46. Sejatuh-jatuhnya

1.7K 75 12
                                    

Adakalanya takdir bergurau dengan semesta
Membuat segalanya menjadi luluh karena cinta
Lalu dalam sekejap mata hancur karena angkara murka

*

Banyak yang belum paham disini. Jadi aku bakal jelasin ke kalian. Mereka yang selama ini neror Rawaja menamai mereka Doremi. Bukan cuma Raja (Aldan), tapi semua anggota yang terlibat di dalamnya.

Di part kemarin aku udah jelasin kalau Raja yang asli meninggal bareng sama ledakan lab, dan Aldan terpukul mendengar kematian sahabatnya. Saking hancurnya, dia sampai depresi, bahkan menganggap jika Raja masih hidup dan ada di dalam dirinya.

Seperti itu..

Apakah paham?

Cuss.. lanjut..

*

Sejenak Damar terdiam memperhatikan tempat itu. Kepalanya terasa berputar mengingat bahwa ini bukan pertama kalinya dia kemari. Selama beberapa saat dia mencoba menenangkan diri menghilangkan segala ingatannya mengenai tempat ini.

"Dam"

Menatap pada Gusti yang menepuk pundaknya, dia menggeleng pelan memberi tau bahwa dirinya baik-baik saja.

"Ayo" Dia sadar bahwa kemungkinan keluar darisana dengan selamat adalah hal kecil.

Apapun itu, Damar tidak peduli. Dia hanya ingin membawa Kayla keluar darisana. Menjaganya, seperti yang kerap dia katakan pada gadis itu.

Airlangga memimpin di depan bersama Rudi yang bertugas memata-matai tempat itu diam-diam. Ruangan ini sama besarnya dengan terakhir kali mereka kemari. Aroma cat yang masih baru menandakan jika tempat ini baru selesai di bangun kembali setelah sebelumnya terbakar saat penculikan pertama.

"Disini" Radit terdiam memandangi ruangan di depannya.

Ruang utama yang akan membawa mereka ke dalam ruangan-ruangan lain. Ruangan dengan lambang yang kerap menghantui mereka ke dalam permainan-permainan gila mengancam nyawa.

"Aldan mana?" Chandra sadar sejak tadi hanya Radit yang ada disini. "Gak mungkin dia lupa jalan kesini gitu aja"

Radit mengangkat bahu. Dia sudah mengirim pesan berkali-kali sejak pagi tadi. Tapi Aldan yang selalu membalas pesannya dengan cepat tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

"Aneh" Damar menggumam. Sejak masuk mereka tidak melihat penjagaan apapun. Bahkan tidak ada jebakan-jebakan yang terpasang, "Kenapa mereka membiarkan kita masuk dengan mudah?"

Barulah saat itu sebuah anak panah melesat dengan cepat. Nyaris mengenai lengan kiri Alif yang berdiri di samping Obit.

"Eh anak ayam!"

Panah itu menancap tepat di lambang yang ada di pintu. Dengan sebuah pita merah yang melilit gulungan kertas.

Buruk jalak di tengah hutan

Anjing pelacak di samping kanan

Suruhlah dia si raja hutan

Masuk dan tangkap para nelayan

Mereka membisu. Mengerti arti dari surat itu yang menandakan salah satu dari mereka yang harus masuk. Itulah mengapa sejak tadi tidak ada jebakan. Tapi-

"Mereka mau menghabiskan yang kuat, lalu membantai yang lemah" Gusti geram. Ingin sekali mendobrak pintu di depannya namun sebuah peledak yang terpasang disana membuatnya mengurungkan niat.

"Gila" Chandra tidak habis pikir. Mereka kemari bersama untuk saling membantu. Sekarang mereka harus mengikuti permainan gila orang itu lagi?

"Biar gue yang masuk" Airlangga mengajukan diri. "Kalian tunggu disini, gue-"

Senior Junior [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang