Memikirkan sesuatu yang terjadi kemarin saja telah membuat Ana seperti merasakan ada kupu-kupu berterbangan. Entahlah, Ana merasa ialah satu-satunya cewek yang terbahagia karena datangnya cinta dihatinya sekarang. Pipinya juga ikut memanas, menahan rasa tersipunya yang kian lama, kian memerah.
Tak ingin berlama-lama dengan kegiatan bodohnya, Ana bangkit dari tidurnya. Lalu beranjak menuju meja belajar miliknya, dan mulai menghidupkan laptop untuk menuliskan sesuatu di dalam sana.
Arkano Arfian Bagaskara.
Entahlah apa yang menjadikan dirinya seorang yang sangat spesial dimata.
Efeknya yang entah mengapa selalu menginginkanku untuk tetap tinggal dihatinya.
Dan percaya atau tidak, Dirinya yang telah membuatku lemah tak berdaya akan adanya cinta.Benar tidakkah kalau dia memang tulus mencintaiku apa adanya?
Memiliki ku tanpa meminta adanya sebuah imbalan dimatanya?
Atau justru dia mencintaiku hanya sebatas kata saja?Entahlah, cinta telah membuatku buta.
Cinta tak memberiku kesempatan untuk bertanya.
Cinta tak memberiku keluhan akan efek deritanya.Entahlah, dia tak memberiku kesempatan untuk beralasan.
Dan itu karena dia memberiku banyak warna akan cerita tentang aku dengan dirinya.'Kok gue jadi sok puitis gini sih. Nggak ada kali di kamusnya Anasthasya Azaria.' Ana mencibir. Tak mungkin ia terus-terusan bersikap bodoh seperti ini.
Sesegera mungkin Ana menutup laptopnya dan menatap kalender yang memang selalu berada di meja belajar itu. Ya, terpampang dengan jelas bahwa sekarang adalah hari sabtu. Oh tidak, lebih tepatnya malam minggu. Dimana para sepasang kekasih saling menghabiskan waktunya untuk bersama.
Ana menghembuskan napas panjang. Sungguh bosan, jika ia harus diam seperti ini terus. Tak ada yang mengasyikkan untuknya, alhasil ia memilih untuk memejamkan mata. Tapi entah kenapa usahanya tidak membuahkan hasil!
Tringggg...
Dering teleponnya berdering dengan nyaring. Ana yang sedari tadi senyum-senyum sendiri, langsung menghembuskan napas pelan. Ia mengambil ponsel, kemudian menghidupkannya. Terpampang nama Arkan di sana, cepat-cepat Ana mengembangkan senyum. Apa sih yang tidak membuat bahagia, selain mendapatkan sebuah telepon dari kekasihnya.
"Hallo my honey... Lagi ngapain? Pasti tengah merindukan aku kan?"
'Entah kenapa gue ngedengernya jijik.' batin Ana
"Kenapa?" ucap Ana tanpa basa-basi.
"Jalan yuk, aku udah ada didepan rumah kamu sekarang. Aku tunggu sampai lima menit, kalau nggak datang-datang, aku bakalan culik kamu dan bawa kamu ke KUA. Kita nikah langsung di sana saat itu juga. Aku hitung sampai sekarang."
Tittt...
"Pemaksaan!" kesal Ana cepat.
Tanpa menunggu lama, Ana langsung bangkit dari tidurnya dan melesat pergi keluar dari kamar. Entahlah, Ana tak ingin lagi menaruh bendera peperangan dengan seseorang yang sekarang bergelar kekasihnya itu. Tak akan ada habisnya, jika tak ada salah satu yang mau mengalah.
"Mau kemana Na?" tanya Alissha ketika Ana melintas di depannya.
"Kepo lu Mbak. Tenang aja, gue nggak bakal pulang sampai larut kok." jawab Ana santai.
"Yaudah sana. Awas aja lebih sampai jam sepuluh malam. Semua fasilitas Mbak sita!" ancam Alissha.
Ana tersenyum sinis. "Kapan Ana makai fasilitas yang Papah kasih, tuh masih pada labelan semua dilemari."
KAMU SEDANG MEMBACA
S.A.D In A Life (Completed)
Teen Fiction(Pertama kali buat. Ini cerita ter absurd yang pernah aku buat, mohon dimaklumi) Terkadang kita bisa kuat seperti batu. Namun dibalik itu, masih tersimpan kerapuhan yang berakibat layaknya sebutir debu. S.A.D In a Life (Stone And Dust In A Life) __...