Twenty Four

92.7K 4K 17
                                    

Bete. Mungkin itulah yang menjadi pemikirannya saat ini. Bagaimana tidak bete, jika nantinya si Arkan si Pemaksa itu bakalan datang ke kelasnya pada istirahat pertama nanti.

Jangan tanyakan, apakah ia malu. Toh tentu saja ia sangat malu dengan dirinya saat ini. Apalagi status dirinya dengan Arkan lagi trending-trending nya. Tentu saja nyalinya ciut, ketika banyak orang yang penasaran ingin mengetahui dirinya.

"Woyyyy Na, diem-diem bae. Ciee.. Mikirin yayang Arkan ya." ucap Dinda menggoda.

"Ciee.. PJ mana PJ, asoyyy lah." balas teman sekelasnya serempak.

Memang setelah mengetahui faktanya bahwa Ana hanyalah fake nerd. Banyak anak yang datang dan ingin berteman dengannya. Dan Ana hanya menjawab saja dengan deheman saja.

Ting!

Notifikasi dari Aksen, yang membuat Ana membukanya dengan cepat-cepat.

My Brother ❤
Cieee.. Yang udah jadian. PJ mana woyyy!

Ihhh apaan!
Jadian dari mananya?

Nggak usah sok nggak tahu lah dek, pacarnya ilang baru tahu rasa.

Alhamdulillah.

Kok Alhamdulillah?

Ya iya lah. Aku doain juga biar tuh bocah cepet musnah dari muka bumi. Enek gue sama sifatnya.

Pasangan edan.

Biarin.

(Read)

Ana keluar dari kelasnya karena jenuh dengan pelajaran kosong. Ia memilih pergi keperpustakaan untuk membaca, ketimbang diam saja tanpa beraktivitas.

"Kak, bisa minta tolong nggak?" tanya seseorang.

Ana menoleh, lalu mendapati seorang cowok berkacamata tebal dengan banyak buku pelajaran yang dibawa. Bisa dipastikan bahwa cowok itu adalah adik kelasnya, yang mungkin kutu buku.

Ana mengangguk. "Kenapa?"

"Aku nggak bisa ngerjain ini. Udah aku cobain segala rumus buat ngerjain, tapi nggak bisa-bisa. Aku juga udah browsing rumus diinternet, tapi nggak ketemu hasilnya." jelas cowok itu panjang lebar.

Ana meneleti pengerjaan adik kelasnya itu. Satu menit, dua menit, lima menit, dia udah tau dibana kesalahannya.

"Rumus yang kamu gunakan itu benar, yang salah itu bagaimana cara kamu mengerjakannya dan menghitungnya. Tapi memang rumus yang kamu gunakan itu sangat rumit, butuh konsentrasi penuh buat ngejawabnya. Jadi mending kamu pakai rumus yang aku tulis ini. Selain simpel, kamu nggak perlu banyak mikir buat menghitung hasilnya." jelas Ana sambil menuliskan beberapa rumus yang dianggapnya mudah.

"Terimakasih kak." ucap cowok itu kembali.

"Sama-sa..."

Belum juga Ana menyelesaikan ucapannya, seserang memotong pembicaraannya.

"Oh jadi gini, perbuatan kamu dibelakang aku. Nggak puas tadi pagi aku ceramahin panjang lebar, dan sekarang kamu ngulangin kesalahan lagi tanpa sepengetahuan aku." ucap Arkan dengan tersenyum miring.

Ana terheran. "Emang salah gue apa?"

"Udah aku bilangin kan pakai aku-kamu jangan lo-gue. Mau gue cium hm?" ucap Arkan yang kemudian berjalan santai kearah Ana.

"Ngg.. Maksudnya, emaang salah aku apa?" tanya Ana terbata-bata.

"Salah kamu adalah deketin cowok selain aku. Dan itu namanya pelanggaran."

Arkan menarik tangan Ana dan berjalan cepat kearah parkiran. Presetan dengan bolos, toh Arkan anak pemilik sekolah. Dia bisa ngelakuin apa aja yang memang menjadi keinginannya tanpa ijin.

Dihempaskannya Ana kedalam mobil samping kemudi, lalu ditutupnya dengan kencang. Arkan lalu berputar, dan masui kedalam mobilnya.

Ana tetap diam tanpa mengeluarkan suara, meskipun otaknya masih bertanya-tanya. Ia urungkan untuk mengeluarkan suara, namun bagaimana bisa ia tetap jika Arkan sendiri mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.

"Nyetirnya bisa biasa saja nggak? Lo bawa anak orang." ucap Ana menyindir.

"Sekali lagi kamu ngomong pakai lo-gue, pasti ada hukumannya." tutur Aksen datar.

"Please, kalau nggak bisa nyetir, nggak usah nyetir."

Cittt..

Brakkkk..

Aksen mengerem dadakan mobilnya. Tentu saja Ana yang memang tidak memakai sabuk pengaman dari awal, langsung terbentur dan mengakibatkan jidatnya terluka.

"Kamu nggak apa-apa? Sakit nggak? Kita kerumah sakit sekarang ya?" kata Arkan dengan nada khawatir.

"Udah nggak apa-apa. Nggak sakit kok, tenang aja. Aku nggak mau ke rumah sakit, titik."

Arkan menghembuskan napas pelan. "Ya sudah, kamu kerumah aku ya, biar diobatin tuh luka. Aku nggak mau kamu kenapa-napa."

"Terserah."

Arkan tersenyum. Lalu memakaikan sabuk pengaman yang memang belum dipakai Ana. Dan pada saat itu tatapan mata mereka beradu untuk sekian lama.

Deg.

'Jantung gue kenapa ya?' batin Ana.

"Ekhhemmm." ucap Ana ketika sadar dan membuat Arkan langsung kembali keposisi sebelumnya.

Kali ini Arkan mengemudikan mobilnya dengan pelan. Takut, Ana terluka kembali karena ulah dirinya. Setelah beberapa saat lamanya mobilnya membelah jalanan, kini mereka telah sampai dirumah Arkan.

Sungguh tercengang Ana ketika mendapati rumah Arkan yang memang layaknya istana. Bahkan didalamnya pun, interior rumahnya sangat indah.

'Mungkin keturunan orang kaya dari jaman dulu kali ya.' batin Ana dalam hati.

"Keluarga kamu kemana?" tanya Ana penasaran kerena rumah bak istana itu terbilang sepi.

"Keluargaku semuanya ada diluar negeri. Dan mereka pulang satu bulan sekali sih. Nggak usah khawatir, aku nggak akan ngapa-ngapain kamu. Aku nggak sendiri kok, masih banyak pembantu dirumah ini." jelas Arkan yang memang tahu jalan pikiran Ana. Sedangkan Ana hanya tersenyum kikuk.

*****
764 Kata.

Terbilang sedikit? Ya maklum pemula.

Instagram: @vaa_morn01

S.A.D In A Life (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang