Aksen terus memijit pelipisnya, kala ia tak berhasil membangunkan Adik manisnya yang terus bergelanyut dalam mimpinya. Entah apa yang ia lakukan semalam, sehingga susah untuk dibangunkan pagi ini.
"Ana, please ayo bangun. Ini udah siang loh, emang kamu nggak sekolah." ucap Aksen sambil menepuk-nepuk pipi adik malasnya itu.
"Ana masih ngantuk Bang. Besok aja banguninnya lah."
Aksen melototkan matanya tak percaya. Besok aja dibangunin, emang dia apaan?
Dengan kesal, Aksen masuk kekamar mandi. Lalu membawa dua gayung berisi air penuh. Aksen tersenyum jahil. Lalu dengan beberapa hitungan, ia menumpahkannya sekaligus kemuka Ana.
"Banjir.. Banjir.. Selamatkan diri kamu.. Ayo ngungsi, keburu tenggelam!" seru Ana kemudian.
Aksen tertawa terbahak-bahak. Banjir dari mananya, bahkan sekarang masih musim kemarau.
"Bangun oyyy, sekolah. Udah jam 06.30 nihh" ucap Aksen dengan sedikit kesal.
"Hah, apa! gue telat?!"
Dengan sekali hentakkan, Ana langsung berlari menuju kamar mandi. Tak peduli ada Aksen di sana, bahkan Aksen hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Adiknya itu.
Dan sepuluh menit telah berlalu. Ana berjalan menuruni tangga dengan terburu-buru. Tasnya ia sampirkan begitu saja ditangan kanannya, sedangkan tangan kirinya sibuk menenteng sepasang sepatu yang nanti akan dikenakannya.
"Pagi semuanya." ucap Ana, lalu meminum segelas susu putih yang sudah disediakan, beserta sandwich yang telah tertata rapi diatas piring untuknya.
"Pagi sayang, minumnya sambil duduk dong sayang. Nggak baik loh makan minum sambil berdiri." nasihat Papahnya.
Ana terkekeh. "Hehe.. Piis Pah.. Ana udah telat."
"Lagian kok Anak kesayangan Mamah yang satu ini bisa bangun kesayangan. Perasaan waktu Mamah cek kamar kemarin, kamu udah tidur deh."
Ana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maafin Ana Mah, kemarin Ana pura-pura tidur. Setelah Mamah tutup pintu, Ana langsung buka laptop dan streaming Oppa-oppa korea sampai nggak lupa waktu."
Dan pada saat yang bersamaan, Devon juga datang menuruni tangga dengan jas yang sudah terpasang rapi.
"Kok Ana belum berangkat Pah, Mah.. Perasaan Aksen udah nggak kelihatan batang hidungnya deh." heran Devon.
"Ana kesiangan. Cepet gih makan, terus anterin Ana ke sekolah." protes Mamahnya, yang dijawab kekehan kecil dari Devon.
Ana mendengus sebal. "Nggak mau. Ana mau pakai Angkutan Umum aja."
"Nggak terima penolakan Adek kecilku sayang. Adek kecil Abang kan udah telat. Pokoknya hari ini berangkatnya bareng sama Abang, biar nggak tambah telat."
"Ya sudahlah, terserah. Ana tunggu di mobil loh ya! Pah.. Mah.. Ana berangkat ya, Assalamu'alaikum." pamit Ana kemudian.
Namun sebelum itu, Ana mengambil beberapa sandwich yang kemudian dimakan olehnya sambil berjalan. Dan semua orang di sana hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya udah. Devon pamit ya Mah.. Pah.. Devon nggak mau adik kesayangan Devon nunggu lama, terus terlambat masuk ke sekolah."
"Ya udah.. Hati-hati dijalan. Jangan ngebut, patuhi peraturan lalu lintas, jaga Adik kamu baik-baik. Kalau terjadi apa-apa sama Adik kamu, Mamah nggak bakal ngrestuin hubungan kamu sama Alissha nanti." ucap Mamahnya.
Devon mendelik tak percaya. "Mamah ngancam Devon?"
"Nggak ngancam kok. Cuma memberi peringatan aja." lanjut Mamahnya kembali.
"Sayang, nggak boleh gitu dong sama anak sendiri. Nggak baik." ucap Papahnya membela Devon.
Devon tersenyum. "Papah emang the best lah."
Papahnya tersenyum bangga. "Iya dong. Papah gitu loh."
Mamahnya membuang muka malas. Sedangkan Devon hanya tersenyum tipis.
"Ya udah Devon berangkat ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam" jawab Papah dan Mamahnya serempak.
Devon berjalan santai menuju mobilnya. Ia dapat melihat Ana yang tengah mengotak-atik ponselnya. Dan entah kenapa membuatnya tersenyum senang.
Aku harap ini bukan pertama dan terakhirnya kita bersama dek. Ini akan selalu terjadi disetiap harinya. Batin Devon dalam hati.
"Kok Abang lama?" tanya Ana ketika Devon telah masuk ke kursi kemudi mobilnya.
"Kan makan dulu. Kamu udah kenyang?" tanya Devon balik
"Belum sih. Tapi nggak apa-apa deh dari pada tambah telat."
Dan selanjutnya, suasana mobil menjadi hening. Tak ada yang membuka suara, namun sepertinya Devon ingin bercerita.
"Kalau mau cerita. Cerita aja kali Bang?" tebak Ana dari raut muka Devon. Devon yang mendengarnya pun dibuatnya kaget.
"Kok kamu tahu, Abang pengin cerita?" tanya Devon bingung.
"Itu mah gampang. Pikiran Abang gampang ketebak. Mau cerita tentang Mbak Alissha kan?" tebak Ana kembali.
Devon terkekeh kecil. "Kok kamu tahu lagi sih Dek?"
"Gampang. Apa lagi yang Abang pikirin selain Mbak Alissha. Mau cerita dari mana?" tanya Ana kemudian.
"Dari awal kamu ketemu sama Alissha. Kenal sama Alissha. Dan bisa tinggal serumah dengan Alissha." jawab Devon selanjutnya.
"Gampang. Nasib yang telah mempertemukanku sama Alissha disuatu tempat. Dan masalah tinggal serumah, itu memang usulku dari awal. Cukup ajalah sampai situ, yang lain biarlah jadi rahasia."
Devon mengerucutkan bibirnya sebal. Sedangkan Ana hanya terkekeh geli melihatnya.
"Abang tahu nggak, Mbak Alissha paling suka sama pecel lele buatan Mang Umar."
"Mang Umar? Siapa? Emang dimana warungnya?"
"Diperempatan jalan menuju Apertemen, di sana ada warung pecel lele. Nah itu miliknya Mang Umar."
Devon hanya ber oh ria. Dan tak terasa mereka telah sampai didepan gerbang sekolah yang hampir ditutup, namun dengan sigap Ana berlari dan mencegah Pak Satpam itu untuk tidak menutupnya terlebih dahulu.
"Thanks Abang. Jangan lupa ditunggu tuh sama Mbak Alissha di kantor. Tadi sih katanya kayak gitu, katanya mau ngasih Abang sarapan." teriak Ana yang membuat pipi Devon merah karena malu.
"Awas kamu nanti dirumah." peringatan Abangnya, membuat Ana tertawa. Lalu berlari menuju kelasnya.
*****
852 Kata.
Instagram: @vaa_morn01
KAMU SEDANG MEMBACA
S.A.D In A Life (Completed)
Teen Fiction(Pertama kali buat. Ini cerita ter absurd yang pernah aku buat, mohon dimaklumi) Terkadang kita bisa kuat seperti batu. Namun dibalik itu, masih tersimpan kerapuhan yang berakibat layaknya sebutir debu. S.A.D In a Life (Stone And Dust In A Life) __...