Ekstra part-1

7.6K 396 37
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

****

Fia dan Gus Amir mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fia dan Gus Amir mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa

___________________

Perutku rasanya bergejolak, sejak dua hari terakhir ini tubuhku tidak bisa di ajak kompromi. Semua aktivitas padat yang biasa kujalankan terpaksa harus kutinggalkan. Bahkan jadwal mengajar santri putri pun harus kuwakilkan pada santri pengurus. Kondisi seperti ini membuatku ingin menangis, dalam keadaan begini malah Mas Amir sedang ada seminar dosen di luar kota. Hanya ada Azam yang entah sekarang dimana rimbanya.

Mataku benar-benar memanas, meraih kemeja kotor Mas Amir, menghirup rakus sisa aroma khas tubuhnya. Aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini menjadi cengeng, sering merajuk pada Azam tanpa alasan. Moodku benar-benar buruk, baru kali ini dua hari ditinggal Mas Amir membuatku uring-uringan.

"Loh, kok nangis sih, Mbak." Azam masuk ke kamarku dengan raut bingung sembari membawa bungkusan berjalan mendekat. Menautkan alisnya, heran denganku.

"Kamu kok suwe sih, Mbak di sini sendiri. Anak-anak jauh di negeri orang, Mas Amir keluar kota lalu kamu kayak bocah petualang."

Azam geleng-geleng, mungkin aneh dengan tingkahku. "Lha yang tadi suruh Azam cari tahu bulat sama sotong siapa?"

"Lupa, Zam," balasku pelan.

Aku bahkan juga heran dengan tingkahku sendiri. Kuusap air mata yang asin ternyata tanpa sengaja termakan olehku. Kuraih tisu, mengusap ingus yang tanpa sadar juga ikut keluar menunjukkan eksistensinya.

Azam mendengus, menyerahkan bungkusan yang tadi dibawa padaku. "Padahal lagi enak-enak chat sama Ning Zahra, malah diganggu ibu ngidam ini."

"Eh, Mbak nggak ngidam. Cuma pengen aja tahu bulat sama sotong," elakku cepat.

"Sama saja. Ndak tahu kondisi. Lagi proses ngerayu istri biar cepet acc buat rencana honeymoon malah diganggu," ucapnya dengan tampang tak terima. Azam protes dan terus menggerutu.

"Jangan dulu honeymoon, Zam. Kamu temenin Mbak dulu sampai Mas Amir pulang. Kalau Mbak pingin apa-apa biar ada yang disuruh beli."

Azam berdecak, "ini benar-benar tanda orang hamil yang lagi ngidam."

Aku menggeleng, siklusku haid terkadang tidak menentu tanggalnya. Memang aku telat bulan ini, tapi belum pasti hamil 'kan.

Gerakanku memakan tahu bulat terhenti, melihat Azam tiba-tiba jiwa usilku muncul. "Mbak kok jadi gemes sama kamu, Zam. Pingin jitak."

Azam melotot, "Gak ada istilah jitak. Berani jitak aku pulang ke rumah. Kasihan istriku, pasti kangen sudah lima jam Azam ndak pulang-pulang." Azam duduk menjauh, menjaga jarak denganku. Phsycal distancing sepertinya.

Masa bodo yang punya kening ngamuk, pingin jitak Azam pokoknya. Dan satu jitakan kecil akhirnya berhasil landing mulus di kening lapangan Azam. Aku tersenyum puas, rasanya seperti menang lomba lari maraton. Seneng banget pokoknya.

Tangan Azam bergerak mengusap keningnya. Mengerucutkan bibir. "Sakit, Mbak. Kekerasan sama adek sendiri. Aku laporkan ke Pak dosen nanti waktu dia pulang," ujarnya tak terima, berlalu dari hadapanku dengan ngedumel.

Aku terkikik geli dan puas. Ya Allah, ampuni hamba yang entah kenapa tiba-tiba muncul tindakan usil. Semoga Azam tidak benar-benar marah, aku sayang bocah lanangku itu.

Usai Azam berlalu, kulanjutkan makan tahu bulat dan sotong yang ada di hadapanku. Rasanya perutku kian melebar dengan porsi makan yang tak tanggung-tanggung dua piring setiap sekali makan serta ditambah makanan ringan. Bukan maruk, memang lapar. Kupastikan berat badanku naik ketika Mas Amir pulang nanti. Semoga dia tidak ilfeel.

***

Lama aku duduk sambil membaca beberapa buku tebal milik Mas Amir yang ada di rak buku kamar kami. Sedikit penasaran dengan isi buku yang baru beberapa waktu lalu dibelinya bersamaku di toko buku tak jauh dari kampus itu membahas tentang materi kuliah yang diampunya.

Aku terdiam sejenak, menutup bulu tebal yang kubaca lalu menilik kalender yang ada di dinding. Kembali menghitung hari terlambat tamu bulanan ku datang.

Entah kenapa aku merasa perlu mempertimbangkan ucapan agak ngawur Azam kemarin. Tes kehamilan sepertinya boleh kulakukan meski aku sendiri tidak yakin. Menilik umurku yang hampir kepala empat.

Kucari benda kecil pipih itu dalam laci almari. Sudah lama Mas Amir membelikan itu, katanya untuk jaga-jaga kalau benihnya sudah tumbuh subur dalam rahimku. Entahlah, suamiku itu selalu exited masalah momongan setelah anak kembarku menggoda kami beberapa bulan lalu.

Dengan jantung berdetak cepat kuraih benda itu, masuk ke kamar mandi. Memastikan sesuatu yang selama ini diharapkan anak-anakku dan suamiku tentunya.

***

Yang kangen Fia, hadiroh nih Fia nya. Maaf tadi terlanjur update meski belum komplit tulisannya keburu kuliah online, maaf kalau masih aneh tadi.

Semarang
١٣ رمضان ١٤٤١ ه
6 Mei 2020

R

evisi 3 April 2023

My Future Gus (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang