Kolonel dan Celana Sobek

214 27 3
                                        

Tulisan berikut terdapat di bagian dalam amplop surat, ditulis tangan oleh Dio dengan sangat tipis menggunakan pensil :

Tolong aku.

Mereka mengawasi. Aku bahkan tidak tahu apakah mereka memantau telepon dan internetku. Mereka mungkin membaca surat-suratku. Aku tidak tahu lagi siapa yang harus aku hubungi. Kaulah satu-satunya kontakku ke dunia luar.

Aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya padamu--aku akan mencoba menceritakannya--, tapi kumohon, bantulah aku.

Bacalah dengan hati-hati. Setiap detil adalah petunjuk. Setiap awalan adalah kunci : dia mengawasi.

Hati-hatilah.

***

Tulisan berikut terdapat pada suratnya :

Semuanya berawal dari rasa lapar. Setelah memancing uang dari saku celana, aku memutuskan untuk keluar rumah mencari makan. Di pengkolan jalan depan komplekku, ada sebuah restoran. Merah, seperti darah.

Tanpa bersuara, aku masuk, mengantre, menengok kanan kiri, memastikan tidak ada orang yang memerhatikanku, lalu memesan makanan. Sang kolonel memerhatikanku dari atas. Tatapannya seolah berkata, "Makanlah... Bertambah gemuklah ayam-ayamku."

Entah apa yang kupikirkan saat itu. Setelah duduk, aku makan, dan tiba-tiba Malaikat Maut duduk di sampingku. Dia membisikkan beberapa kata, lalu langsung pergi. Begitu selesai makan, aku berlari. Lari ke rumah. Pulang. Tanpa menoleh ke belakang.

Fantasiku menggila memikirkan perkataannya. Sepanjang jalan, kakiku menendang batu-batu jalanan yang tajam. Genangan air asin terciprat ke mana-mana.

Aku tiba di pekarangan rumah. Celanaku tersangkut di pagar, tapi aku lanjut berlari. Celanaku sobek, terkoyak, menyisakan dua carik kain serupa dua garis berwarna biru yang masih tersangkut di pagar. Aku tidak peduli. Aku masuk rumah. Kukunci pintunya. Ini tidak mungkin kan? Aku tidak habis pikir. Malaikat Maut mendatangiku... Ini sama tidak mungkinnya dengan Spongebob dirasuki iblis. Ah, menulis apa aku ini?

"Nanti kau akan mati," begitulah kata Malaikat itu. "Tepat tiga bulan dua minggu dari sekarang, kami akan bertemu. Segalanya akan beres."

Orang macam apa yang tidak ketakutan mendengar itu? Aku langsung merasa seperti ada bintang yang berkelip-kelip di mataku. Ada siulan di telingaku. Inilah dia, akhirnya.

Salam,
Yohandio

Genius?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang