Happy Reading ^^
*
Mestinya aku tidak perlu merasa takut kehilangan. Karena sosokmu hanya ada dalam bayangan.
*
Untungnya ketika mereka sampai makan malam keluarga baru akan di mulai.
Hera tidak bisa menahan kelegaan ketika melihat om Albert baru masuk ke dalam ruangan dan mengambil duduk di kursi paling depan. Disampingnya bunda Hana membantu om Albert dan merapikan dasi yang beliau pakai sebentar sebelum kemudian Albert memberi kecupan singkat di kening.
"Sudah lama kita tidak berkumpul seperti ini" Albert berkata, "Thanks love sudah meluangkan waktu sebentar"
"Everything for you" Hana tersenyum manis. Lalu menatap Damar dan Airlangga yang masih berdiri. Dia ingin bertanya kenapa Damar baru pulang padahal putranya itu tidak berpamitan untuk pulang terlambat.
"Kenapa kalian masih berdiri?" Ditatapnya Damar, Airlangga dan Hera yang belum duduk di kursi mereka, "Apa papa harus meminta kalian duduk baru kalian akan duduk?"
Kompak mereka menarik kursi dan diam satu sama lain di tempat.
Selain Albert dan Hana yang saling bertanya tentang hal-hal sepele sampai tentang pekerjaan, tidak ada suara lain selain piring yang beradu dengan sendok.
"Ar" Hera menyenggol kaki Airlangga pelan dari bawah meja. Tapi ternyata kaki itu bukan milik Airlangga melainkan Damar.
"Apa?" tanyanya melalui tatapan mata dan tanpa bersuara.
Hera memutar matanya jengah, "Salah kaki!" jawabnya juga melalui batin.
Melihat semua itu membuat Albert bingung, "Kalian lagi belajar komunikasi menggunakan telepati?"
Hera meringis, ketahuan deh. Terkekeh pelan karena dua makhluk astral di depannya tetap diam seperti patung.
"Damar, gimana sekolah kamu. Lancar? Tawaran papa tentang persiapan kamu menggantikan posisi papa di laboratorium masih bisa dipertimbangkan"
Damar hanya tersenyum tipis.
Sejak kecil dia tidak ingin meneruskan pekerjaan papanya menjadi ilmuan. Meski dia sendiri tidak tau harus menjadi apa, yang jelas Damar tidak ingin menjadi seperti papanya. Aneh memang. Tapi melihat pekerjaan sang ayah yang terlalu sibuk dan jarang berada di rumah membuat berpikir dua kali.
Bagaimana perasaan mamanya yang berada di posisi istri? Meski Damar tau mamanya sendiri pun sibuk dengan jadwal di rumah sakit.
"Zaman sekarang susah mencari pekerjaan. Papa sudah mempersiapkan semuanya supaya kamu tidak perlu susah malah kamu tolak" Albert tidak mengerti dengan pemikiran anaknya itu.
"Damar tidak suka menjadi ilmuan"
"Yang kamu benci bukan profesinya. Tapi papa yang jarang ada untuk mendengarkanmu"
Jawaban itu membuat Damar terdiam.
"Papa yang salah sejak awal" Albert tau persis kenapa Damar tidak ingin menjadi seperti dirinya. Karena tidak ada yang bisa di banggakan, dari seorang ayah yang lebih mementingkan pekerjaan daripada anaknya sendiri.
"Papa begitu buat kita juga" Di tempatnya Airlangga menjawab, "Papa gak perlu merasa bersalah. Kita sudah memakluminya"
"Iya kok om. Allen aja nih yang dilema sama cita-citanya."
"Iya pa. Damar masih bingung" jawab Damar kemudian.
"Yasudah. Kamu pikirin sekali lagi tawaran papa. Jangan berantem aja kerjaannya. Airlangga juga. Habis kakaknya kenapa malah adiknya yang jadi ketua geng?" decak Albert heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Junior [SELESAI]
Teen Fiction#Revisi 1 Maret 2019 "Harusnya aku tidak pernah datang. Tidak pernah mencoba untuk menerobos masuk. Mengenalmu, adalah kesalahan terbesar yang seharusnya tidak pernah kulakukan"