Ivanna duduk termenung memikirkan kata-kata Zahra yang dikatakannya beberapa minggu yang lalu.
Ivanna sudah cukup dewasa akan pemahamannya itu. Apakah ia harus mencoba menerima Hersa sebelum nantinya terlambat?
Dalam hati kecilnya, Ivanna mengakui bahwa Hersa merupakan laki-laki yang taat beragama. Ivanna menyadari akan fakta itu.
Tapi, sikapnya yang terlalu gengsi dan egois itu membuatnya menjadi seperti sekarang.
Ivanna merasa bersalah telah seolah-olah menggantung hubungan mereka. Ivanna tidak mau berhadapan dengan Allah dengan keadaan hina karena dosa-dosanya. Ini saatnya untuk memperbaiki diri, dengan menyempurnakan separuh agamanya. Bersama-sama dalam jihad fi sabilillah dijalan Allah. Hanya mengarap keridhoan-Nya.
Ivanna mengambil ponselnya, dan mengetikkan sebuah pesan ke nomer Risa. Kemudian ia pun mencari tiket online tujuan Jakarta saat itu juga. Ivanna harus segera menyelesaikan ini agar hatinya tidak gelisah lagi.
Ditempat lain di kediaman Hersa.
Hersa menatap layar laptopnya dengan jari yang terus menari-nari diatas keyboard.
Sesekali Hersa merenggangkan otot-otot tubuhnya. Ia sedang menulis laporan untuk diserahkan ke kantor hari ini juga.
Hersa melihat kearah pintunya ketika mendengar suara pintu diketuk.
"Iyaa? Masuk aja mi." Jawab Hersa saat mengetahui bahwa Dian yang ada diluar sana.
Dian membuka kamar anak pertamanya itu dengan senyum yang terbingkai indah. Hersa menaikan sebelah alisnya bingung.
"Ada apa mi? Kok senyum-senyum gitu?" Tanya Hersa heran.
"Lusa kamu tidak ada acara kan?" Dian balik bertanya pada Hersa.
"Emm, lusa ya? Lusa Hersa ngegym sama Ilham."
"Batalkan!" Tukas Dian cepat.
"Loh ada apa emangnya?"
"Lusa kita ke rumah Ivanna."
"Mau ngapain? Kan Ivannanya ada di Rusia. Umi mau ngobrol sama bu Risa?"
"Yaa salah satunya itu. Tapi tujuan utamanya itu buat khitbah Ivanna secara resmi."
"Khit..khitbah Ivanna?" Ulang Hersa pelan.
"Iya. Kenapa?"
"Tap.. tapi umi, Ivanna.."
"Udah pokoknya lusa kita ke rumah Ivanna." Interupsi Dian, dan tanpa mengucap sepatah kata lagi meninggalkan Hersa dengan sejuta pertanyaan.
Hersa menghembuskan napas pelan. Ia kembali terfokus pada laptopnya dan melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda tadi. Masalah Ivanna, Hersa akan menyerahkan semuanya atas kehendak Allah saja.
Dan ngomong-ngomong, apa kabarnya perempuan itu? Sudah tiga tahun Hersa tidak melihat wajahnya, kabarnya saja hanya mendengar sekilas dari Dian.
Hersa segera meleyapkan pikirannya yang ntah mengapa malah memikirkan Ivanna, padahal ia tahu itu salah.
Hersa beristighfar dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Sekarang benar-benar serius.
^^^
Matahari mulai muncul disebelah timur. Burung-burung berkicauan mulai keluar dari sarangnya. Angin menelusuri pusat kota jakarta itu.
Sangat bersahabat cuaca hari ini. Tidak panas, tapi juga tidak mendung. Semesta seperti sedang berkonspirasi merencanakan sesuatu. Atau mereka sedang mendukung sesuatu?
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PERFECT HUSBAND (Revisi)
SpiritualCinta itu rasa yang tidak pernah bisa diterka pada siapa dia akan berlabuh, yang datang karena terbiasa bersama atau bisa jadi karena hal yang lainnya. Semua yang terjadi di dunia ini adalah atas izin dari sang maha Pencipta begitupun pertemuan anta...