Ana menggambar sesuatu di balik buku catatannya. Tak tahu apa yang digambar, namun Ana berada pada mode serius sekarang ini.
Kemarin malam, ia tak pulang ke rumah. Ya, ia lebih memilih untuk tidur di apartemen setelah menjenguk Aksen dari rumah sakit. Di rumah sakitpun, ia tak langsung masuk ke dalam. Karena ia lebih memilih untuk menjaga Aksen dari jarak yang jauh, ketimbang nanti ia melakukan kesalahan yang sama lagi.
Berapa hari Aksen tak masuk. Namun Ana sudah menghadap ke wali kelas Aksen mengenai ketidak hadiran Kakaknya. Sehingga ia tak perlu khawatir lagi dengan keadaan Kakaknya di sekolah.
Kali ini, tak ada jam belajar karena semua kelas sedang kosong. Bahkan beberapa menit lagi semua murid akan dipulangkan, karena semua guru akan rapat. Tentu saja membuat Ana merasa senang dengan hal itu.
"Na, pensi akan diadakan empat hari lagi dari sekarang. Lo udah siap dengan penampilan lo?" tanya Jihan sang ketua kelas.
Ana menoleh sekilas, lalu fokus lagi dengan gambarnya.
"Belum. Tapi tenang aja, gue pasti bisa mengatasi acara tentang pensi itu. Masih empat hari lagi kan? Masih banyak waktu juga." jawab Ana yang tetap fokus dengan gambarnya.
"Oke, sip deh buat lo. Thanks juga karena lo mau ngewakilin kelas kita. By the way, yuk pulang. Kelas lain udah pada pulang tuh." ucap Jihan yang sudah berlari menuju bangkunya.
Ana menatap kearah luar jendela. Apa yang diucapkan Jihan memang benar. Ia kembali ketempat duduknya, lalu mengemasi barang-barangnya ke dalam tas.
"Oh ya, yuk quality time bareng. Kita belum pernah pergi berempat loh." ajak Maudy yang sudah menggendon tas nya.
"Betul Na. Sekali-kali lah, kita main bareng." sambung Shasa dan Dinda bersamaan.
Ana melirik kearah jam tangannya, lalu menatap ketiganya dengan tersenyum.
"Oke, let's go." balas Ana mengajak semuanya.
Shasa, Maudy, sekaligus Dinda langsung berbinar. Ini kali pertama Ana mau diajaknya pergi. Tentu saja mereka senang. Bahkan saking semangatnya, mereka menarik tangan Ana menuju parkiran.
Untung saja Shasa membawa mobil hari ini. Jadi mereka tak perlu pulang terlebih dahulu, yang dapat membuang-buang waktu mereka.
Shasa menyetir mobilnya sedangkan Ana berada di sampingnya. Dan dibelakang, terdapat Dinda dan Maudy yang saja bercanda dan tertawa.
"Guys, kita mau pergi kemana dulu nih?" tanya Shasa yang fokus menyetir.
"Mungkin kita makan dulu. Setuju nggak?" usul Dinda kepada ketiganya.
Ana mengangguk. "Mungkin kita kewarung makan itu terlebih dahulu."
Mereka setuju. Lalu mencari tempat makan yang akan memuaskan kebutuhan mereka. Setelah beberapa lama mereka berada di dalam mobil, kini mereka sudah sampai disalah satu tempat favorit dikotanya.
Mereka secara berdampingan mulai duduk di salah satu bangku yang tersedia. Tak ada percakapan yang terjadi, mereka sibuk dengan ponselnya masing-masing.
"Mbak mau pesen apa?" tanya seorang pelayan yang sekarang berada dihadapan mereka.
"Kita mau pesen nasi goreng seafood, minumnya lemon tea saja."
Pelayan itu mengangguk, lalu pergi meninggalkan mereka.
"Oh ya, setelah ini kita kemana?" tanya Maudy yang memulai percakapan.
"Kemana aja lah, yang penting kita bisa quality bareng sama-sama." jawab Dinda kemudian.
Ana tersenyum sesaat. Mungkin tak ada yang mengerti arti senyuman Ana saat ini, tapi biarlah Ana melakukan kemauannya sesuai kehendaknya.
"Kita nanti ke mall aja gimana? Gue yang akan traktir kalian nanti, itung-itung sebagai quality time pertama gue dengan kalian." usul Ana seletahnya.
