*
Berapa kali pun aku diminta untuk berhenti, detik itu pula aku akan terus berlari
*
Radit menatap rumah besar yang menjulang di tengah pekarangan lebat dari balik kaca helm. Sebelum memutuskan untuk turun dan memakai masker hitamnya. Ditekannya bel beberapa kali sampai akhirnya pintu terbuka dan yang bisa dia lihat hanyalah kegelapan. Radit menarik napas sejenak sebelum memutuskan untuk masuk dan di telan bersama pekatnya kegelapan.
"Akhirnya"
Cowok itu menatap sosok dari balik kaca. Memakai tudung hitam dan duduk di depan layar tipis.
Ternyata mereka selama ini memang di awasi.
"Jangan terkejut begitu" Doremi berujar, "Ini baru permulaan ayolah. Dan kedatangan lo kesini pasti karena tawaran gue waktu itu"
Sosok bertopeng di sampingnya menyerahkan sebuah dokumen kepada Doremi. Radit tidak bisa menebak apakah orang itu perempuan atau laki-laki karena wajahnya tertutup oleh topeng dan memakai tudung untuk menutupi kepalanya.
"Hmmm... Begitu" Ditempatnya, Doremi mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Seolah-olah berbicara dengan dirinya sendiri, "Duh, dimana sopan santun kita?" Doremi segera menutup dokumennya.
"Tamu kita pasti kelelahan. Beri dia tempat duduk dan tanyakan apa tamu kita ini berkenan menikmati minuman apa adanya dari kita?"
"Tidak" Radit menggeleng, "Gue masih sayang nyawa kalau harus minum minuman kalian"
"Yahh.. sayang sekali racun kita jadi tidak berguna"
Sosok lain yang ada di ruangan itu mengambil sebuah kursi. Mempersilahkan Radit untuk duduk.
"Ayolah, tidak ada jebakan disana. Pembicaraan kita sangat panjang dan gue paling gak suka pendengar menjadi tidak fokus dengan yang gue bicarakan"
Setelah mengecek jika kursi itu baik-baik saja dan tidak ada jebakan barulah Radit duduk.
"Apa perlu gue jelasin dari awal?"
"Gak usah basa-basi" Radit berujar dingin, "Langsung ke intinya atau gue keluar sekarang juga"
"Ohh galaknyaa" Doremi menyatukan tangan di dada dramatis, "Tapi bagus deh, gue gak perlu repot -repot jelasin panjang kali lebar" Dia menggerakkan sebuah lemari dengan sebuah remote sehingga lemari itu bergeser.
"Nah, hacker berbakat, apa yang lo minta sebelum kita ke penawaran?"
"Gue bilang langsung ke intinya" sengitnya memperingatkan.
"Okee"
Sosok di samping Doremi menekan sebuah tombol menampilkan sebuah gambar yang awalnya buram secara perlahan menjadi lebih jelas.
"Tugas lo gampang. Curi data dari SMA Rajawali. Terlebih lagi semua yang ada di sekolah itu. Setelah kita berhasil memberi hadiah kecil buat ketua Rawaja, keamanan disana diperketat dan mungkin – mungkin loh yaa – lo bisa nerobos keamanan itu"
Radit diam sejenak memikirkan tawaran itu. Resikonya sangat besar jika dia melakukan kesalahan.
"Sesuai janji kalau lo berhasil ngedapetin data yang gue mau" Doremi menjentikkan jari sehingga tampilan layar berubah menjadi sebuah gambar yang sangat buram, "Gue bakal ngasih tau lo siapa putri kembar yang gue maksud"
"Sayangnya gue mau lebih dari itu"
"Oh ya?"
Radit terkejut ketika tiba-tiba sebuah pistol teracung ke arahnya. Rupanya si sosok misterius itulah yang menodongkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Junior [SELESAI]
Teen Fiction#Revisi 1 Maret 2019 "Harusnya aku tidak pernah datang. Tidak pernah mencoba untuk menerobos masuk. Mengenalmu, adalah kesalahan terbesar yang seharusnya tidak pernah kulakukan"