Bad Day!

19.9K 857 7
                                    

Hersa memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Tak terasa sudah seminggu ia meninggalkan keluarganya karena ia sempat mendapat tugas di Nusa Tenggara.

"Assalamu'alaikum warahmatullah" katanya saat membuka pintu rumah dengan perlahan.

Sepi. Tak ada yang menjawab salamnya. Hersa memasuki rumahnya lebih jauh. Ia berjalan menuju dapur.

"Assalamu'alaikum, mi." ulangnya lagi setelah melihat seorang wanita paruh baya yang sedang memasak di dapur itu.

"Eh, nak. Sudah sampai? Kapan? Kok Ummi nggak dengar kamu masuk?" Dian menoleh kebelakang untuk melihat putranya.

Hersa menghampiri Dian, dan mencium punggung tangannya dengan lembut.

Dian tersenyum menatap putranya yang kian hari bertambah dewasa. Rasanya baru kemarin ia melahirkan Hersa.

"Dari tadi Hersa udah sampai, ummi terlalu asik dengan masakan ikan-ikan ummi," Hersa menjawab dengan tertawa kecil.

"Iya kah?"

"Hmm.. Ya udah, mi. Hersa mau ke kamar dulu, mau mandi" Dian hanya menatap punggung Hersa yang kian menjauh.

"Rabbi-Ajal'ni muqiima salaati, wa min Dhurriyyati, rabbana wataqabbal Duaa. Aamiin" ucap Dian dengan menundukkan kepalanya, kemudian ia pun melanjutkan masakannya yang tertunda itu.

***

Hersa memasuki kamarnya yang berada di lantai dua itu. Ia mulai melepaskan jas serta dasinya dan membuka dua kancing teratas kemeja yang ia kenakan.

Ia menghela napas lelah. Sungguh ia hanya manusia biasa yang bisa lelah, tapi ia tetap harus konsisten dengan kewajibannya. Ya seperti inilah pekerjaan TNI. Kalau begini saja ia sudah menyerah bagaimana nanti ia akan memperjuangkan Ivanna.

Hersa segera mengenyahkan pikiran-pikiran negatif yang terlintas, ia kemudian memutuskan untuk segera mandi.

***

Hersa keluar dengan menggunakan baju koko berwarna putih bersih dengan kancing berwarna hitam dan kain sarung berwarna abu-abu tua. Ia mengambil kopiah dan sajadahnya setelah itu turun kebawah.

"Kamu mau sholat dulu?" Tanya Dian saat melihat Hersa yang sudah rapi diujung tangga.

"Iya mi. Abi mana?"

"Sebentar lagi juga keluar."

"Hersa sudah siap?" Suara seseorang menginterupsi mereka berdua.

"Kan apa ummi bilang," kata Dian menatap putranya itu. Hersa hanya tersenyum dan mengangkat jempolnya kearah Dian.

"Sudah, Bi. Ayo."
"Mi, Hersa sama Abi mau ke masjid dulu. Assalamu'alaikum!" Pamit Hersa. Ia berjalan terlebih dahulu meninggalkan abinya yang masih berbicara dengan umminya itu.

***

Suasana sore pukul lima lewat itu terasa sunyi. Matahari mulai tenggelam diufuk barat dan menampakkan warna oranye ke merah-merahan. Hanya ada kicauan burung-burung yang beterbangan kembali kesarangnya serta daun yang berguguran diterpa angin. Mobil dan motor pun hanya sesekali saja yang lewat.

"Gimana tugasmu? Lancar?" Tanya Ridho memecah keheningan.

"Alhamdulillah lancar Bi."

Ridho mengangguk-angguk.
"Jujur sama Abi, adakah mungkin gadis lain yang kamu inginkan sebelum dijodohkan dengan Ivanna?"

"Nggak ada Bi, tenang aja Insyaa Allah perjodohan ini nggak ada unsur tekanan buat Hersa sendiri sih."

"Alhamdulillah kalau gitu."

MY PERFECT HUSBAND (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang