Matahari bersinar dengan cerahnya pagi ini. Cahayanya mampu menembus celah-celah ventilasi jendela kamar berwarna hijau pastel.
Perlahan selimut berwarna abu-abu itu terbuka dan menampakan seorang perempuan remaja yang sedang mengerjapkan matanya.
Ia melihat ke arah jam yang tergantung diatas pintu kamarnya dan bergegas masuk ke kamar mandi dengan membawa seragam yang sudah lengkap.
Suara pintu yang diketuk membuat ia berhenti melangkah tepat di depan pintu kamar mandinya.
"Iva.. Sudah bangun?" Iva hanya melihat ke arah pintu tanpa berniat membukanya. Ia pun langsung memasuki kamar mandi tanpa menghiraukan panggilan dari luar kamarnya.
Ivanna berdiri melihat pantulan dirinya di cermin yang berukuran sedang, setelah dirasanya cukup puas ia pun melenggangkan kaki keluar kamarnya setelah mengambil tas di atas meja belajar.
"Iva, sarapan dulu," kata Awan, ayah Iva saat melihat anak gadisnya melewati meja makan begitu saja.
"Nggak laper," katanya tanpa menolehkan kepalanya kepada Mama dan Papanya yang sedang duduk.
Ia pun melanjutkan langkahnya setelah tadi sempat terhenti karena panggilan dari Awan.
"Kamu masih marah?" tanya Risa yang melihat perubahan sikap anak perempuannya itu.
"Siapa sih yang nggak marah kalau tiba-tiba dijodohin nggak jelas kayak gitu? Sama orang yang nggak Iva kenal lagi! Kesannya Iva tuh kayak nggak laku gitu."
"Lagian umur Iva masih 17 tahun! Iva masih mau ngelanjutin kuliah, masih mau main sama temen Iva!"
"Apa jangan-jangan Mama sama Papa punya utang sama orang itu makanya Mama sama Papa mau jual Iva ke anaknya iya kan?"
"IVANNA! JAGA BICARAMU." Ivanna tersentak kaget mendengar suara Awan yang mengelegar, Risa yang ada di samping Awan langsung menggenggam tangan suaminya itu, mencoba menenangkan amarah suaminya yang meledak-ledak karena mendengar perkataan Iva yang tidak disaring. Matanya mengalih ke arah Ivanna. Dilihatnya mata Ivanna yang sudah berkaca-kaca kini dengan perlahan mengeluarkan air mata.
"Kami hanya mau yang terbaik buat kamu! Pernah kami minta sesuatu ke kamu? Nggak kan?! Selama ini apapun yang kamu mau papa turutin! Inikah balas budimu kepada orang tuamu?"
"Mas udah. Ivanna, dia nggak ngerti apa-apa"
"Dia sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk Ris! Dia sudah dewasa. Kamu yang salah selama ini terlalu memanjakannya."
"Papa nggak mau tau, kamu sama Hersa akan tetap menikah!""Ivanna nggak mau!" Ivanna berlari meninggalkan rumahnya dengan perasaan yang sangat kacau. Ia tak habis pikir dengan pemikiran ayahnya itu. Ia sangat kecewa dan marah mendengar keputusan Awan.
Ivanna mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, membuat beberapa pengemudi di jalan yang ia lewati membunyikan klakson mobilnya.
Ivanna seakan tuli. Ia tetap tidak mempedulikan sumpah serapah yang dikeluarkan para pengemudi itu untuknya, bahkan ia pun tak menurunkan kecepatan mobilnya.
Memasuki halaman sekolah, Ivanna memelankan laju mobilnya. Sebelum turun ia mengelap mukanya dengan tisu basah, memastikan bahwa tak ada tanda bekas air mata di pipinya.
Ivanna menarik napas beberapa kali sebelum turun dari mobil. Dengan seperkian detik ekspresinya berubah cuek seperti biasa.
Ivanna berjalan di koridor sekolahnya yang masih sepi itu. Hanya ada beberapa siswa saja yang sudah hadir, dan jangan lupakan, ini pertama kalinya Ivanna pergi ke sekolah sepagi ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY PERFECT HUSBAND (Revisi)
SpiritualCinta itu rasa yang tidak pernah bisa diterka pada siapa dia akan berlabuh, yang datang karena terbiasa bersama atau bisa jadi karena hal yang lainnya. Semua yang terjadi di dunia ini adalah atas izin dari sang maha Pencipta begitupun pertemuan anta...