15. Telah Menutup

10.9K 558 15
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***


Adakalanya kepahitan tak harus dilupakan. Melainkan diberi campuran sedikit rasa manis guna mengurangi rasa pahitnya. Rasa manis itu adalah hikmah yang dipetik dari sana. Hal bermanfaat yang perlu kita jadikan pelajaran.

~My Future Gus~

****

Guyuran air hujan tak menyurutkan niat kami untuk mencari makanan pengganjal lapar. Tepat di tenda kecil atau biasa disebut angkringan saat ini aku dan Fany duduk sambil menikmati bungkusan nasi rames serta segelas teh hangat.

Sepertinya langit tak lagi mampu menahan uap air yang terkumpul begitu banyak, memuntahkan semua air dari sana mengguyur jalanan. Benar adanya jika hujan tak kunjung reda, tadi memang awan tampak gelap. Hitam pekat menutup sinar mentari.

Kembali kulanjutkan kisahku yang sempat terpenggal kemarin. Kali ini akan menyambung dengan kisah pertemuanku  kembali dengan Abang Hasan. Saudara sepersusuanku yang bertahun-tahun lamanya tak kujumpai.

Flashback on

Kakiku melangkah menuju sudut pondok putri. Duduk di kursi kayu panjang tertunduk dengan derai air mata yang tak kunjung surut.

Kali ini kubiarkan akal yang  bertindak. Mengadu, meronta, dan merintih bahkan ingin rasanya marah padanya. Tapi semua itu bukanlah solusi. Diam adalah jawaban paling tepat menghadapinya. Lelehan air mata dari netrak sebagai pengurang sedikit nestapa.

Aku tak bergeming saat tau seorang pria duduk disampingku. Tangannya tiba-tiba menangkap bulir air mataku yang terjatuh.

Menolehkan wajah menghadap sosok yang duduk di sana. Wajah teduh berwibawanya menatapku sendu. Tanpa kata, perlahan tangannya bergerak hendak menyentuh puncak kepalaku.

Sebelum tangan itu benar-benar menyentuh puncak kepalaku, seketika aku bergeser merapatkan tubuh pada pohon besar yang ada di sampingku.

"Ustadz Hasan mau apa?" tanyaku takut.

Seutas senyum terbit dari bibirnya. Dia bergerak semakin mendekat.

Tubuhku bergetar, takut ia melakukan hal buruk padaku.

"Saya mahram denganmu, Fia," ujarnya lembut memangkas jarak kami. Diusaplah puncak kepalaku yang tertutup hijab warna biru.

Aku tak mampu meronta. Hangat, rasa hangat dan nyaman menjalar di sekujur tubuhku. Seperti merasakan tangan Abi yang mengusap lembut kepalaku.

Tapi tak berselang lama, tiba-tiba kesadaranku kembali. Ini salah, tak seharusnya Ustadz Hasan melakukan ini padaku. Aku bangkit dari duduk seraya mengucap istighfar berkali-kali.

"Tidak Ustadz. Ini salah! Maaf, saya harus pergi."

"Aku ini kakakmu, Fia. Cobalah mengenaliku lagi." Pintanya padaku. Menghadang langkahku dengan dada bidangnya.

" Aku hanya memiliki dua orang kakak. Mas Fahmi dan Bang Hanif!" Sanggahku dengan suara meninggi.

Ampuni hamba ya Allah, hamba telah su'ul adab dengan guru hamba sendiri.

"Aku sama dengan Bang Hanif." Terangnya padaku.

Aku tak paham dengan ucapan Ustaz Hasan. Apa maksud dari ucapannya?

My Future Gus (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang