Diam bukan berarti kita menyerah. Itu adalah cara untuk membuktikan, bahwa tidak semuanya harus diselesaikan dengan kekerasan.
- Senior Junior -
Happy Reading ^^
**
Damar baru turun dari motor ketika Hana bundanya keluar bersama Rea – yang tak lain adalah adik dari ibunya.
"Baru pulang?"
Damar menyalimi kedua tangan bundanya itu. Mengangguk sopan menjawab pertanyaan mereka.
"Kamu sudah besar" Rea merapikan kerah seragam Damar, "Tanpa bunda sadari, kedua putra bunda tumbuh dewasa seperti ini"
Pandangannya menatap badge kelas Damar. Tersenyum tipis melihat tanda itu ketika mengingat masa-masa kelam yang pernah terjadi dahulu. Segera Rea menepisnya kuat. Merasa yakin jika kedua putranya tidak akan mengulangi hal yang sama.
"Sering-sering main ke rumah. Udah gak kangen sama bunda lagi ya makanya jarang main ke rumah bunda?" katanya berpura-pura terlihat sedih – menggoda Damar yang kini terlihat tidak enak.
"Bukan gitu bunda. Damar sibuk persiapan ujian"
Rea menghela berat, "Coba kamu nasihatin adikmu itu. Kemarin dia baru dapet surat peringatan dari sekolah karena berantem"
Apa?
Damar sedikit terpengarah. Apa mungkin yang dimaksud bunda Rea adalah ketika Bramastra menyerang hari itu? Memang saat itu baik Rawaja maupun Bramastra sama-sama di ringkus ke ruang BK. Tidak peduli siapa yang menyerang lebih dulu.
"Gak usah mikirin hal itu. Bunda yakin Airlangga pasti mau menurut" jelasnya supaya Rea tidak perlu mencemaskan hal itu.
Rea hanya mengangguk pelan.
Damar pamit lebih dulu untuk masuk ke dalam dengan alasan mengerjakan tugas. Dia tau dirinya tidak berhak ikut campur.
Tapi jika Airlangga sampai terpanggil lagi ke ruang kepala sekolah, bukan hanya Airlangga yang menerima imbasnya. Tapi dirinya juga. Karena bunda Rea sangat overprotective padanya dan Airlangga.
Semenjak anak satu-satunya bunda Rea meninggal, beliau jadi menganggap Damar dan Airlangga seperti putranya sendiri. Tidak segan memarahi mereka dan bersikap seperti itu. Bahkan melebihi bunda kandung mereka sendiri – Hana.
Tapi selagi yang dilakukan bunda Rea demi kebaikan mereka berdua, bunda Hana tidak masalah.
Apalagi setelah semua itu terjadi.
Damar Allen : "Penyerangan Bramastra kemarin..."
Dia menatap pesan yang dia ketik. Lalu menghapusnya dan menaruh ponselnya di kasur dengan asal. Melepas dasi dan ikat pinggang yang dia pakai.
Ini bukan urusannya. Bukan urusannya. Damar terus menyugesti dirinya sendiri.
Ponselnya berdenting menampilkan sebuah notif. Segera dia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan.
AlifMaulana : "Jangan lupa ntar malem latihan di metro, okay?"
Sialan.
Saking paniknya Damar sampai menduga yang tidak-tidak.
Dia menscroll puluhan pesan yang masuk. Bahkan ada yang menanyakan tentang perbuatannya di kantin barusan saat bersama Kayla.
Aihh.. kenapa mereka selalu mengusik kehidupannya sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Junior [SELESAI]
Teen Fiction#Revisi 1 Maret 2019 "Harusnya aku tidak pernah datang. Tidak pernah mencoba untuk menerobos masuk. Mengenalmu, adalah kesalahan terbesar yang seharusnya tidak pernah kulakukan"