"Kok hobi gue sekarang telat mulu sih. Pas pelajaran pertama punyanya Pak Abon lagi." gerutu Ana disepanjang perjalanan menuju kelasnya.
Ya, setelah Ana berhasil masuk kedalam sekolah disaat gerbang sekolah hampir ditutup, Ana langsung berlarian tak jelas menuju kelasnya. Bukan tanpa alasan, ia tahu pasti bahwa Pak Abon yang terlalu killer itu selalu on time di kelasnya. Dan Pak Abon sama sekali tak pernah mentolerir para murid yang telat dikelasnya, meskipun itu berasal dari kelas unggulan. Cukup adil bukan?
Ana memelankan langkahnya ketika hampir sampai di kelasnya. Mula-mula ia menghirup napas panjang, dan memegang knop pintu.
Tok.. Tok.. Tok..
Tak ada sahutan dari dalam. Tanpa pikir panjang, langsung saja Ana membukanya dan mendapati teman sekelasnya yang menahan napas panjang. Namun ketika mereka tahu siapa yang datang, secara spontan dan berjamaah, mereka menghembuskan napas panjang.
"Gue pikir Pak Abon."
"Hampir saja gue kena serangan jantung."
"Bikin jantung gue marathon aja Ana."
"Alhamdulillah, Pak Abon belum dateng. Syukur-syukur nggak masuk."
"Ternyata Ana toh."
Ana hanya terkekeh pelan menanggapi ocehan mereka. Ia merasa lega bahwa Pak Abon atau Pak Anton dengan rambut botaknya itu belum datang sekarang, bisa-bisa tamat riwayatnya yang berakhir dilapangan.
"Gue hampir aja nggak napas. Kok lo telat sih Na? biasanya kan rajin berangkat pagi."tanya Maudy yang berada disebelahnya.
"Iya gue bangun kesiangan. Tadi malam gue bergadang buat streaming Oppa-Oppa korea, sampai nggak lupa waktu." jawab Ana santai.
Maudy menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar Ana. Dulunya dingin nggak ketulungan, sekarang somvlak nya maah nggak karuan. Kenapa sih gue punya temen ogeb semua."
Shasa dan Dinda yang mendengarnya langsung menoleh spontan.
"Nggak sadar diri lo, kalau lo juga sama ogebnya." cibir Shasa dan Dinda kompak.
Maudy hanya terkekeh pelan. "Piis atuh, gue ogeb kan juga gara-gara lo pada! Oke ganti topik, btw lo udah nyiapin buat gaun besok."
Ana memandang bingung. "Gaun?"
"Ya, besok kan hari ulang tahun sekolah. Jadi emang udah jadi tradisi, kalau besok ya libur. Tapi sebagai gantinya, pihak pemilik sekolah akan ngadain pesta dimalam hari untuk ngerayainnya." jelas Shasa menjelaskan.
"Emang wajib?" tanya Ana kemudian.
"Ya wajib lh. Nih ya, kalau ada yang nggak ikut pesta, sebagai gantinya kita mendapat sanksi keesokan harinya. Dan sanksinya ya cukup berat, jadi lo harus berangkat." ucap Dinda yang gereget dengan Ana.
"Oh." ucap Ana singkat.
"Astaga Ana. Nggak bisa lebih dari satu kata apa." ucap Maudy mendramatis.
"Yeee.. Dianye juga bege. Masih juga ngomongin kita, yang sebenarnya dia juga ngrasain." cibir Dinda kembali kepada Maudy.
"Lo mah, nggak pernah nyenengin temen." ucap Maudy sambil mengerucutkan bibirnya.
"Bodo." ucap Dinda dan Shasa serempak.
"Diem, Pak Abon dateng tuh." peringat Ana langsung.
Mereka semua langsung terdiam, bahkan dengan kompak mereka menelan salivanya kasar. Suasana kelas itu pun sudah sangat seperti layaknya tak berpenghuni. Pak Abon yang melihatnya, langsung mengedarkan pandangannya kesekeliling.
"Baik. Kali ini kita akan ulangan bab yang kemarin kita pelajari. Ayo, siapkan kertas dan alat tulis kalian masing-masing. Dan dalam waktu lima menit, semua buku catatan harus sudah ada dibarisan paling depan." ucap Pak Abon itu.
"Yahhh.. Kok ulangan dadakan lagi sih Pak."
"Bapak mah gitu. Nggak ngertiin perasaan kami."
"Jangan ulangan dong Pak. Lanjut materi yah Pak, biar minggu depan aja ulangannya."
Pak Abon itu mendengus kasar. Dipandanginya para muridnya yang terus mengeluh itu dengan tatapan tajam. Ia sungguh emosi sebelum datang kekelas ajarannya, dan kini emosinya sudah mencapai dititik ubun-ubun karena keluhan akan keputusan darinya.
"Baik, silahkan kalian semua pergi kelapangan. Lalu hormat bendera dengan barisan yang rapi. Dan jangan pernah mundur sampai istirahat tiba. Dan juga, jangan pernah membantah perintah saya, karena saya nggak terima penolakan!"
Semua penghuni kelas Ipa-1 mau tak mau harus menuruti perintah gurunya. Mereka hanya mendegus pasrah. Dan dengan kompak pula, mereka berjalan beriringan menuju lapangan untuk melaksanakan perintah.
Ana memilih barisan paling belakang. Sesekali ia menggerutu sebal dengan mulut yang terus komat-kamit layaknya meramalkan sesuatu.
'Gini ya nasib gue. Nyatanya gue tetep berakhir dilapangan. Belum makan banyak juga tadi pagi. Arghhh.. Baru kali ini gue ngrasain hukuman massal kayak gini.' gerutu Ana sebal.
Dan tanpa Ana sadari. Tak jauh dari lapangan itu, terdapat Anak kelas 11-Ips 1 dan 2, yang sedang ada mata pelajaran olahraga. Ya, memang tak lain adalah kelas Arkan dan kawan-kawan disana.
Arkan yang sedari tadi memantul-mantulkan bola basketnya, begitu matanya menangkap sosok Ana, terang-terangan ia langsung memilih untuk duduk dipinggiran lapangan dengan mata yang terus menatap Ana dengan sesekali tersenyum.
"Wihhh.. Bidadari Ipa-1 noh. Aneh ya, pinter-pinter kok bisa dihukum berjamaah ya. Memang sungguh kompak kelas mereka." puji Azky dengan mata berbinar.
"Bener tuh.. Anak Ipa-1 yang bersaing akan prestasi dengan sikap kaku seperti robot itu, bisa juga ya dihukum massal. Tapi gue sih seneng, bisa lihat pemandangan indah didepan sana." celetuk Galih tak mau kalah.
"Lo berdua mah kalau lihat yang bening-bening, langsung semangat." cibir Azka pada kedua orang sahabatnya itu.
"Bukan gue aja kali, noh Arkan juga iya. Lihat aja, tatapannya kedepan mulu." lanjut Azky yang menunjuk Arkan.
"Lo nggak lihat disana ada calon masa depannya. Ya jelas lah, Arkan nggak akan berpaling. Yang ada mah dia tetep fokus sesekali senyum-senyum sendiri kayak orang sinting." ucap Azka yang menjawab perkataan kembarannya.
"Diem aja lo pada. Lo nggak tahu gue lagi pusing." ucap Aksen dengan datar.
"Yeehhh.. Es batu mah emang gitu." cibir Azka, Azky, dan Galih secara bersamaan.
"Lo ngatain gue es batu!" sungut Aksen sebal.
"Emang lo es batu kan?" cibir mereka kembali.
Aksen hanya mendengus sebal, dan menatap kembali layar ponselnya. Sedangkan Arkan tak peduli dengan perdebatan sahabat-sahabatnya itu.
*****
924 Kata.
Instagram: @vaa_morn01
KAMU SEDANG MEMBACA
S.A.D In A Life (Completed)
Teen Fiction(Pertama kali buat. Ini cerita ter absurd yang pernah aku buat, mohon dimaklumi) Terkadang kita bisa kuat seperti batu. Namun dibalik itu, masih tersimpan kerapuhan yang berakibat layaknya sebutir debu. S.A.D In a Life (Stone And Dust In A Life) __...