23. (Bukan) Pelarian

2.3K 99 0
                                    


*

Tuhan pernah memberiku sebuah tanggung jawab, yang mana tidak bisa kulakukan dengan benar. Lalu sekarang tuhan memberiku sebuah tanggung jawab lagi dalam wujud kamu.

*

Sepanjang jalan Hera terus menggerutu. Menekan-nekan ponselnya berharap Damar mengangkat teleponnya. Tapi berkali-kali ia menelpon tetap tidak ada jawaban dari Damar.

"Hera"

Dibelakang Airlangga menyusulnya. "Gimana?" Karena Damar tidak memberi kabar sama sekali sejak pulang sekolah.

Apa mungkin saat ini dia bersama Kayla?

Hera mendengkus kesal. Ya tuhan... bisa-bisa Allen disemprot habis-habisan karena pergi tanpa pamit. Bang toyib aja kalau pergi pamit dulu. Hadeuhh..

Dia menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Lantas bergegas berlari ke arah bagasi dan mengeluarkan motor.

"Lo mau kemana?!" pekiknya melihat Airlangga mengeluarkan motornya.

"Nyari Damar"

"Gue ikut" kemudian naik ke atas motor dan membiarkan Airlangga melanjukan kendaraan itu dengan kecepatan tinggi.

Kalau saja hari ini om Albert tidak pulang, pasti mereka tidak perlu sepanik ini. Sudah jauh-jauh hari dia mengingatkan Damar untuk mengosongkan jadwal. See, bisa-bisa bukan pertemuan karena rindu malah pertemuan dengan ceramah yang akan terjadi.

"Terus hubungi dia Hera"

Hera mengangguk cepat. "Percuma" sungutnya, "Allen gak jawab. Abis kebentur kali kepalanya sampai dia lupa cara angkat telpon"

Lampu merah berubah hijau. Gegas Airlangga menyalip kendaraan lain menuju ke sebuah tempat.

Sebentar. Otaknya mulai bekerja. Memangnya dia tau dimana rumah Kayla Wardana?

**

Keheningan masih tercipta di lantai dua. Lekas setelah Kayla mengatakan hal itu suasana berubah sunyi.

Apa dia sudah menanyakan hal yang salah? Pikirnya. Tapi itu tidak mungkin karena dia memang ingin tau apa yang tidak diketahui orang lain.

Setelah menghela napas berat, Damar mulai angkat suara. Mencoba untuk menenangkan dirinya karena hal ini sama saja membuatnya mengingat sesuatu yang tidak ingin dia ingat.

"Dulu gue ketua Rawaja"

Tidak ada tanda-tanda terkejut di wajah Kayla.

Apa gadis itu sudah tau hal ini dari Airlangga?

"Kayla kaget, iya. Tapi Kayla mau diem aja dengerin kakak cerita"

Dan kenapa dia langsung menghela lega?

"Gue yang sekarang sangat berbeda dengan diri gue dulu. Mungkin lo gak akan percaya, tapi bukan orang yang sebaik itu"

"Memangnya Kayla pernah bilang kakak baik? Ngacuhin adik kelas, ngebuang makanan"

Damar terkekeh pelan. Iya, dia tidak sebaik itu ternyata.

"Rawaja baik-baik aja, masih sering berantem sama Bramastra. Ngebolos, berkelahi, tapi kami gak pernah nyentuh barang-barang haram. Rokok iya, tapi narkoba, kita masih waras buat nyentuh barang laknat itu"

Kayla masih tidak mengerti. Maka dia memilih Damar melanjutkan kalimatnya.

"Lalu suatu hari, sebut saja namanya Doremi, mengirim surat rahasia ke kita berdua"

Senior Junior [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang