Tap Tap Tap
Suara gema langkah memenuhi koridor. Tampak seorang laki-laki bersetelan rapi berwarna hitam berjalan tergesa-gesa seakan diburu waktu.
Mulutnya komat-kamit dan tangan yang sesekali diremas dengan gelisah.
"Gawat!!! Kenapa Putra Mahkota selalu saja membuat masalah seperti ini?!", monolognya.
Kemudian sampailah ia di depan pintu bercat kayu elegan. Dengan sedikit berdeham ia mulai mengetuk.
Tok Tok Tok
" Yang Mulia?! Apakah anda sudah bangun?!", seru laki-laki itu.
Namun keheningan yang ia dapat.
"Yang Mulia! Ibu Ratu sudah menunggu anda di ruang makan!", serunya lagi.
Tok Tok Tok
" Yang Mul~", seruannya terpotong saat pintu itu mulai terbuka.
Cklek
"Frank?! Kau ini pagi-pagi sudah berisik sekali! Aku masih mengantuk, kau tahu?!", sembur sang empunya kamar.
" Tapi Yang Mulia... Ibu Ratu sudah menunggu anda untuk sarapan bersama".
"Lalu?".
"Lalu?!", pria itu membeo heran.
Sang empu kamar yang tak lain adalah Pangeran Draco, Putra Mahkota Kerajaan Inggris, menatap gusar pada Frank.
" Baiklah... Baiklah! Aku akan bersiap", putusnya kemudian.
"Baik, Yang Mulia", angguk Frank patuh.
15 menit kemudian
Draco sudah bersiap. Dengan tampilan semi formalnya, ia terlihat sangat menawan. Memancarkan aura ketampanan khas Putra Mahkota Kerajaan Inggris.
Dengan berjalan beriringan bersama Frank. Ia menuju ke ruang makan untuk sarapan bersama dengan Sang Ratu.
Di Ruang Makan
" Severus?!".
"Ya, Yang Mulia?", jawabnya.
Tanpa mengalihkan pandangannya dari sebuah koran pagi Inggris saat ini, Sang Ratu kembali meneruskan kalimatnya.
" bagaimana kelanjutan dari kerja sama kita dengan Amerika Serikat, Severus? Apakah Mr Trump menyetujuinya?".
"Hingga saat ini, belum ada konfirmasi yang resmi dari mereka, Yang Mulia. Menurut Menteri Luar Negeri kita, Mr Trump masih memikirkannya", jelas Severus Snape.
" bila ia tak setuju, batalkan saja perjanjiannya", sahut Ratu Narcissa seraya melipat korannya.
"Baik, Yang Mulia".
Beberapa saat kemudian, Pangeran Draco pun muncul dan segera menempati sisi meja lainnya.
Frank pun menunduk hormat pada Sang Ratu dengan tatapan minta maaf.
" Putra Mahkota?!", panggil Sang Ratu.
Draco pun bergeming. Ia malah berkutat dengan sarapannya.
"Putra Mahkota?! Aku ingin tahu dari mana kau semalam", ucap Sang Ratu lagi.
Draco menghentikan suapannya dan menatap ibunya tajam.
" kenapa anda ingin tahu, Yang Mulia?", jawabnya dingin.
"Putra Mahkota?!", seru Frank, terkejut.
" kenapa Frank? Apa aku salah, huh?! Aku sudah muak dengan apa yang Ibu Ratu lakukan. Hidupku hancur karena dia, Frank!", desisnya marah.
Semua orang di ruangan itu tertegun melihat kemarahan Sang Pangeran. Mereka hanya terdiam membisu.
"Apa maksudmu, Putra Mahkota?! Aku hanya ingin membuatmu bahagia, itu saja", tukas Sang Ratu.
" bahagia? Apa yang anda maksud bahagia itu adalah meminta dia pergi meninggalkanku, huh?!", sergahnya.
"Anda tidak tahu bahwa dia adalah hal yang terpenting dalam hidupku. Tapi anda dengan teganya membuat pilihan sulit untuknya",
" hanya karena aku seorang Putra Mahkota, anda dengan seenaknya masuk dalam kehidupan pribadiku", murka Draco.
Ia pun pergi meninggalkan ruang makan tanpa menoleh lagi pada Sang Ratu. Ratu Narcissa pun hanya bisa memandang sendu kepergian putranya itu.
"Frank? Tolong kau ikuti dia!", titahnya.
"Ba...baik, Yang Mulia", jawab Frank.
Ratu pun hanya bisa tertunduk lesu. Hatinya sangat sakit melihat putranya begitu terpuruk. Tapi ia mempunyai alasan tersendiri sehingga ia melakukan itu semua.
" Cissy?! Kau baik-baik saja, kan?", tanya Severus.
"Entahlah, Severus! Aku seakan mengalami dilema. Aku ingin yang terbaik untuknya, tapi ia seakan salah paham dengan itu semua", keluhnya.
" jangan terlalu dipikirkan, Cissy! Ia masih muda dan ia akan memahaminya seiring waktu. Sebagai sekretaris kerajaan dan sahabat dari mendiang Lucius, aku akan senantiasa mendukung apapun yang kau lakukan. Jadi jangan menyerah!", jelasnya.
"Terima kasih, Severus!".
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagai Sebuah Dongeng
RomansaDiadaptasi dari kehidupan The Royal Family.... jalan cerita tak selalu sama tapi memiliki makna yang serupa