Part 18 bagian 3

468 44 10
                                    

Hermione's POV

"Draco?!", panggilku.

Entah karena musik yang terlalu kencang atau dia yang terlalu asyik dengan kegiatannya, sehingga tak mendengar suaraku.

Hati dan pikiranku seakan berhenti tiba-tiba. Tak tahu harus melakukan apa, aku pun hanya terisak perlahan sambil meremas kuat jemariku.

Aku tak kuat lagi. Ku edarkan pandanganku yang semakin mengabur karena air mata, untuk mencari Ginny. Tapi aku tak menemukannya.

Aku pun berbalik dan berjalan cepat menghindari setiap tubuh orang-orang yang sedang berdansa.

Di depan hotel, tangisanku akhirnya pecah juga. Aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. Beberapa orang sempat memandang curiga kepadaku.

Aku tak peduli.

Aku tetap menangis hingga terduduk di trotoar depan hotel. Udara dingin yang menusuk kulit tak aku hiraukan. Sampai sebuah suara mengagetkanku.

" Hermione?!", serunya tertahan.

Aku menghapus air mata yang mengalir di pipi secepat mungkin. Dengan mata sembab, aku menoleh ke asal suara.

"Hermione?! Benarkah itu kau?!".

Aku menoleh ke sumber suara. Disana berdiri sesosok pria yang sangat familiar di mataku.

"Ron?!", balasku parau.

" astaga, Hermione! Kau kenapa?", tanya pria yang ku panggil Ron itu khawatir.

Sepertinya ia menyadari pakaian yang aku kenakan, karena dengan tanpa basa-basi ia melepas mantelnya dan menyampirkan ke bahuku.

"Terima kasih!".

" ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat sedih?", ucapnya.

Aku hanya terdiam dengan sesekali terisak. Yang kubutuhkan sekarang adalah pulang, lalu meringkuk di bawah selimutku di kamar.

"Aku akan mengantarmu pulang!", putusnya.

Aku hanya mengangguk dan menuruti Ron ketika ia menuntunku masuk ke dalam mobilnya.

Ronald Weasley atau bisa disebut Ron, ia adalah mantan kekasihku saat aku masih di SMA. Nama belakangnya memang sama dengan Ginny, tapi mereka bukanlah satu keluarga.

Kami menjalin asmara saat tahun pertama di sekolah, dan berakhir seminggu sebelum aku masuk universitas.

Alasannya bukan karena orang ketiga atau kami selalu bertengkar, tapi kami berpikir untuk sama-sama konsentrasi dengan masa depan kami.

Jadi kami mengakhiri hubungan kami dengan cara yang baik.

" ~Hermione?!", panggilnya sambil mengibaskan tangan di depan wajahku.

"Ah, ya? Kenapa?", jawabku gelagapan.

" aku memanggilmu sedari tadi, tapi seperti kau melamun. Kita sudah sampai di rumahmu", ucapnya memberi tahu.

"Benarkah?".

Ternyata kami memang sudah sampai di rumah. Mungkin aku terlalu sibuk dengan pikiranku sehingga aku tak menyadarinya.

" ehm, Ron! Terima kasih atas tumpanganmu. Aku masuk dulu ya?!", pamitku.

Aku pun turun dan saat hendak beranjak menuju beranda rumah, Ron memanggilku lagi.

"Hermione?! Bolehkah aku mampir besok?".

Aku hanya membalasnya dengan tersenyum tipis, lalu kemudian masuk ke dalam rumah.

Untungnya ibu mempunyai jadwal jaga malam. Jadi aku tak perlu lagi untuk berkelit ketika ia menemukanku dalam keadaan kacau.

Tanpa membersihkan tubuh, aku langsung menjatuhkan diriku ke ranjang. Aku pun kembali menangis keras mengingat kejadian di hotel tadi.

Kenapa ia tega melakukan itu di depanku?

Padahal beberapa menit yang lalu ia membuatku sangat bahagia, tapi kemudian ia menghancurkan perasaanku.

Bantal dan guling aku lempar ke sembarangan arah sebagai pelampiasan kekecewaanku. Ku acak-acak rambut dan make up ku dengan kasar.

" arghhhh!!!".

Sakit, Draco! Kau benar-benar seorang playboy. Bodohnya aku karena mencintai dirimu.

Tangisan pilu semakin keras dariku saat melihat gaun yang saat ini masih aku kenakan.

Aku pun semakin melesakkan wajahku ke bantal sofa untuk meredam isakanku. Sampai tak terasa aku jatuh tertidur dalam posisi yang terduduk.

Hermione's POV end

***

Di Hotel

Jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Pesta pun sudah berakhir. Di lounge, hanya tinggal beberapa orang yang akan bersiap-siap pulang dan para karyawan hotel yang mulai bersih-bersih.

"Blaise! Dimana Draco?", tanya Luna dalam keadaan setengah mabuk.

" entahlah! Coba aku tanyakan pada petugas disini", ucap Blaise dan kemudian ia pergi.

"Hai, Luna! Nanti kau pulang dengan siapa?", tanya Dean dengan ekspresi genit.

" tentunya bukan denganmu, Mr Thomas!", ketus Luna.

Dean hanya mengangkat bahunya lesu dan kemudian mendahului teman-temannya keluar ruangan.

Selagi menunggu Blaise, Luna mencoba duduk di salah satu sofa dengan badan sempoyongan. Setelah duduk, ia sedikit terkejut ketika melihat dua sejoli sedang berciuman panas di dekatnya.

"Hei, kalian! Pesta sudah selesai!", cerocosnya.

Dua sejoli itu pun menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Luna.

" benarkah? Kenapa kau tak memberi tahu?", balasnya.

"Kau saja yang terlalu fokus bercumbu, Ginny!", ujar Luna malas.

" baiklah, maaf!~ ehm Harry! Aku harus pergi, mungkin Hermione sudah menungguku", pamit Ginny pada pria yang diciumnya tadi.

"Kenapa buru-buru? Aku akan mengantarmu", putus Harry.

" tapi aku bersama temanku. Dia pasti sudah menung~",

" sepertinya Hermione pulang bersama Draco", sahut Blaise berjalan ke arah mereka.

"Darimana kau tahu?", tanya Ginny menoleh.

" kata petugas hotel tadi, Draco pergi dengan seorang wanita kira-kira satu jam yang lalu. Pasti itu Hermione", terangnya.

"Ya sudah kalau begitu, kau antarkan saja aku pulang, ya?", pinta Ginny dengan nada manja pada Harry.

" tentu saja, sayang!", jawab Harry.

Mereka pun pergi meninggalkan Blaise dan Luna yang sedang duduk di sofa.

"Ayo!", ajak Blaise sambil mengulurkan tangannya.

Luna tak menjawab. Suara dengkuran pelan keluar dari mulutnya.

" hemmm~ dia tidur! Terpaksa!", gumam Blaise menggendong Luna dengan ala bridal.

Bagai Sebuah DongengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang