14. Sepenggal kisah masa lalu

12.2K 544 12
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد

JADIKAN ALQUR'AN BACAAN YANG PALING UTAMA
***

Hebat bukan hanya karena kuat, tapi karena ikhlas menerima segala macam ujian dari Allah tanpa keluhan namun dengan senyuman

~ My Future Gus ~

****

Menatap langit-langit kamar adalah pilihan yang tepat saat berada pada situasi seperti ini. Berusaha menahan lelehan air mata yang siap meluncur deras. Cukup dulu hatiku sempat patah, kali ini aku tak mau lagi.

Aku hanya wanita biasa, tak sanggup rasanya jika berbagi cinta dengan wanita lain. Meski agama memperbolehkan, tapi aku lebih memilih mundur jika diduakan.

Perlahan sosok yang tadi sempat kutangisi berjalan mendekat. Meraih daguku lalu mengangkatnya untuk menatap manik matanya.

Aku membuang muka, enggan melihat wajahnya. "Bapak mau apa?" ucapku lirih menahan isak. Terserah jika aku dianggap kekanakan olehnya.

Dia menatap lekat kedua manik mataku, mungkin menyelami setiap bayangan kecewa yang tercetak disana. Gurat kesedihanpun masih terpampang nyata di wajahku.

"Saya ingin minta maaf padamu yang menangis karena saya." Dia mengusap air mataku dengan jemarinya lembut, kemudian menautkan kening kami hingga dapat kurasakan deru nafas kami saling beradu. Merasakan jantungku bertalu-talu karena posisi ini.

Perlahan kudorong dada bidangnya, memberi sedikit jarak. Memberanikan diriku membalas tatapannya.

"Only you Ning Fia," bisiknya. Menciptakan rona merah pada kedua pipiku.

Selalu saja dia punya cara membuatku tersipu. Mengubur amarahku hingga tak lagi dapat kutemukan emosi yang awalnya menggebu-gebu.

"Gus.."

"Dalem, kenapa Ning? Mau peluk?"

"Ihh, bukan itu. Fia mau tanya, Mas Amir nanti jam sepuluh jadi ke ndalem Kyai Hamzah?"

"Insyaallah jadi, Dek. Nanti Mas minta tolong Fany temani kamu." Hanya kubalas anggukan kepala. Baru saja tadi mendapat momen sweet, malah nanti ditinggal pergi.

****

Usai sholat subuh berjamaah di masjid, suasana masjid perlahan senyap. Menyisakan segelintir santri yang muraja'ah atau mutala'ah. Di sudut masjid bagian shaf putri, tampak seorang masih mengenakan mukena putih dengan bordiran motif bunga warna merah jambu duduk dengan kaki selonjoran. Dia bersender pada tembok masjid, memutar tasbih warna merah jambu kesayangannya sambil merapalkan tasbih, tahmid dan tak. Tampak kedua matanya terpejam, meresapi tiap wirid yang keluar dari bibir ranumnya.

Di tengah wiridnya itu, duduk di sampingnya seorang santri putri yang sama masih mengenakan mukena menepuk pelan bahunya. Terbukalah perlahan mata yang terpejam itu dibarengi lengkungan manis dari bibir ranum itu.

"Kenapa, Fan? Mau tanya sesuatu? Masih penasaran sama ceritaku?" Perempuan itu melipat kedua kakinya yang selonjoran tadi. Merubah posisi dengan duduk bersimpuh tapi masih tetap menyenderkan punggunya ke tembok.

"Iya, Ning. Boleh aku tahu sedikit kisah yang kemarin ndak sengaja keluar dari mulut sampean?" Sedikit rasa sungkan terdengar dari cara dia mengucapkan tanya, namun rasa penasaran lebih mendominasi saat hanya sekilas cerita dia dengar dari Fia, sahabatnya.

My Future Gus (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang