44. Nikmat

9.6K 520 73
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN AL-QURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

****

Happy reading 😊
Say bye 😘😘😘
.
.
.
.


.
.
Pada dasarnya segala yang terjadi adalah kuasa Allah. Namun, Allah memberikan kita kesempatan untuk merubahnya dengan ikhtiar atau berusaha, meski keputusan akhir dari usaha kita tetap harus kita pasrahkan pada-Nya. Semua keputusan akhir mengenai segala yang ada di muka bumi ini tetap mutlak milik Allah semata.

Hari berganti terasa begitu cepat. Beranjak dari kini, esok, dan lusa. Waktu semakin menuju pada titik ujungnya. Mendekati pada kerapuhan semesta.

Lima minggu sudah usia kandungan ku, dalam kurun waktu itu pula perutku kian membuncit melebihi usia kandungan lima minggu wanita hamil pada umumnya. Sebenarnya itu hal yang wajar karena aku tengah mengandung anak kembar.

Luar biasa bukan hadiah yang Allah berikan atas kesabaran dan keikhlasan serta syukur seorang hamba. Bukan memamerkan kesabaranku pada manusia dalam melewati cobaan, tapi hanya ingin menyadarkan pada hamba Allah lain yang kurang bersabar dan bersyukur.

Memang aku pernah sedikit ragu dengan keputusan-Nya, tapi setelah berfikir panjang pasti Allah ingin kita mendekat pada-Nya dengan cobaan yang diturunkan. Meluahkan segala gundah hanya pada-Nya.

Hari ini Mas Amir memintaku bersiap. Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan padaku. Kemarin baru saja ia memberiku sebuah gamis cantik berwarna navy untuk kupakai pada acara wisuda minggu depan.

Aku mematut diriku pada cermin. Mengusap perutku yang mulai terlihat membuncit. Setitik air keluar dari sudut mataku. Membasahi pipi lalu melewati sudut bibir yang tertarik ke atas. Sungguh, aku bahagia. Hidupku terasa lebih sempurna karena ada dua nyawa yang bermukim dalam perutku.

Terlihat pantulan pria dengan baju koko warna biru laut dan sarung batik motif parang  tersenyum, berdiri tepat di belakangku. Aku menoleh, seketika mata kami beradu. Tangan besarnya menyeka air mataku dengan lembut.

"Syukur marang Gusti Allah, Dek. Karena anugrahNya kita akan merasakan menjadi orang tua."

Aku mengangguk. Memeluk erat badan besarnya. "Inggih, Mas. Fia sadar betul bahwa karena kemurahan dan nikmat dari Allah lah kita bisa bertahan sampai sejauh ini. Melewati berbagai ujian dalam rumah tangga kita."

****

Bunga mawar bertaburan di atas gundukan tanah yang telah mengering. Di sana tertera nama Abdul Ja'far bin Amir Faqih Rahman pada nisan batu. Makam itu tak lain adalah makam Ja'far, putra pertama kami.

Mas Amir memimpin pembacaan tahlil. Membaca tawassul serta menyebutkan nama ahli kubur kami dilanjutkan pembacaan surat yasin, lalu berakhir dengan pembacaan doa.

Ku usap nisan Ja'far begitu sayang dengan sepenuh hati. "Umi dan Abi datang. Maaf ya, nak, kami baru bisa kesini lagi." 

Tak kuasa melanjutkan ucapanku. Mataku mulai terhalang selaput bening tipis. Bulir air kembali jatuh dari sudut mataku. Aku terisak, tubuhku bergetar. Begitu rindu pada putra pertama kami.

Mas Amir menarik tubuhku masuk kedalam dekapannya. "Sudah, Dek. Ja'far pasti sudah tenang di sana. Dia pasti bahagia, apalagi sebentar lagi akan punya adek."

Tangisku mulai reda. Menarik diri dari dekapan hangat yang nyaman milik Mas Amir.

"Iya, Mas. Ja'far pasti senang. Apalagi dia mau punya adek kembar."

Mas Amir mengulas senyum lembut. Mengusap puncak kepalaku seraya mengecup kening ku cukup lama lalu menggiring keluar meninggalkan pemakaman menuju sepeda kebo miliknya.

Kayuhan sepeda Mas Amir berhenti pada sebuah angkringan dipiggir jalan dengan hamparan  sawah pada sisi kanannya.

"Ngapunten, Mas. Kita kok di sini?"

Entah ada apa dengannya, akhir-akhir ini sering menjawab pertanyaanku diawali dengan senyuman.

"Adek ingat Mas punya gudang beras, kan?" jawabnya sembari memutar tubuhku hingga menghadap hamparan sawah dengan tanaman padi yang menguning.

Aku mengangguk. "Iya, Mas. Fia ingat."

Telunjuknya mengarah pada hamparan sawah yang luas di hadapan kami.

"Alhamdulillah, Allah beri kita rizki yang lebih dan bisa membeli beberapa petak sawah. Semoga bisa memberi pekerjaan bagi petani yang tidak punya lahan."

Aku tersenyum, memandang wajahnya yang masih setia menghadap hamparan sawah. "Aamiin."

Entah nikmat apalagi yang akan Allah berikan padaku dan keluarga kecilku. Kita sebagai hamba harusnya selalu bersyukur, bukan malah kufur dan terus mengeluh atas sedikit cobaan yang Allah berikan.

Walanabluwannakum bisyaiin minal khoufi wal ju'i wa naqsim minal amwali wal anfusi watsamarot wa basyirisyobirin.

Allah akan menguji dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.

Ngerti o, Gusti Allah itu cuma kasih sedikit cobaan. Ndak banyak lho.

La in syakartum la azidannakum wala in kafarrtum Inna adzabi la syadid.

Sesungguhnya Allah akan menambah nikmat yang diberikan jika kita bersyukur, tapi ketauhilah jika kita kufur maka adzab Allah sungguh pedih.

Apakah kita sanggup menghitung nikmat yang Allah beri? Jawabannya pasti tidak. Jadi kenapa kita tidak bersyukur padaNya. Jika Allah berkenan, Allah bisa dengan mudah mengambilnya. Hanya saja Allah itu Maha Pemurah hingga memberikan nikmat pada seluruh hambaNya meski pun pada hamba yang tak bersyukur atau malah kufur. Harusnya kita sebagai hamba itu malu.

Demikian kata Allah dalam Alquran. Kita sebagai hamba harusnya lebih banyak bersyukur, karena cobaan pun yang kita terima hanyalah sedikit dan sesuai kemampuan kita. Allah tidak mungkin membebankan ujian pada hamba nya diluar batas kesanggupan.

Diberi cobaan sedikit sudah berucap Allah tidak adil. Apakah itu pantas?

La yukallifullahhu nafsan illa wus'aha.

Allah tidak akan membebankan suatu ujian atau cobaan diluar batas mampu kita.

Maka perbanyaklah syukur, sabar dan ridho terhadap ketentuan yang Allah gariskan.

****

End
.
.
.

Or next?
😁

Sorry kalau kebanyakan ndalil

Sugeng Dalu

Semarang
21 Juli 2019
Revisi 25 November 2022

My Future Gus (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang