7. Ternyata

18.5K 835 66
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

-------------

Dugaanku benar, Pak Rahman melewatkan sedikit kisahnya. Ibu tadi memang memanggil Pak Rahman. Karena setelah mendengar panggilan Ibu itu, Pak Rahman langsung menjawabnya dan membawaku mendekatinya.

"Bude, ini Bejo bawa orang yang udah Bejo janjiin. Ini pacar dunia akhiratnya Bejo bude, namanya Fia," ucapnya memperkenalkanku pada wanita yang dipanggil Bude. Semburat merah mewarnai pipiku kala mendengar ucapannya tadi.

Aneh bukan, sejak kapan nama Amir Faqih Rahman. Nama panjang Pak Rahman ada Bejo nya? Kalo disisipkan ke dalam nama panjang Pak Rahman juga aneh. Apakah nama Pak Rahman itu Bejo Amir Faqih Rahman atau Amir Bejo Faqih Rahman atau mungkin Amir Faqih Rahman Bejo? Lah jadi ngawur kan pikiranku. Tapi kok mau ya pak Rahman dipanggil begitu?

"Dek, ini bude Sari yang Mas certain sama kamu tadi," ucapnya padaku.

Tanpa aba-aba kuraih tangan wanita yang kutaksir umurnya lebih tua dari Abiku, kemudian kucium punggung tangannya.

"Bude kula Fia, istrinya mas Am-- Bejo." Hampir saja aku salah menyebut nama Pak Rahman

"Nanti Mas jelaskan," bisiknya.

"Pinter kamu le pilih istri. Wes ayu, sopan meneh," sahut Bude Sari pada Pak Rahman yang dibalas dengan senyuman sedangkan aku menunduk malu. Karena merasa tak pantas mendapat pujian berlebihan seperti itu.

"Oh ya, sampe lupa. Bude belum kenalan langsung sama nduk Fia. Nama saya Sari, cah bagus iki biasa panggilnya Bude Sari." sambunya sambil menepuk punggung Pak Rahman pelan.

"Kang Bejo udah lama banget ndak kesini, kesini lagi wes gowo gandengan. Muantep tenan ki," ucap seorang pria berperawakan besar berwajah sangar setelah menyeruput secangkir kopi.

"Hahaha. Lha pripun tho kang Fuad? katanya dulu aku disuruh cari istri biar ada yang nemenin kalo pergi kemana-mana kayak sampean. Lha ini sudah tak bawa," balas Pak Rahman dibarengi kekehan. Menarikku duduk di sampingnya berseberangan dengan dua pria dengan ukuran tubuh bertolak belakang.

"Iya benar omonganya kang Bejo. Dulu Kang Fuad yang nyuruh Kang Bejo buat nikah, sekarang udah nikah malah sampean seng kaget," timpal pria berbadan kurus yang duduk di depanku.

"Wah kamu dari dulu memang sohibku, Pardi," balas Pak Rahman pada pria kurus yang dia panggil Pardi.

Melihat suasana seperti ini, aku seperti bukan melihat Pak Rahman yang dingin dan datar. Melainkan sisi hangat Pak Rahman yang selama ini tidak pernah diperlihatkan pada siapapun kecuali padaku dan pak Anam ketika di kampus. Saat denganku saja pak Rahman masih terkesan kaku. Mungkin karena saat itu status pengantin baru masih terlabel pada kami sehingga masih ada rasa canggung. Namun, lain halnya saat bersama Pak Anam. Saat itu tanpa sengaja aku melihat Pak Rahman bergurau dengan Pak Anam dengan bahasa jawa Pak Anam yang terkesan ngapak.

Melihat gelak tawa pak Rahman saat itu membuat hatiku menghangat.

"Dek, kok nggak dihabiskan sotonya?" Tergurnya padaku, melihat soto dimangkokku masih banyak tapi tak kunjung kusentuh lagi.

"Ini mau dihabiskan, Mas. Tadi aku jeda dulu buat ngunyah. Mau nikmatin soto buatan Bude Sari yang enak," jawabku pada Pak Rahman yang dibalas dengan usapan di puncak kepalaku yang tertutup hijab.

"Makasih, Nduk. Tapi berlebihan pujiannya," ucap bude Sari yang mendengar pujian dariku.

"Tidak kok, Bude. Soto buatan Bude memang enak."

My Future Gus (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang