Akhir pekan.
Hari yang paling ditunggu Ana pastinya. Bukan karena dirinya libur sekolah, tapi dikarenakan ia akan mengunjungi Adik-adik Pantinya yang jarang ditemui.
Ia begitu bahagia menunggu hari yang telah direncanakan itu. Bahkan saking semangatnya, shubuh-shubuh ia sudah siap dengan style pakaian yang selalu digunakannya setiap hari. Celana jeans hitam, kemaja kotak-kotak, lalu tas yang sudah dipakainya dipunggung. Setelah menunaikan sholat sebagai umat muslim, dengan langkah gembira ia mulai menuruni tangga dan membuka pintu utama yang masih terkunci.
Ceklek.
Ana membuka pintu itu, dan setelahnya merasa kaget. Bagaimana tidak? Di sana sudah berdiri Arkan lengkap dengan pakaian santainya dan menatap dirinya penuh tajam.
Mungkin ada janji sama Aksen kali ya. Batin Ana positif.
"Kamu mau kemana pagi-pagi begini? Kamu nggak lihat kondisi kamu sekarang gimana? Mau ketemuan sama selingkuhan kamu, iya!"
Ana mendengus sebal. Selalu seperti ini, males lah.
"Enggak Arkan, aku mau jalan-jalan pagi. Udah itu aja. Please, izinin ya." pinta Ana pada Arkan.
"Enggak. Udara sepagi ini nggak baik buat kamu!" seru Arkan sambil memegang bahu Ana.
"Yeahh.. Please lah." pinta Ana kembali.
"Oke, tapi aku ikut." jawab Arkan santai.
"Tapi kamu janjian sama Aksen kan?" tanya Ana mengalihkan.
"Itu sih bisa diatur."
"Ya udah terserah kamu aja lah."
Ana berjalan mendahului Arkan yang berjalan santai dibelakang sambil memasukkan kedua tangannya disaku celana. Biarlah, ia tak ingin menjadi banyak perhatian karena berjalan beriringan dengan populasi cogan yang semakin hari, kian menipis itu.
"Jangan cepet-cepet dong sayang. Aku nggak mau kamu jatuh, terus sakit." ucap Arkan yang kini menyamai langkah Ana.
"Biarin. Terserah gue lah." jawab Ana seadanya.
Cup.
Arkan mencium pipi Ana setelahnya, sehingga menimbulkan pipi Ana langsung memanas. Jujur Ana kesal, tapi kenapa pipinya merah ya?
"Ingat hukuman sayang." peringat Arkan.
"Pipi gue lagi-lagi nggak perawan karena lo Arkan!"
"Bahasanya sayang." peringat Arkan, sehingga membuat Ana langsng terdiam dengan hati dongkol.
_____
Ditamanlah sekarang mereka berada dengan ditemani para pencahayaan yang masih setia menyala. Walaupun masih begitu pagi, tapi taman sudah dipenuhi oleh para pengunjung yang berjalan pagi sekedar mengeluarkan keringat.
Ana duduk disamping Arkan yang tengah memainkan game online nya. Jangan tanyakan, jika mereka tidak menjadi banyak perhatian di sana? Bahkan Ana sudah sangat risih dengan keadaan disana. Ia menjadi pusat perhatian karena Arkano Arfian Bagaskara. Dan itu karena paras Arkan yang mendekati sempurna. Catat itu!
Mimpi apa gue semalem, batin Ana.
Ana bangkit dari duduknya, namun ketika ia hendak melangkah, tangannya dicekal oleh Arkan dengan tatapan tajam.
"Mau kemana?" tanya Arkan tajam.
"Mau nyari cogan, siapa tahu ada yang lewat."
Jawaban Ana membuat Arkan geram, bahkan sangat geram. Saking geramnya, Arkan mendudukkan Ana kembali dengan paksa.
"Kok lo kasar banget sih?" tanya Ana yang tidak memakai Aku-Kamu lagi.
"Jaga kosokatamu sayang. Aku nggak mau kamu nyari cowok lagi, lagian didepan kamu ini udah ada cowok ganteng kan?" jawab Arkan sambil menyimpan ponselnya.
"Tapi aku bosen duduk mulu. Pokoknya aku mau kesuatu tempat, dan kamu nggak boleh nolak." ucap Ana memperingati.
"Oke, aku akan berusaha untuk nggak menolak."
Ana mulai berjalan dengan Arkan yang berada di sampingnya. Ana berusaha cuek dengan sekitar, lalu berhenti dipertigaan jalan.
"Kok berhenti, udah sampai?" tanya Arkan bingung.
Ana menggeleng pelan.
"Nanti kamu juga tahu, nah itu angkutan umumnya datang." ucap Ana antusias.
"Angkutan umum?" tanya Arkan tak percaya.
"Ya. Jangan bilang kalau kamu nggak pernah naik angkutan umum?" tanya Ana sambil menyipitkan matanya.
"Emang seumur hidupku nggak pernah." gumam Arkan pelan, namun masih bisa didengar Ana.
"Untuk itu kamu harus mencoba hal baru. Nggak selamanya kita terus hidup mewah, sekali-kali kita berbaur dengan masyarakat. Ayo!"
Ana menarik Arkan memasuki Angkutan umum yang sudah ramai dengan ibu-ibu.
"Pak, nanti berhenti di Jl. Anggrek No.10 dekat Panti itu ya."
"Siap, neng."
Ana dan Arkan memang duduk bersebalahan. Namun tidak menutup kemungkinan juga, mereka menjadi banyak perhatian dari Ibu-ibu yang ratunya tukang gosip.
"Wihhh.. Cowoknya ganteng, kayaknya cocok sama anak saya." ucap salah satu Ibu sambil mencubit pipi Arkan dan menunjuk Anaknya yang berada didepannya, dan Arkan hanya tersenyum kikuk menanggapi.
Ana berusaha menahan tawanya, pipinya merah dan mengembung. Bagaimana tidak, perempuan yang dimaksud Ibu-ibu itu adalah perempuan gendut yang tengah memakan donatnya dengan rakus. Sedangkan Arkan yang sedari tadi melirik Ana, memandangnya sebal.
"Ketawa aja, nggak usah ditahan." ucap Arkan yang gemas namun kesal.
"Hahahaha.. Lucu aja kamu dijodohin sama dia, terima aja sana." jawab Ana santai.
"Yang ceweknya juga cantik, cocok untuk anak saya dirumah." ucap Ibu-ibu lagi yang langsung mendiamkan Ana dan menoleh antusias.
"Insyaallah... Kalau ganteng dan dijodohkan, saya terima."
Arkan melotot tajam, wajahnya sudah tak bersahabat lagi. Antara kesal dan emosi bersatu didiri Arkan. Bahkan tangan kanannya sudah melingkar dipinggang Ana begitu possesive.
"Maaf, kalau cewek yang disebelah saya udah jadi milik saya Bu. Nggak bisa tergantikan oleh orang lain dan dimiliki orang lain. Dia calon anak-anak saya dimasa depan saya." sungut Arkan sebal, yang mendadak membuat semua orang tertawa, termasuk Ana.
Dan tepat pada saat itu, Angkutan umum berhenti sesuai tempat tujuan Ana. Ana langsung turun, diikuti Arkan yang mengekor dibelakangnya.
"Ini pak uangnya." ucap Ana sembari mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan.
"Aduh neng nggak ada kembaliannya."
"Buat Bapak aja, nggak usah dikembaliin."
"Ya udah, terimakasih neng. Semoga rejekinya dilancarkan terus."
Ana mengangguk lalu melihat Arkan yang masih berdiri diam.
"Kita mau kemana?" tanya Arkan yang mulai bingung.
"Ketempat semua orang bahagia di sana. Ayolah, nggak usah banyak tanya dulu. Entar juga nyampe." ucap Ana sambil menarik tangan Arkan dengan berjalan cepat.
Arkan yang menatap tangan kanan Ana menggenggam tangannya, tersenyum senang. Bahkan ia, tak berhenti-hentinya tersenyum, hingga mereka sampai di pelataran panti.
"Sudah sampai." ucap Ana antusias.
"Panti asuhan?" pernyataan Arkan bingung.
"Kamu pasti seneng. Ayo masuk." ucap Ana yang berlari mendahului Arkan.
*****
956 Kata.
Instagram: @vaa_morn01
KAMU SEDANG MEMBACA
S.A.D In A Life (Completed)
Fiksi Remaja(Pertama kali buat. Ini cerita ter absurd yang pernah aku buat, mohon dimaklumi) Terkadang kita bisa kuat seperti batu. Namun dibalik itu, masih tersimpan kerapuhan yang berakibat layaknya sebutir debu. S.A.D In a Life (Stone And Dust In A Life) __...