*
Karena dalam sebuah permainan, kita membutuhkan sebuah pengorbanan untuk meraih kemenangan.
*
Aldan baru sampai di depan kelasnya ketika seseorang tiba-tiba menariknya dan memberikan sebuah bogem mentah tepat ke wajahnya.
"BANGSAT!"
Aldan menatap nyalang. Sedetik kemudian balas menghajar Riko tanpa sedikit pun memberi kesempatan cowok itu untuk membalas.
"MAU APA LO ANJING!" Ditariknya seragam Riko dengan kasar. Membanting tubuh cowok itu ke lantai keras seperti adonan kue.
Riko memekik keras. Merasa jika ada tulangnya yang patah. Tapi tetap rauh wajahnya tidak sedikit pun menunjukkan tanda kesakitan.
Di paksanya cowok itu bangkit dan memojokkan tubuhnya di tembok.
Bukannya sadar dengan apa yang dia lakukan, Riko justru menyeringai. Meludah ke wajah Aldan membuat kemarahan Aldan berada di ambang batas.
Tangannya semakin erat mencengkeram leher Riko. Cowok itu kesulitan bernapas, tapi tetap menatap Aldan nyalang.
"Setelah paru-paru lo kemasukan asap, sekarang otak lo ikut berhenti berfungsi juga?"
Mereka yang semula lewat berhenti. Mengerumuni Aldan dan Riko yang tidak ingin mengalah satu sama lain.
"Kenapa? Lo mau tau alasan gue ngehajar elo kan?"
Cengkaraman Aldan semakin kuat. Riko berdesis pelan.
"Gue gak tau apa yang lo lakuin sebagai ketua selama ini. Kabur dari masalah juga seperti ketua Rawaja sebelumnya?"
Lantas tanpa menunggu di hajarnya wajah Riko habis-habisan.
Darah di sudut bibir Riko mengalir turun. Cowok itu menyekanya cepat. Susah payah berdiri karena punggungnya semakin terasa sakit.
Dia membanting sebuah amplop hitam ke lantai dengan kasar. Aldan menilik amplop itu malas. Terkejut melihat logo di amplop itu.
"Kaget? Oh, gue kira ketua kita gak bakal kaget" ejeknya tanpa sadar membuat tangan Aldan terkepal semakin erat.
"Al!"
Radit datang dengan tergopoh-gopoh. Kemunculannya langsung membuat seluruh kerumunan menepi, memberi jalan. Dia menatap Aldan dan Riko bergantian.
"BUBAR KALIAN SEMUA!" Makinya memelototi kerumunan yang ada. Mau tidak mau pergi darisana atau mereka akan menjadi sasaran kemarahan Aldan pula.
Radit mengambil surat itu. "Darimana lo dapet surat ini?" tunjuknya mengangkat surat itu tepat ke wajah Riko.
Riko menyeka sudut bibirnya lagi, "Surat itu gue temuin di depan pintu markas. Gak ada nama pengirimnya. Gue udah cek cctv dan cctv itu berhasil di retas mereka sebelum mengirim surat itu" Lalu menoleh tajam ke arah Aldan, "Ketua kita kan hebat. Kenapa gak lo kasih aja surat itu ke dia biar dia selesaiin urusan itu sendiri?"
Kelewat kalap, Aldan kembali menghajar Riko habis-habisan.
"Al! Lo bisa bikin anak orang mati!" bentak Radit menarik Aldan menjauh dari Riko.
Para guru berdatangan. Berteriak saat melihat kondisi Riko yang mengenaskan. Melihat itu membuat Radit berdecak. Runyam sudah.
"ALDAN REVANO! IKUT KAMI KE RUANG KEPALA SEKOLAH!! SEKARANG!!"
Aldan menatap guru BK nya dengan santai. Mengambil tasnya yang tergolek di lantai dan berjalan mengikuti mereka di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Junior [SELESAI]
Fiksi Remaja#Revisi 1 Maret 2019 "Harusnya aku tidak pernah datang. Tidak pernah mencoba untuk menerobos masuk. Mengenalmu, adalah kesalahan terbesar yang seharusnya tidak pernah kulakukan"