Hannah (Part 8)

512 53 9
                                    


Hannah berlari, panik. Dia berusaha keras menerobos menembus kerumunan staf rumah sakit yang mengerubungi tempat tidur. Dia bahkan menyodok mereka jika perlu. Di rongga dadanya, detak jantungnya menggila.

Tujuannya hanya satu. Yuliana Roslyn. Sahabatnya sejak SMA. Tunangan kakaknya. Uli.

"Bu, tenang dulu!" teriak seorang suster.

Bagaimana aku bisa tenang dalam situasi seperti ini?! "Saya harus ke—-"

Sang suster menarik tangan Hannah, lalu menahan tubuhnya yang meronta. "Ibu tolong tunggu di luar, biar kami yang menangani," ucapnya, lembut namun tegas. "Ibu Yuliana akan kami pindahkan ke UGD secepatnya."

Menyerah, Hannah berhenti melawan. Pundaknya merosot.

"Joanna!"

Hannah menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Corey berlari melintasi bangsal rumah sakit, terengah-engah menghampirinya. Ada kekhawatiran yang luar biasa di wajahnya yang letih. Lelaki itu dibuntuti seseorang yang kelihatan seperti asisten pribadi.

"Cor, U—-Uli... dia..." Hannah hanya bisa tergagap dengan gemetar.

"Suster, bagaimana keadaannya?" tanya Corey, tak mengindahkan perkataan Hannah. Sang suster mengabarinya kondisi Uli dengan ringkas dan cepat.

"Terima kasih, Sus," kata lelaki itu sambil mengangguk. Lalu dia menoleh ke arah Hannah. "Jo, ayo kita ke ruang tunggu," ucap Corey pelan.

"T... Tapi Uli—-"

"Asistenku bakal ngawasin dia," jawabnya sambil menunjuk pria berjas yang mengekornya. "We can trust him."

Setelah dipaksa, akhirnya Hannah bersedia meninggalkan tempatnya. Dia mengikuti Corey ke ruang tunggu rumah sakit yang berjarak tidak jauh dari kamar Uli. Hannah cukup lega pintu kamar Uli masih terlihat dari sana, begitu juga dengan asisten Corey yang berjaga di depannya.

Sebuah memori tiba-tiba merasuki benaknya. Lelaki kulit putih yang tadi menukar fusillinya dan lelaki tinggi yang ditabraknya saat berlari menuju kamar Uli... mereka orang yang sama. Stefano. Dan Hannah-lah orang yang menuntunnya menuju Uli.

Sebuah tempat tidur didorong keluar dari kamar, dikerumuni para dokter dan perawat. Asisten Corey mengikuti mereka dengan jarak beberapa langkah. Di balik tubuh mereka, tampak samar-samar tubuh Uli yang kejang-kejang. Suara decit roda tempat tidur membuat Hannah ngilu.

Hannah ingin berlari mengejar ranjang itu, tapi tangan Corey menahan pundaknya. Dia hanya dapat mengamati konvoy itu menghilang dari pandangannya.

Semua ini salahku, kan? kata-kata itu tiba-tiba menghantam pikirannya seperti kapak. Hannah jatuh terduduk di atas salah satu kursi. Kalau saja aku tidak mempercayai lelaki tadi... Stefano. Kalau saja aku tidak membeli fusilli. Kalau saja aku tidak meninggalkan Uli sendirian di rumah sakit.

"Jo, tenang dulu," suara Corey yang duduk di sebelahnya terdengar seperti sayup-sayup samar.

Ini semua salahku. Dia tidak berdaya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukanya sekarang. Tak terasa, air mata Hannah mengucur. Tapi dia tidak terisak. Air mata hanya mengalir menuruni pipinya. Kalau saja aku tidak mengkonfrontasi Jacob. Tidak... Kalau saja dulu aku tidak putus kontak dengan kakak, semua ini tidak akan terjadi.

Genius?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang