Tentang Hujan

23.6K 1K 2
                                    

Hari ahad yang sangat gelap. Angin bertiup kuat sampai menjatuhkan ranting-ranting kecil yang sudah rapuh. Awan hitam bergumpal menutupi cahaya matahari. Tak berapa lama rintik pun mulai turun membasahi bumi pertiwi.

Mungkin rintik rindu pada bumi, sudah beberapa bulan ia tak menyapa, kini saatnya mereka berjumpa. Ya! Bulan ini sudah memasuki musim penghujan.

Seorang laki-laki yang terlihat masih muda sedang berdiri didepan jendela kamarnya yang ia biarkan terbuka. Bibirnya yang agak merah terlihat bergerak merapalkan suatu kalimat.

"Abang ngapain disitu?" Seorang gadis muda melongok dari balik pintu kamar laki-laki itu yang sedikit terbuka.

"Menghitung rintik hujan" jawabnya asal.

Gadis itu mendelik kesal mendapatkan jawaban tak masuk akal dari abangnya itu.
"Ngada-ngada saja! Rintik hujan mana bisa dihitung."

"Tuh tau."

"Iih bang Hersa, Ira serius!" Perempuan itu berjalan mendekati Hersa dengan menghentakkan kakinya kesal.

"Lagi merenung,"

"Iss, serius dong bang!"

"Iya itu udah serius Ameera Herfiza Pradipta" jawab Hersa gemas dan membalikan badannya menatap perempuan dihadapannya itu sambil tersenyum tipis.

"Apa yang direnungin dari hujan? Merenungi masa indah bersama mantan? Hujan kan katanya 1% air 99% kenangan"

"Hus! Ngawur tuh kamu! Baru aja sampai di Indonesia seminggu yang lalu, sudah menjadi anak alay saja."

"Eeh enak aja! Nggak iih." Ameera berkacak pinggang tak terima dengan apa yang dikatakan Hersa kepadanya.

"Itu faktanya kok,"

"Iiss apaan sih!"

"Hahhaha maaf deh adik abang yang paling ayuu, bercanda aja." Hersa tertawa pelan dan mengusap puncak kepala adiknya itu dengan penuh cinta.

"Dimaafkan! Jadi? Ini serius! Apa yang bisa direnungkan dari hujan?" Tanya Ameera penasaran.

"Kamu tau apa yang romantis dari hujan?" Kini Hersa malah bertanya balik kepada Ameera.

"Hujan tetap mau turun walaupun ia tahu rasanya jatuh berkali-kali"

"Dasar anak quotes," ejek Hersa dengan tawa pelan yang dibalas dengan gembungan mulut dari Ameera.

"Dijawab salah, nggak dijawab ntar salah juga." Ameera menghela napas pelan.
"Apa salah Ira yaa rabb?" Lanjutnya dengan dramatis.

Hersa hanya menggeleng-geleng pelan melihat kelakuan adiknya ini.
Tanpa menanggapi perkataan adiknya itu, Hersa kembali menghadapkan dirinya ke jendela yang terbuka.

"Kamu tau nggak? Dulu Rasulullah pernah nangis melihat hujan." Hersa membuka suara lagi dengan mata yang menatap kearas banyaknya rintik hujan jatuh.

"Iyakah?? Ira nggak pernah dengar." Meera berkata dengan wajah polosnya, iapun mengikuti Hersa melihat rintik hujan yang berjatuhan.

"Kamu tau kenapa Rasulullah menangis melihatnya?" Lanjut Hersa.

"Emm, nggak bang. Memangnya kenapa?"

"Kata Rasulullah, seperti inilah manusia jatuh ke neraka."

"Subhanallah, Allahuakbar." Ameera berucap pelan menanggapi pernyataan dari abangnya itu.

Dan mereka berdua pun terlarut dengan pikirannya masing-masing. Memikirkan bagaimana menakutkannya puluhan juta bahkan miliaran manusia yang jatuh ke neraka, dengan hati yang tak henti bertasbih dan memohon ampun kepada yang maha kuasa.

MY PERFECT HUSBAND (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang