Hannah (Part 3)

653 68 3
                                    



1986

Januari

"Aku ga habis pikir, Jo," kata Corey sambil menggelengkan kepala. Lelaki dengan jas necis itu menyalami Hannah dengan tangan mantap. "Dari kita semua malah kamu yang nikah duluan."

Hannah tertawa. "Gak ada yang mustahil, Cor." Dia menepuk bahu sahabatnya. "Ngomong-ngomong soal mustahil... Semoga kamu ga jomblo seumur hidup ya."

Corey terkekeh miris menanggapinya.

Kaki Hannah luar biasa pegal telah berdiri berjam-jam menyalami tamu-tamu resepsi pernikahannya, dan lehernya lemas menyangga sanggul yang setiap menit terasa semakin berat. Dia tidak menyangka hari paling bahagia dalam hidupnya ternyata semelelahkan ini. Tapi, tak peduli apa, ini adalah hari paling bahagia.

"Selamat ya..." ucap Corey. Dia bergerak selangkah, lalu menyalami Surya, suami Hannah.

Suami... Hannah tersenyum kecil. Dia melirik Surya yang kini menggenggam tangan Corey erat hingga buku jarinya memutih. Surya mengerling membalas lirikan Hannah sambil tersenyum miring, dan seketika kaki Hannah lemas. Suami.

"Selamat, Sur," kata Corey, balas meremas tangan Surya. Ketidaktulusannya nyaris tidak kentara. "Awas kalo lu ngapa-ngapain Joanna, gua bunuh lu," katanya geram. Corey tertawa, membuat ancamannya itu seolah adalah lelucon. Tapi Hannah tahu itu bukan lelucon. Dia serius.

Hubungan dua orang itu tidak terlalu baik. Surya selalu curiga pada Corey. Dia bahkan pernah bilang, "Hati-hati dengan Corey. Aku punya perasaan buruk tentang dia." Sementara itu Corey secara terang-terangan membenci Surya, entah kenapa. Mungkin karena Surya, anak baru lulus kuliah yang masih pengangguran, melamar Hannah hanya setelah berpacaran empat bulan. Tapi Hannah mencintai laki-laki itu, dan dia yakin itu juga berlaku sebaliknya. Itu sudah cukup bagi Hannah.

"Tenang, Kak," jawab Surya. Dia menghujamkan tatapan setajam pisau pada Corey. "Jo aman sama saya. Makasih ya, Kak, udah dateng," katanya dingin. Dia melirik Hannah dan tertawa lembut.

Oh... suara tawa itu. Otak Hannah seolah berubah menjadi sup.

"JOANAAA..!!" Uli tiba-tiba memeluk Hannah. "Wuih, cantik banget! Selamat ya..."

"Makasih banyak, Uli."

Uli langsung menyalami Surya, lalu menarik lengan Corey supaya dia menjauhi suami Hannah. Dua lelaki itu kelihatan bisa saling bunuh kapan saja.

"Ngomong-ngomong," lanjut Hannah, "kapan nih giliran kamu sama Jacob..."

Hannah terdiam. Jacob? Dia mencari-cari kakaknya di atas panggung pelaminan. Tidak ada. Hannah menyapukan matanya ke sekeliling ruang resepsi. Tidak ada.

Kakaknya tidak datang.

"Uli, di mana Jacob?"

Uli hanya mendesah. Matanya menghindari tatapan Hannah. Dia memutar-mutar tidak nyaman cincin rubi burma yang melingkari jari manis kirinya, cincin pertunangannya.

"Adrian bilang dia bakal nyusul kalau sempat," akhirnya Corey yang menjawab. "Dia lagi ada rapat penting dengan dirut perusahaan calon parter kerja JAC. Kamu tahu Agivax? Abraham Gara? Kami udah—"

"Corey," sela Uli, ekspresinya tidak nyaman. Dia menggenggam lengan Corey erat. "Tolong jangan ngomongin itu lagi."

Hannah kehilangan kata-kata. "R... Rapat?"

"'Kalau berhasil dapet kontrak sama Agivax, kelangsungan JAC bakal terjamin. Aku ga mau buang-buang kesempatan sekali seumur hidup,'" tukas Uli pelan. "Itu yang dibilang Jacob."

Genius?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang