Ivanna membuka pintu kamarnya dengan perlahan. Matanya menelisik ke setiap sudut kamar.
"Ivanna lagi apa?" Interupsi itu membuat Ivanna terjungkat kaget. Hampir saja ia terjatuh kalau saja orang tersebut tidak menahan pinggangnya.
Ivanna sampai harus menahan napas saat menyadari posisinya dengan Hersa yang tadi mengejutkannya itu.
Ivanna segera menarik dirinya dari dekapan secara tak langsung Hersa.
Hersa kembali tersenyum lembut.
"Maaf." Ucap Hersa lirih.Ivanna menggeleng dengan cepat.
"Nggak, bukan mas yang salah. Tapi Iva yang salah. Ivanna salah paham. Maafin Iva ya?" Ivanna menundukkan kepalanya takut. Kedua tangannya saling berkaitan menahan kegugupan yang lagi-lagi kembali menyerang.Hersa mengangkat wajah Ivanna dan mendongakan kepala Ivanna sampai mereka bertemu tatap.
Ivanna semakin gugup dibuatnya. Ivanna sampai menggigit bibir bawahnya hingga tergores dan sedikit berdarah.
Hersa menarik bibir bawah Ivanna sampai terlepas gigitannya dengan ibu jari.
"Kebiasaan yang buruk." Gumam Hersa yang masih bisa didengar Ivanna.
Hersa mengusap bibir Ivanna yang berdarah itu dengan lembut. Ivanna meringis pelan karena rasa pedih yang ditimbulkan luka tersebut.
"Udah tau siapa Humairah?" Tanya Hersa.
Tangan Ivanna digenggam Hersa dengan erat, dia membawanya masuk ke kamar mereka.
"Aisyah, istri nabi Muhammad." Ucap Ivanna pelan.
"Kalau Humairahnya mas?" Tanya Hersa menahan senyuman.
Ivanna tertunduk malu. Ia tak mengeluarkan sepatah katapun dan langsung duduk.
"Nggak usah dipikirin. Humairah tidur aja, sudah malam." Hersa tersenyum seraya mengusap rambut Ivanna.
Ivanna hanya mengangguk sebagai balasan.
Ivanna membaringkan tubuhnya, menarik selimut dan matanya mulai terpejam.***
Suara ayam berkokok membuat Ivanna menggeliatkan tubuhnya yang masih terbungkus selimut. Matanya perlahan mulai terbuka. Ivanna menyipitkan matanya saat cahaya lampu kamar mulai masuk ke dalam indera penglihatannya.
Ivanna merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Mata cantiknya menatap bingung sofa yang semalam ditiduri Hersa.
Hersanya tidak ada disana.Ivanna melangkah turun dari ranjangnya, matanya melirik jam diatas pintu. Pukul lima lewat lima menit.
Dengan rasa kantuk yang masih menguasai diri, Ivanna berjalan melangkah ke kamar mandi dan membasuh muka dan mengambil wudhu untuk sholat subuh.
Selesai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, Ivanna keluar kamarnya.
"Eh Iva. Sini bantuin mama masak." Interupsi seseorang membuat Ivanna menoleh mencari asal suara.
Tanpa banyak bicara, Ivanna menghampiri Risa yang masih memotong bawang merah.
"Mama liat Hersa?" Tanya Ivanna setelah berada disamping Risa.
Risa mencubit kecil tangan Ivanna.
"Kok gitu panggilannya sama suami! Yang sopan dong." Tegur Risa dengan tegas tapi terdengar lembut."Iya khilaf. Maksudnya mama liat mas Hersa nggak?"
"Selesai sholat subuh di masjid langsung pergi kerja. Tadinya kata Hersa dia mau bangunin kamu, tapi takut ganggu soalnya kamu kelihatan capek." Jelas Risa tanpa mengalihkan perhatiannya dari bawang merah yang masih setia dipotong-potong.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PERFECT HUSBAND (Revisi)
Tâm linhCinta itu rasa yang tidak pernah bisa diterka pada siapa dia akan berlabuh, yang datang karena terbiasa bersama atau bisa jadi karena hal yang lainnya. Semua yang terjadi di dunia ini adalah atas izin dari sang maha Pencipta begitupun pertemuan anta...