Ana kini telah kembali ke sekolahnya. Setelah kemarin ia izin, ia memang memutuskan untuk tidak bersekolah lagi dihari selanjutnya. Alasanya tentu saja ia merasa malas.
"Mbak, Ana berangkat dulu ya. Maaf deh buat cokelatnya yang Ana habisin." ucap Ana langsung.
"Lah lo udah tahu itu cokelat semuanya milik gue. Lo ambil gitu aja semuanya, nggak bagi-bagi lagi." sungut Alissha sebal.
Ana terkekeh pelan. "Belum jadi hak lo Mbak, toh yang ngasih juga masih ngegantung. Lagian kan sayang kalau nggak dimakan-makan, biar nggak mubazir semisal tuh cokelat kadaluwarsa."
"Lha itu milik gue, gue yang seharusnya makan!" seru Alissha kemudian.
"Selama makanan itu milik kita berdua, itu menjadi hak kita bersama Mbak. Mbak lupa ya? Kan lo sering ngomong kayak gitu, ngapain marah-marah coba. Lo juga sering makan punya gue, jadi gue juga nggak salah. Yang salah ya Mbak sendiri." ucap Ana santai.
Sedangkan Alissha melototkan matanya tajam, namun akhirnya menghembuskan napas pasrah. "Iya gue inget. Lo nggak salah kok, disini gue yang salah."
Ana tersenyum kemenangan. Lalu memakai sepatunya dan berjalan keluar. "Gue berangkat dulu. Awas kangen lo sama gue."
"Nggak mungkin."
Ana tertawa keras lalu berlari kearah parkiran sepeda disekitar apartemen. Ia mulai menyumpal kedua telinganya dengan earphone, dan ia juga mulai mengayuh sepedanya.
I wont lie to you.
I know he's just not right for you.
And you can tell me if i'm off.
But i see it on your face.When you say that he's the one that you want.
And you're spending all your time.
In this wrong situation.
And anytime you want it to stop.Sepanjang koridor, ia terus bersenandung nada sekali-kali melirik tajam kearah orang yang memang memandangnya aneh. Dapat dikatakan juga bahwa mood nya sangat baik, sehingga hal-hal yang dipandang aneh pada diri Ana dapat terjadi.
Namun ketika ia berbelok, ia dipertemukan oleh geng most wanted yang sedang melintas. Tak ada Aksen di sana, namun di sana terdapat sang ketua yang menatapnya kesal. Cepat-cepat ia berbalik, namun belum juga ia melangkah. Seseorang mencekal tangannya, siapa lagi kalau bukan sang leader yang bernama lengkap dengan Arkano Arfian Bagaskara.
Arkan menarik tangan Ana dengan kasar. Sudah dipastikan bahwa Arkan memang menyimpan kekesalan setengah mati dengan Ana. Ia menarik Ana dengan cepat kearah rooftop sekolah, dan menatap Ana tajam. Sedangkan yang dipandang, hanya menatap dirinya datar.
"Kenapa waktu itu kamu bohongin aku dengan cara pergi ke toilet. Kamu tahu, aku nungguin kamu beberapa saat lamanya di sana. Tapi apa yang terjadi? Di mana kamu saat itu? Kenapa kamu nggak pulang sama aku hah!" ucap Arkan dengan volum tinggi.
"Terus kenapa dua hari kemarin nggak berangkat sekolah. Buat menghindar dari aku. Iya!" kali ini Arkan membentak Ana.
Down. Mood baik Ana hilang seketika, tergantikan dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Ingin rasanya ia mencak-mencak dihadapan Arkan, namun nyalinya ciut seketika ketika Arkan seperti itu. Namun ia tak mengekpresikan rasa takutnya diraut wajahnya.
"Ayo jawab?" ucap Arkan yang masih dengan suara tinggi.
"Hm."
Arkan melotot tajam seketika, ketika Ana dengan santainya hanya menjawab dengan satu kata saja yang tak masuk akal. Bagaimana tidak, ketika dirinya memberikan pertanyaan bertubi-tubi, malah hanya dijawab seperti itu saja.
Cukup! Arkan tak suka dibantah. Arkan tak suka diperintah. Dan Arkan tak suka dicuekkin seperti ini. Ia benar-benar down menghadapi Ana yang tampak biasa saja.
"Ayo jawab. Atau kamu mau aku cium!" ucap Arkan masih dengan volume tingginya.
"Hah?!" kali ini Ana terlonjak kaget sambil melototkan matanya.
Arkan menghembuskan napas kasar. "Dalam hitungan tiga, kamu nggak juga jawab. Fiks, gue cium saat itu juga."
"Satu."
"Dua."
"Ti.."
"Fiks gue pilih opsi pertama." jawab Ana pasrah.
Arkan tersenyum senang, lalu menunggu jawaban Ana.
"Pertama, kenapa lo nggak menemukan gue ditoilet, karena gue nyamar jadi cowok. Kedua, kenapa gue nggak masuk dua hari ini, itu karena gue emang sakit dan butuh istirahat dirumah."
Arkan senyum-senyum sendiri, mungkin ini kata super panjang yang dilontarkan dari mulit Ana kepadanya. Entah apa yang dirasakan hatinya sekarang, intinya dia menyukai penuturan Ana yang keluar dari mulutnya.
"Aku koreksi. Jangan pakai lo-gue lagi, tapi aku-kamu. Paham?" ucap Arkan tak lagi dengan suara tingginya, melainkan suara lembut yang memang jarang terdengar oleh orang lain.
"Nggak." jawab Ana seadanya.
"Berarti lo emang pengin gue cium sekarang."
Ana hanya melototkan matanya tanda tak terima.
*****
695 Kata
Instagram: @vaa_morn01
KAMU SEDANG MEMBACA
S.A.D In A Life (Completed)
Teen Fiction(Pertama kali buat. Ini cerita ter absurd yang pernah aku buat, mohon dimaklumi) Terkadang kita bisa kuat seperti batu. Namun dibalik itu, masih tersimpan kerapuhan yang berakibat layaknya sebutir debu. S.A.D In a Life (Stone And Dust In A Life) __...