Semua orang mengangguk antusias, bahkan bersorak ria dengan apa yang dituturkan Ana itu.
_____
Setelah menghabiskan waktu dengan sahabat-sahabatnya, ia tak langsung pulang ke rumah. Sesuai jadwalnya, ia harus pergi ke rumah sakit menemani Aksen.
Begitu Ana sampai di rumah sakit, ia tak langsung masuk ke dalam tempat Aksen dirawat. Ia sangat canggung, bahkan untuk masuk kedalam pun rasanya berat.
Ana menghirup napas berulang-ulang. Setelah itu, ia masuk ke dalam ruangan itu dengan mengucapkan salam yang begitu pelan. Aksen yang masih terjaga pun langsung menoleh, dan langsung tersenyum ketika Ana berada di hadapannya saat ini.
"Ana apa kabar?" tanya Aksen lembut.
Ana menggaruk-garuk rambutnya sedikit canggung.
"Baik, Bang Aksen apa kabar? Nggak ada yang sakit-sakit kan?" tanya Ana yang terlihat sedikit khawatir.
Aksen tersenyum. Lalu dengan sekuat tenanganya, ia mencoba untuk duduk. Ana sendiri masih tetap bergeming ditempatnya, tak ingin melangkah jauh lagi dengan jarak Aksen saat ini.
"Abang baik-baik aja. Sini sih duduk di samping Abang, masa ngejenguk orang berdirinya jauh banget kayak gitu." protes Aksen dengan bibir yang ditekuk.
Ana tersenyum, lalu berjalan pelan menuju Aksen berada. Baru saja ia berhenti, Aksen langsung menarik tangannya untuk duduk di sampingnya.
"Nanti abang sakit kalau Ana di sini." kali ini Ana yang memprotes.
Aksen langsung memeluk Ana dari samping, dan memejamkan matanya untuk sesaat. Rasa-rasanya hatinya terlihat sedikit tenang dan menikmati. Begitu juga dengan Ana, hatinya makin lama kian menenang.
Aksen menatap Adiknya dengan sayang. Kedua tangannya memegang bahu Ana dan tersenyum tipis.
"Kita akan pergi dari sini secepat mungkin." ucap Aksen dengan tenang.
Ana terdiam. Sepertinya memang harus seperti itu. Ana mengangguk mengiyakan ucapan Aksen, lalu bangkit dari duduknya dan mengambil sesuatu di dalam tas.
"Bang Aksen udah makan?" tanya Ana kemudian.
Aksen menggeleng pelan.
"Makanan di sini pahit, nggak enak sama sekali." balas Aksen sambil cemberut.
Ana terkekeh pelan. Sungguh Aksen sangat lucu hari ini. Tak seperti biasanya Aksen bertingkah seperti itu.
"Ana tadi mampir ke toko kue dan beli brownies cokelat, Bang Aksen mau?" tanya Ana sambil menyodorkan brownies yang masih dibungkus rapat.
Aksen berbinar dan mengangguk. Sungguh, selera makannya ketika di rumah sakit langsung berubah. Ia tak terlalu bernafsu memakan makanan mereka, mungkin rasanya terlalu hambar dilidahnya.
Ia langsung memakan satu potong brownies dan dilahapnya sampai habis. Setelah itu ia merasa kenyang, ia menatap Ana dengan tatapan serius.
"Abang mau pulang dari sini sekarang juga." ucap Aksen pada Ana.
Tentu saja Ana sudah menduganya, pasti Kakaknya sama sekali tak betah berada ditempat seperti ini.
"Asal Abang janji, jangan melukai diri sendiri lagi. Ana nggak suka Bang!" seru Ana kesal.
Aksen mengangguk. "Oke, Abang nggak akan ngelakuin itu lagi demi kamu."
Ana tersenyum. Setidaknya Aksen masih menuruti kemauannya sanpai sekarang.
*****
983 Kata.Instagram: @vaa_morn01
KAMU SEDANG MEMBACA
S.A.D In A Life (Completed)
Novela Juvenil(Pertama kali buat. Ini cerita ter absurd yang pernah aku buat, mohon dimaklumi) Terkadang kita bisa kuat seperti batu. Namun dibalik itu, masih tersimpan kerapuhan yang berakibat layaknya sebutir debu. S.A.D In a Life (Stone And Dust In A Life) __...