32. Yang Kurindukan

9.6K 601 50
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صلي على سيدنا محمد

JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

****

Roda kehidupan selalu berputar, saat ini Allah sedang membawaku pada titik terendah yaitu kesedihan. Aku percaya ketentuan Allah itu berlaku bagi seluruh hambaNya. Hanya saja ketentuan itu bukanlah sama, berbeda sesuai kemampuan kita.

Aku mulai menenangkan hati, menanamkan keridhoan atas apa yang telah Allah berikan. Yakin jika semua yang terjadi akan  membawaku berpikir jauh. Berfikir dimana semua kejadian, baik kini maupun yang akan datang pasti memiliki hikmah yang berarti.

Kutanamkan pada diri kesabaran tiada berbatas, semua yang Allah ujikan adalah bentuk kasih sayang kepadaku. Mencoba menghapus ketakutan akan akhir buruk dari kisahku ini. Dalam Alqur'an surah Al-Baqarah ayat 155 menjelaskan bahwa Allah akan menguji hambaNya dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan Allah juga menyampaikan kabar gembira bagi orang yang sabar.


Dengan kedudukan sebagai hamba, kita hanya bisa berusaha dan tawakal dengan semua yang Allah berikan. Tidak mungkin menghindar maupun menolak ketentuan itu.

Menerima dengan lapang dada setiap yang Allah ujikan pada kita. Insyaallah, Allah akan memberikan ganjaran yang indah dan luar biasa tak terpikir dalam benak jika kita menerimanya tanpa mengeluh dan meronta.

Aku telah terbangun sejak tadi, memposisikan tubuh bersandar pada sandaran ukiran kayu ranjang. Mengambil mushafku, mengalunkan Kalam ilahi. Menghibur hati yang tersakiti.

Semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini tak serta-merta membuatku lupa pada kalam mulia itu. Meluangkan waktu untuk muroja'ah.

Di tengah muroja'ahku, terdengar pintu kamar diketuk kemudian tak berselang lama terbuka. Menampakkan pria yang sempat membuat hatiku meradang karena sikapnya.

Sudahlah, lebih baik aku berbaik sangka saja. Mungkin dia memiliki alasan tersendiri mengenai masalah itu. Semoga kali ini aku diberi angin segar dengan kedatangannya.

"Dek, Mas mau bicara." Dia berjalan menuju arahku. Duduk di tepi ranjang dengan posisi menghadapku.

Meletakkan mushaf yang ada dalam genggaman. Beralih memandang wajahnya, menatap dua manik matanya. Seketika pandangan kami terkunci, seolah berbicara dengan sorot mata.

"Bapak mau bicara apa?" Panggilan Mas untuknya terasa berat keluar dari mulutku.

"Mas minta maaf. Semua yang kamu pikirkan selama ini tidak benar, prasangka Adek selama ini salah." Tangannya menarik tanganku, meletakkan tepat di atas pangkuannya. Memberi usapan lembut.

"Fatma baru saja sembuh dari trauma dan depresinya. Mas bersikap seperti yang kamu lihat kemarin, karena Mas tahu kondisi mentalnya belum stabil." Tangannya menyentuh pipiku.

Aku tak menjawab, bibirku terkatup rapat. Tak berniat mengeluarkan sepatah kata.

"Untuk pengakuan Fatma beberapa waktu lalu hanya untuk membuatnya tenang, tidak lebih."

Aku masih belum menanggapi.

"Dek, bicaralah." Pintanya sambil menangkup wajahku.

My Future Gus (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang