Ekstra Part-3

6.9K 317 17
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mataku membulat sempurna tatkala Zaki dengan santainya bermain air laut dengan posisi lebih jauh, malah cenderung ke tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mataku membulat sempurna tatkala Zaki dengan santainya bermain air laut dengan posisi lebih jauh, malah cenderung ke tengah. Berteriak memanggilnya kala sebuah ombak siap menerjang anak laki-laki ku itu. Bukannya meminta maaf, Zaki malah cekikikan mendekatiku yang berkacak pinggang dengan satu tangan telah berhasil  menjewer telinga kanannya.

"Dadi bocah kok ya sembrono. Nyuwun di jewer telinga satunya?" Masih menjewer nya, aku berjalan membawa putraku ini menuju Paduka Raja yang tengah asik nyemil kripik sambil selonjor santai dengan Zakia. Malah tertawa ketika melihatku mendekat dengan putra kesayangannya.

"Umi, telinga kanan Mas Zaki sampun merah. Kurang yang kiri, biar Ndak meri dimerahin juga, umi." Dengan kikikan pelan  Zakia mendekatiku, menunjuk telinga kiri kakaknya yang mulai kujewer namun belum separah telinga kanannya.

Zaki mulai mengaduh saat jari jempolku semakin menekan kuat telinganya. Akibat tidak mendengarkan ucapan Uminya, rasakan saja. Untuk pelajaran kedepannya, biar tidak membuat Uminya dejadjedug Ndak karuan karena kelakuan sembrononya.

"Mas, larene njenengan sembrono. Main air ke tengah laut, ndak kasihan Uminya yang hamil besar ini khawatir." Mas Amir tergelak, bangkit dari posisinya, memintaku menyudahi aksi jewer telinga sang putra mahkota lantas menggiringku duduk di hamparan tikar.

Mas Amir mengusap punggungku pelan, menyerahkan segelas air minum. "Mas Zaki pandai berenang, dek. Bisa berenang pakai gaya lumba-lumba, malah lumba-lumba bisa kalah dari Mas Zaki," balasnya. Tambah membuatku yakin kalau Zaki ini anak Abinya, terlihat dari ucapan Abinya yang tidak kalah santai luar biasa. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, sifat anak tidak jauh berbeda dengan orang tuanya alias sifat turunan.

"Kalah karena dikasih maem lumba-lumbanya, Zakinya habis itu renang duluan," ujarku. Menarik toples berisi kripik ke dalam pangkuanku, menepis cepat kala tangan milik Mas Amir hendak mengambil kripik dalam toples yang ada di pangkuanku.

Mas Amir menggeleng pelan sembari terkekeh, mengacak puncak kepalaku yang terhalang hijab tanpa dosa, membuatku mengerucutkan bibir. Zaki dan Zakia yang melihat aksi kami ikut terkekeh pelan, tahu sikapku seakan seperti anak-anak karena hormon kehamilan. Kehamilanku sudah menginjak bulan kesembilan, menunggu beberapa hari lagi menuju persalinan. Satu minggu, prediksi dokter kandunganku.

My Future Gus (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang