Takut

24.2K 1K 31
                                        

Ivanna menatap layar ponsel seraya mengerucutkan bibirnya. Sesekali dia menunduk menghindari tatapan lembut di seberang ponselnya.

"Ivanna.." panggil orang itu dengan sangat lembut.

"Nggak usah telepon mas, nggak usah kasih Iva kabar," Ivanna berkata dengan sindiran halus.

"Di tempat mas susah sinyal sayang," Hersa menatap Ivanna gemas dan penuh rindu.

"Ya kan usaha bisa kali,"

"Kan mas nggak bisa gitu aja pergi dari sini buat nyari sinyal Iva, mas disini kan nggak lagi liburan." Jelas Hersa.

"Alasan aja." Gumam Ivanna pelan.

"Subhanallah, nggak dek."

"Ya udah iya. Mas udah makan?" Ivanna mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Alhamdulillah udah. Humairah udah makan?"

"Belum, males."

"Subhanallah. Makan dulu sana, nanti adek sakit mas khawatir." Tersirat rasa khawatir dalam nada bicara Hersa.

"Nanti ah, masih mau Vicall sama mas." Bantah Ivanna.

"Nanti kan bisa dilanjut sayang,"

"No! Nanti mas bohong," Ivanna tetap bersikeras tidak mau makan.

"Ivanna mak---"

"Pak Hersa, mau makan malam bersama?" Interupsi suara itu membuat Hersa tidak jadi meneruskan kata-katanya.

"Saya udah makan tadi." Hersa menjawab orang yang membuat quality timenya dengan Ivanna terjeda.

Ivanna mengernyitkan keningnya bingung. Pasalnya suara itu seperti suara... Perempuan.

"Mau saya buatkan minuman?" Tawar perempuan itu lagi.

"Emm.. makasih, saya bisa buat sendiri nanti." Tolak Hersa halus.

"Oh ya sudah kalau gitu saya permisi dulu pak,"

Hersa terlihat mengangguk menanggapinya. Perhatiannya kembali ke arah istri cantiknya yang terlihat kesal.

"Siapa tadi?" Ivanna berkata dengan ketus.

"Kenapa? Cemburu?" Goda Hersa tertawa kecil.

"Idih siapa juga yang cemburu. Pede banget kamu," bantah Ivanna dengan muka jutek.

"Asytaaqu Ilayki." Ujar Hersa tersenyum lembut.

"Hah? Apa?"

"Asytaaqu ilayki." Ulang Hersa.

"Mas aku tuh nggak bisa bahasa Arab." Ivanna mengernyitkan keningnya bingung.

"Belajar lah sayang,"

"Artinya apa sih emang?"

"Tanya ummi atau Ira." Saran Hersa enggan memberikan jawaban yang pasti.

"Subhanallah mas, tinggal kasih tau ajaa sih," Ivanna mendenguskan napasnya dengan kasar.

"Rahasia!"

"Iss tau ah," moodnya hancur sudah karena suami yang sebenarnya ia rindukan itu. Ivanna dengan kesal mematikan sambungan video call itu.

***
Ivanna mengerjapkan matanya saat sinar matahari masuk melalui celah-celah gorden.

"Astagfirullah!" Ivanna langsung bangun dari tidurnya dan berlari ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian dia segera mengelar sajadah dan mengenakan mukenanya.

"Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh." Salamnya setelah mendirikan sholat subuh pada pukul enam lewat lima belas menit.

MY PERFECT HUSBAND (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang