Tak ada yang spesial dimatanya, bahkan gairah hidupnya berada diujung batas keputus asaannya. Mungkin, jika kita lihat dari jauh, ia hidup sepenuhnya dengan normal. Ia pergi sekolah dipagi hari, pulang sekolah di siang hari, dan merenung panjang ketika tiba malam hari.
Ia tak sempurna, untuk itu ia mempunyai sebagian hati yang dapat rapuh bila disentuh. Bukan berarti dia tak pernah nampak, karena ia juga merupakan salah satu dari jenis manusia yang bernapas disepanjang harinya. Dan butuh dicatat, ia hanya tak ingin menampakkan diri banyaknya lautan manusia berada.
Kringg.. Kringg.. Kringg..
Alarm jam dari kamar seorang gadis itu mulai berbunyi dengan nyaring. Tentu saja membuat sang pemilik kamar tersebut menggeliat dari tidurnya, kemudian bangkit dan pergi kekamar mandi untuk melaksanakan ritual mandinya.
Ketika mandinya telah usai, ia mulai mengenakan pakaian seragamnya yang terlihat sangat longgar dipakai, mungkin ukuran baju untuk anak yang menyandang lemak berlebih. Dan tentu saja karena penampilannya, mengundang daya tarik tersendiri untuk ditindas.
Sejujurnya, ia tak pernah mempermasalahkan penampilanya, selama itu tak menganggu daya pikirnya yang penuh dengan beribu tanya. Dan itu juga merupakan ciri khas dari dirinya setelah pindah sekolah dari luar negeri beberapa bulan yang lalu.
Terlihat jam dindingnya masih menunjukkan waktu 05.20 pagi. Dengan sesegara mungkin ia melaksanakan kewajibannya, mengambil air wudhu lalu melaksanakan sholat.
Setelah dirasa semuanya selesai, ia mulai menggunakan kacamata non minusnya dan mulai mengepang rambut panjangnyanya yang akan indah bila digerai saja. Ia tak mengubah banyak penampilan. Namun, biarlah harinya ini berjalan seperti biasanya. Tetap menjadi korban penindasan tanpa merasakan adanya kebebasan di sekolah.
Ia sungguh lelah jika menjadi pusat perhatian atau sekedar populer saja, karena yang ia butuhkan sekarang hanyalah sebuah ketenangan hati ketika menatap dunia. Tentu saja ia sangat benci dengan keramaian, disaat hatinya masih terdapat sepintas kekosongan dan belum tertata rapi sepenuhnya.
Ya, sebut saja dia Ana. Anasthasya Azaria Gideon, atau lebih tepatnya dikenal dengan Anasthasya Azaria saja. Merupakan anak kelas 11-Ipa 1, yang menjadi murid baru di SMA Garuda sekitar tiga bulan yang lalu.
Banyak yang menghujat dirinya karena berpenampilan nerd. Namun yang ia lakukan, hanya menampilkan ekspresi datar tanpa ekspresi. Bahkan ketika dirinya terang-terangan di bully, ia hanya memasang wajah dingin andalannya. Dan setelah apa yang mereka lakukan itu padanya sudah sangat puas, ia tak menghiraukan dan pergi dari tempat penindasannya terjadi. Itulah Ana yang memiliki sikap masa bodoh dengan kehidupan yang mungkin sangat suram dilihatnya.
Kini waktu menunjukkan pukul 06.15 pagi, tapi Ana telah sampai disekolah yang ditempuhnya tak cukup lama. Sepi, masih hanya terlihat segelintir orang yang berlalu lalang tak jauh dari tempatnya berdiri. Namun itulah Ana, tak peduli dengan waktu. Hanya saja ia benci menjadi pusat perhatian dengan penampilan anehnya.
Dan sekolah yang ditempati Ana memang sekolah elit, banyak anak dari keluarga terpandang yang bersekolah di sini. Bahkan banyak anak juga yang bernampilan nerd sepertinya, dan tetap juga akhirnya mereka sama-sama menjadi korban penindasan dari banyak anak yang memandang mereka dengan sebelah matanya. Miris.
Sekolah garuda memang merupakan sekolah terpandang, memiliki nama yang baik dikalangan masyarakat. Namun siapa sangka, murid-muridnya masih membedakan kasta, membedakan penampilan, dan apapun yang terjadi selalu saja dianggap olehnya sebagai pembodohan saja.
Silahkan dinilai! Setiap anak yang mendapat beasiswa di sana, mereka selalu dipandang rendah. Diolok-olok, bahkan dihina tanpa ampun karena menganggap mereka adalah orang-orang yang tidak mampu. Namun apa salahnya? Bukankah mereka cukup bodoh untuk memahami semuanya. Dan ya, disina hukum kasta masih berlaku, dan kasta tertinggilah yang seolah-olah menjadi kaum penguasa. Sedangkan Ana dan anak-anak beasiswa lainnya di sana, termasuk kaum yang paling ditindas. Diremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
S.A.D In A Life (Completed)
Teen Fiction(Pertama kali buat. Ini cerita ter absurd yang pernah aku buat, mohon dimaklumi) Terkadang kita bisa kuat seperti batu. Namun dibalik itu, masih tersimpan kerapuhan yang berakibat layaknya sebutir debu. S.A.D In a Life (Stone And Dust In A Life) __...