Ice Cream

1.8K 86 0
                                    


Richie tersenyum menyadari pipi Shenna sudah merona akibat cubitanya. Ah, gadis itu benar-benar menggemaskan pikirnya. Sementara Shenna sedang sibuk menutupi semburat merah di wajahnya tersebut.

"Gue mau ke kelas" kata Shenna kemudian langsung membalikan badanya

"Eh"Richie mencegat lengan Shenna

Shenna pun berbalik menatap Richie. Hatinya mulai bergejolak tak menentu lagi. Ia bahkan menelan ludahnya dengan sangat susah. Keadaan seperti ini lah yang sangat ia tak suka. Keadaan dimana ia harus berjuang mati-matian menahan perasaannya agar tak meledak begitu saja.

"Ada apa lagi?"Shenna menunggu jawaban Richie

"Nih power bank lo!"Richie menyodorkan powerbank Shenna.

"Thanks"kata Shenna kemudian menatap sekilas ke powerbank tersebut, lalu dengan cepat mengambilnya dari tangan Richie.

                                👣👣👣

"Lo pulang sama siapa?"tanya Addison pada Vinna yang masih melamun

"Gatau. Gue males pulang"jawab Vinna singkat

Addison terdiam sejenak. Ia tahu betul bahwa hubungan Vinna dan mamanya memang tidak baik. Vinna lebih sering menghabiskaan waktunya di luar rumah ketimbang berada di dalam rumahnya. Alasanya adalah ia tak mau bertemu dengan mamanya.

"Ada masalah lagi sama mami lo?"Addison bertanya kemudian ikut duduk di sebelah Vinna

"Gatau"jawab Vinna datar

"Kenapa sih Vin?"Ujar Addison

"Ga kenapa"balas Vinna

Addison menatap Vinna yang masih menatap kosong kearah lapangan. Ia tak sedang baik-baik saja. Dan Addison hanya bisa diam sambil tak henti-hentinya menatap Vinna. Sampai akhirnya air mata itu bergelinang di wajah Vinna, Addison segera menarik bahu gadis itu untuk berhadapan denganya.

Vinna terisak. Sangat menyedihkan. Addison tak sampai hati melihatnya. Perlahan Addison menghapus air mata di wajah gadis cantik itu. Menyampirkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga gadis itu.

"Gue gak tahan lagi son"Kata Vinna tergagap

"Gue ga kuat berantem sama mama terus. Gue ga mau tinggal di rumah lagi. Gue mau pergi jauh dari mama"isaknya kemudian

"Ssttt. Jangan ngomong gitu"Addison menyimpan jari telunjuknya di depan bibir Vinna, lalu membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Membenamkan kepala gadis itu di dadanya. Membiarkan air mata gadis itu membasahi seragam sekolahnya.

"gue benci mama son"kata Vinna mengingat betapa dingin mamanya

"Gaada anak yang bener-bener benci sama otang tuanya. Marah mungkin. Tapi kalau benci lo sama sekali ga mungkin bisa"sahut Addison setengah mengelus pelan rambut Vinna.

"Lo tau ga sih son. Gue itu ga tumbuh kayak lo dan temen-temen yang lainnya. Lo bertumbuh bersama kebahagian dengan orang tua yang sayang banget sama elo. Sedangkan gue? Masa pertumbuhan Gue jauh dari kata bahagia"

"Gue bahkan ga pernah di peluk sama mama."tangisanya kembali pecah

"Lo adalah orang pertama yang meluk gue"sambungnya masih terisak

Addison menutup kedua matanya. Ia tak suka melihat Vinna menangis. Ia tak bisa melihat gadis itu terus-terusan larut dalam kesedihan. Ia tak tahu kenapa, ia juga ikut bersedih untuk gadis iu.

Mungkin untuk Vinna ini adalah puncak dari segala perasaan marahnya kepada mamanya. Mungkin ia memang sudah tak tahan hidup bersama mamanya lagi, mungkin apa yang dikatakanya bahwa ia memang membenci mamanya itu benar.

Maybe? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang