Forty Three

61.5K 2.4K 12
                                    

Ana menghempaskan tubuhnya keatas ranjang. Tak henti-hentinya ia tersenyum, bahkan Aksen yang melihatnya, menaruh rasa curiga pada perubahan sikap Ana.

Tok.. Tok.. Tok..
Seseorang mengetuk pintu kamarnya dari luar. Ana melirik sekilas, kemudian bangkit untuk menyuruhnya masuk.

"Kenapa Bang Devon? Tumben jam segini belum tidur?" tanya Ana heran sambil melirik jam dinding yang terpampang jelas diatas lemarinya.

"Nggak apa-apa. Gimana pestanya tadi? Suka?" ucap Devon menanyakan balik.

"Ya lumayan lah. Oh ya, gimana lamarannya tadi? Sukses besar kah? Bang Devon udah ke kampung halamannya Mbak Alissha?" tanya Ana begitu penasaran.

Sedikit informasi. Devon dan Alissha sudah resmi bertunangan minggu lalu. Dan entah apa yang memutuskan Devon untuk cepat-cepat menikahi sang kekasih. Ya, walaupun keputusannya diterima baik oleh sang keluarga, bagaimana dengan peran utama yaitu Alissha yang nantinya berada di pelaminan dalam kurun waktu sebulan? Gugup, pasti. Namun bahagialah yang mungkin akan terpancar jelas dari wajah mereka. Ana tersenyum, setidaknya Alissha tak ada rasa kesepian lagi, disaat dirinya masih berada dalam keramaian.

"Alhamdulillah sukses. Tidur gih udah jam satu pagi juga, nanti sekolah ngantuk gimana?"

Ana mendengus. "Aku pikir besok libur."

"Ngaco ya kamu. Udah gih tidur, nanti ngantuk beneran lho. Oh ya nanti jam tiga pagi, Abang sekaligus Papah dan Mamah, akan pergi ke LA selama satu minggu karena urusan pekerjaan. Jadi jaga diri kalian baik-baik ya, nanti Alissha juga datang kesini buat ngawasin kalian. Awas aja kalau kamu masih jahil sama dia." jelas Devon panjng lebar.

"Yesss, akhirnya Mbak Alissha dateng. Oke ana tidur sekarang, maaf nggak ikut nganter kalian. Titip salam sama Papah dan Mamah ya Bang."

Devon hanya mengangguk, lalu mengecup pelan kening adiknya dengan penuh kasih sayang. Setelah itu, Devon keluar dan menutup pintu rapat-rapat.

Tok.. Tok.. Tok..

Baru saja ana akan memejamkan mata, jika saja tak ada lagi yang mengganggu tidurnya. Namun, cepat-cepat Ana bangun dan melangkah kembali untuk membuka pintunya.

"Huft.. Tadi Bang Devon, sekarang Bang Aksen pula." keluh Ana yang membuat Aksen terkekeh pelan.

"Kok Adek kecil abang marah-marah mulu. Nggak jadi cantik lah." ledek Aksen.

Ana mengerucutkan bibirnya. "Abang kenapa kesini? Ada urusan kah?"

Aksen tersenyum. "Nggak. Bang Aksen cuma nggak bisa tidur, terus iseng deh ketuk-ketuk pintu kamu. Ehh, orangnya ternyata belum tidur."

"Ohhhh, terus sekarang ngapain?" tanya Ana kembali.

"Abang numpang tidur dikamar kamu ya? Please."

Ana menghirup napas panjang.

"Terserah Abang lah."

___

Sang mentari telah memancarkan sinarnya pagi ini, bahkan dengan semangatnya cahaya mentarinya telah memasuki celah-celah jendela Ana dan Aksen berada. Namun tetap saja cahayanya tak membuat mereka terbangun, mungkin sedang asyik-asyiknya bermimpi dialam bawah sadarnya. Dan mereka baru saja tertidur ketika kedua orang tuanya dan Abangnya pergi. Begitulah rapal Alissha yang melihat dua kantung mata calon Adik Iparnya mengembang besar.

Sang Asisten rumah, Bi Inah yang memang berniat membangunkan keduanya, juga dibuat sangat kesusahan. Pasalnya mereka tak kunjung bangun dan hanya bergumam pelan, yang membuat Bi Inah tak henti-hentinya menggelengkan kepala.

"Den Aksen, Non Ana. Ini udah mau jam tujuh loh. Nggak berangkat sekolah." ucap pembantunya itu.

Ana menggeliat pelan. Walaupun matanya masih setengah terpejam, ia berusaha untuk bangun. Sedangkan Aksen, ia masih saja terhanyut dalam mimpi indahnya.

Ana terduduk lemas disamping ranjang. Sungguh matanya tak henti-hentinya menyuruhnya untuk tetap terpejam. Ana melirik sekilas kearah jam dinding, dan karena kesadarannya belum penuh, ia masih tetap diam.

"Whatt! Jam tujuh, kok nggak ada yang bangunin gue!"

Ana langsung berlari menuju kamar mandi. Dan Bi Inah yang memang sedari tadi belum keluar, dengan refleks langsung mengelus-elus dadanya.

Tiga menit kemudian, Ana telah keluar dari kamar mandi dengan rambut yang sedikit basah. Tak sengaja Ana mendapati Aksen yang masih tertidur pulas, ia langsung menepuk jidatnya.

"Oyyyy Bang, udah telat nih kita. Masih asyik mimpiin mimi peri aja!" teriak Ana tepat ditelinga kanan Aksen.

Aksen yang memang sedang asyik-asyiknya bermimpi pun, langsung terlonjak kaget.

"Kok kamu ngagetin Abang sih." keluh Aksen sambil mengucek-ucek matanya.

"Lihat jam deh Kak, kita telat sekolah nih." ucap Ana sekali lagi dengan santai.

"Hah?! Kok kamu nggak ngebangunin Abang!" seru Aksen terlonjak keget, lalu berlari menuju kamarnya.

Sedangkan Ana hanya melebarkan matanya tak percaya. "Lha itu kalau nggak ngebangunin apa coba?"

Setelahnya Ana berlari menuju meja beajarnya, dan mengambil tas kesayangannya. Ia berlari menuju rak untuk mengambil sepatunya.

Mengambil sepatu yang dirasa cocok, kemudian memakainya pada sepasang kakinya. Lalu setelah semuanya dirasa rapi, Ana berjalan cepat menuruni tangga dan berhenti diruang makan. Terlihat disana sudah tersedia nasi goreng  sosis yang dicampuri dengan telur. Tanpa basa-basi Ana melahapnya habis.

Aksen yang berlari menuruni tangga pun tak luput dari perhatian Ana. Lihatlah penampilan Abangnya sekarang, rambut yang masih basah dan acak-acakan, lalu dengan dasi yang dipasang sembarangan. Namun itu tak membuat kadar ketampanannya runtuh, dan Ana akui penampilan Kakaknya emang sudah jauh dari kata perfect.

"Makan dulu kali Bang. Lo ngebut segala macem nanti, yang jelas  kita udah 15 menit telat. Percuma kan kita nunggu sampai satu jam berdiri hanya untuk masuk sekolah, santai aja kali. Telat atau bolos pun, nantinya kita bakal tetep dihukum." ucap Ana panjang lebar.

"Oke, jadi gue makan dulu aja kali ya." dan Ana hanya mengangguk mengiyakan, sambil memainkan ponselnya.

*****
857 Kata.

Instagram: @vaa_morn01

S.A.D In A Life (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang