Entah setan apa yang mengguyur Arkan pagi buta begini, bahkan pagi-pagi sekali ia sudah mendaratkan mobil sportnya dihalaman rumah Ana. Bahkan Ana yang baru membuka pintu rumahnya, langsung menganga tak percaya melihat Arkan yang sudah stay dan tersenyum manis di sana.
"Aku sengaja datang pagi, biar kamu nggak kabur-kabur lagi kayak kemarin. Aku mau kita berangkat sekolah bareng dan selalu bareng nantinya ketika di sekolah." jelas Arkan sambil membuka pintu mobilnya lebar-lebar, mempersilahkan Ana masuk.
Ana dengan langkah gontai langsung berjalan menuju mobilnya. Gagal sudah niat bolosnya yang memang keadaan hatinya lagi benar-benar nggak mood.
Arkan memutari mobilnya, langsung masuk kemobilnya dengan senyum yang masih belum luntur.
"Pakai seatbelt nya dong sayang. Keamanan itu lebih diutamakan sebelum berpergian." ucap Arkan lagi, namun tidak didengar Ana. Hinggalah Arkan yang memasangnya.
Deg.
Jantung mereka berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Pandangan mata mereka beradu begitu lama. Lalu jangan lupa tangan Arkan yang masih memegang seatbeltnya dengan jarak wajah yang begitu dekat itu, deru nafas mereka yang tak teratur. Lalu pertanyaannya, Apakah cinta ada disisi mereka?
'Entah kenapa gue baper.' batin Ana.
'Kenapa momentnya harus gini sih, kan masih pagi.' batin Arkan.
"Ekhhhemmm.." sadar Ana sambil menetralkan jantungnya. Lalu dengan kikuk, ia memainkan ponselnya.
Sedangkan Arkan hanya mengacak-ngacak rambutnya, dengan pandangan yang mulai fokus menyetir.
"Kamu udah makan?" tanya Arkan basa-basi.
"Udah." jawab Ana datar.
'Wong nyatanya dia nggak bisa diajak basi-basi. Gimana nggak buat gue deg-deg an coba?' batin Ana kembali.
"Kok kamu fokus banget sama ponsel kamu. Jangan-jangan kamu lagi bermain dibelakang aku ya? Jujur saja aku nggak suka diabaikan!"
'Kambuh lagi kan Arkan posessive nya?' batin Ana sebal.
"Ana.." panggil Arkan lirih.
"Hmm.." Ana menolehkan wajahnya.
"Selama kamu jadi pacar aku, kamu belum pernah ngungkapin perasaan kamu. Apa hanya aku saja yang berjuang dalam kisah cinta ini, dan itu seorang diri? Ana, please, beri aku ketenangan hati kalau kamu punya rasa yang sama dengan yang aku punya." ucap Arkan dengan fokus nyetirnya.
"Aku tahu hubungan kita atas dasar paksaan. Aku tau hubungan kita, kamu tak pernah tahu akan merasakannya. Aku tahu dalam hubungan kita, hanya aku yang merasakan suka. Hanya aku yang menikmati, hanya aku yang menjalani.. Tapi tolong sekarang hargailah hati ini. Kamu tahukan apa maksudku?" ucap Arkan sambil menunjukkan dadanya.
Ana menghembuskan napas.
"For your Arkan Arfiano Bagaskara. Aku tahu kamu butuh dihargai rasa cinta yang kamu miliki. Tapi sampai sekarang, aku belum merasakannya. For your information juga, aku belum pernah ngrasain apa itu cinta. Apa itu saling sayang, dan apa itu saling menghargai dalam suatu ikatan." jawab Ana.
"Jadi mohon maaf, aku belum menjawab perasaan itu. Tapi tolong beri aku waktu satu minggu untuk berpikir. Apakah aku mencintaimu atau tidak? Mengagumimu atau tidak? Apakah aku ingin terikat denganmu atau tidak? Aku tau waktu segitu tidak terlalu lama, tapi percayalah jika memang hatiku pada nantinya berlabuh dihatimu. Maka cinta tak butuh waktu lagi untuk mengungkapkan." lanjut Ana kemudian.
Arkan tersenyum. "Thanks, kamu udah ngasih aku kesempatan. Aku akan gunain waktu satu minggu itu, agar kamu dapat mencintai aku dengan tulus."
Ana hanya mengangguk menanggapi. "Aku tunggu itu."
Dan kini mobil Arkan telah sampai diparkiran sekolah. Banyak murid-murid yang menjerit histeris, sedangkan Ana mencebik kesal.
"Jangan cemburu honey. Hati aku hanya untuk kamu kok." goda Arkan sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Ana.
Ana mendengus sebal. "Siapa yang cemburu. Aku hanya mengutuk, kenapa aku tersesat di sini dengan orang aneh nggak ketulungan ini."
"Justru orang aneh ini idola semua kaum hawa disekolah favorit ini. Jika kamu salah satu penggemarku, maka kamu adalah orang pertama yang aku ajak foto bersama."
Ana mendelik tajam. "Kok kamu jadi nggak normal?"
"Itu semua demi mendapatkan cinta dan sayang dari kamu." jawab Arkan santai.
Ana menghembuskan napas panjang. "Sebodo-bodo dirimu lah. Asal kamu bahagia, aku nggak bakal menderita."
Ana membuka pintu mobil Arkan dengan kesal. Banyak murid yang memandangnya sinis dan iri. Namun apa pedulinya? Ana memasang kedua earphonenya di telinga, lalu berjalan santai. Sedangkan Arkan masih terpaku ditempat dengan mata yang terus memandangi Ana yang kian menjauh.
Arkan mengerjap. "Kok cogan kayak gue ditinggal sih."
Arkan lalu turun dari mobil sambil memperbaiki tatanan rambutnya. Dengan wajah yang masih kesal, ia mulai berlari mengajar Ana yang sudah menunggu.
"Honey. Tunggu." teriak Arkan.
"Udah dibilangin gue bukan tawon." jawab Ana yang samar-samar didengar Arkan.
"Jaga kosokata Ana."
"Bodo."
Tet.. Tet.. Tet..
Dan bel masuk, memberhentikan langkah Arkan yang akan mengejar Ana. Dengan kesal ia berjalan menuju kelasnya yang memang berada dikoridor IPS. Ia masuk kedalam kelas, disambut Galih yang menatapnya heran.
"Tumben berangkat siang lagi." tutur Galih membuka suara
"Iya, jemput Ana." jawab Arkan yang memang masih kesal.
"Kenapa lo? Ana lagi yang buat lo kesel pagi-pagi gini?" tanya Galih menebak.
Arkan mengangguk mengiyakan.
"Sabar bro. Ana kan emang gitu. Nanti juga dia jinak sama lo." semangat Galih untuk Arkan.
"Thanks. Lo emang benar."
Dan percakapan mereka berhenti setelah guru sejarah mereka datang dengan membawa banyak tumpuk buku, yang mereka yakini sebagai kertas ulangan.
*****
832 Kata.Instagram: @vaa_morn01
KAMU SEDANG MEMBACA
S.A.D In A Life (Completed)
Teen Fiction(Pertama kali buat. Ini cerita ter absurd yang pernah aku buat, mohon dimaklumi) Terkadang kita bisa kuat seperti batu. Namun dibalik itu, masih tersimpan kerapuhan yang berakibat layaknya sebutir debu. S.A.D In a Life (Stone And Dust In A Life) __...