semua yang dia rindukan dari Fia telah kembali.
"Ya Allah, terima kasih Engkau bangunkan istri hamba dari tidur panjangnya."
****
Semarang, 11 Juni 2019
Revisi 4 Januari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
My Future Gus (Revisi)
SpiritualProses revisi. Mohon maaf agak lama karena bakal aku rombak cukup banyak. Berawal dari pertemuan tak sengaja, ternyata Allah takdirkan hati ini berlabuh pada seorang pria dengan segala pesonanya. Semuanya terjadi tak terkira, dia ternyata telah me...