27. Luka yang tak terlihat

8.8K 571 95
                                    

Marhaban ya Ramadhan

Alhamdulillah bisa curi waktu update. Maaf tdi malam wp sempat eror, jdi baru bisa up pagi.

Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga pada bulan Ramadhan ini ibadah kita semakin meningkat kualitasnya.. Aamiin 😇

________

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد

JADIKAN AL-QURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

****
T

epat empat puluh menit soal ulangan dari Mas Amir selesai kukerjakan. Hanya dua soal tapi dengan jawaban dua halaman. Seperti itulah Bapak dosenku itu, irit jika memberi soal tapi dengan jawaban yang mampu membuat jari tangan keram.

Sebenarnya aku tak masalah karena memang dalam hal tulis menulis aku tergolong penulis dengan kecepatan menulis di atas rata-rata. Walau terkesan menyusahkan, sebenarnya Mas Amir bukan tipe Dosen yang pelit nilai, ditambah lagi tidak ada uas atau uts dalam mata kuliahnya. Kami hanya diminta merangkum setiap bab yang diterangkan dan mengerjakan ulangan. Dari dua tugas itulah kami mendapatkan nilai.

"Bagi yang telah selesai, silahkan dikumpulkan pada Fia. Saya akhiri pertemuan kali ini, assalamualaikum." Sambil menenteng tas laptop, Mas Amir melenggang keluar kelas.

Tak berselang lama, Cintya berjalan mendekati mejaku melemparkan tugas miliknya hingga berhambur tepat di depan wajahku. "Ini tugasku! Jangan modus kamu kalo ketemu Pak Rahman."

Aku mengelus dada, apakah dia kurang paham arti dari sikap menghargai sesama. Dengan melempar tugasnya padaku seperti itu, sama saja dia tidak menghargai orang lain.

Melihat hal itu, Nadya bangkit dari kursinya berjalan menghampiri kami. "Hei! Yang sopan sedikitlah sama orang lain. Jangan-jangan kamu ndak pernah belajar sopan santun?" Nadya menggelengkan kepala sambil berdecak.

"Jangan asal ngomong! Siapa kamu? Berani ikut campur," balas Cintya kesal.

"Aku?" Nadya menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk.

Nadya tersenyum miring, mengambil botol kosong yang ada di hadapanku. "Aku hanya manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah, namun dihatiku hanya satu cinta untuknya luar biasa." Nadya menyanyikan itu dengan nada yang tak jelas, membuatku tersenyum geli.

Mendengar jawaban konyol Nadya, Cintya memutar bola matanya malas. Pergi dari hadapan kami tanpa kata.

Tangan Nadya mengusap pundakku kemudian membantuku memungut kertas tugas yang berserakan di lantai.

"Udah, ndak usah diurusin orang kayak Cintya. Kayaknya dia kurang binaan yang lebih mendalam mengenai materi saling menghargai sesama. Harus diberi les privat dia, Fi." Aku kembali tersenyum mendengar balasan Nadya. Selalu saja ada jawaban yang bisa membuatku tersenyum.

Setelah kejadian barusan, aku merasa semakin takut Mas Amir berpaling. Ada rasa marah tersendiri yang hinggap manakala ada orang lain yang menunjukkan ketertarikannya pada Mas Amir.

****

Di tempat lain ada seorang santri putri memakai kaos warna abu-abu duduk bersandar pada tiang masjid sambil membolak-balik mushaf miliknya. Mengulang hafalannya dengan membacanya lirih.

"Mbak Fatma, sudah selesai masaknya?" tanya salah seorang santri yang menghampirinya.

Ditutup mushaf yang ada di genggaman, menciumnya kemudian menyimpan pada rak yang berisi jajaran Alquran yang ada di masjid.

My Future Gus (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang