Ivanna menangis sembari memegangi lengan Hersa tanpa berniat melepaskannya.
"Ivanna udah ya sayang." Dian menghampiri menantunya itu seraya memegang bahunya yang bergetar karena menangis.
Ya, hari ini Hersa akan berangkat ke Nusa Tenggara. Ivanna, Dian, Ira dan Ridho ikut mengantarkan Hersa sampai ke Bandar Udara Soekarno-Hatta.
"Nggak mauuu." Rengek Ivanna dengan sesenggukan. Tangannya lebih erat menggenggam tangan Hersa.
Hersa mengusap puncak kepala istrinya itu dengan lembut dan menarik Ivanna ke dalam pelukannya.
Beberapa pasang mata melihat ke arah mereka dengan aneh dan heran tapi tak terlalu dihiraukan Hersa ataupun Ivanna. Untuk apa memperdulikan komentar orang lain? Mereka kadang pintar mengkritik tapi masih lalai dengan dirinya sendiri. Ibarat gajah di pelupuk mata tak nampak sedangkan semut di seberang pulau kelihatan. Hersa mencium puncak kepala Ivanna dengan sayang disertai kekehan ringan. Tangannya mengusap-usap punggung Ivanna.
"Ja--ngan.. pergii." Isak Ivanna yang terdengar begitu pilu.
"Mas harus pergi sayang. Jangan nangis ya humairahku. Nanti kan ketemu lagi hehe. LDR sebentar aja." Hersa berusaha menenangkan perasaan istrinya itu. Ah Ivanna selalu saja membuatnya lemah.
"Tig--ga bulan itu... lamaa." Lirih Ivanna yang masih memeluk Hersa dengan erat. Rasanya ia sudah merindukan Hersa padahal Hersa masih di depannya.
Hersa merasakan kemeja yang dipakainya lembab karena air mata Ivanna. Ivanna kali ini sungguh berbeda, ia terlihat lebih manja pada Hersa.
Hersa melihat ke arah tempat check in pesawat yang akan ia naiki sudah dibuka dari luar pintu kaca.
"Sayang, itu tempat check in nya udah dibuka. Nanti terlambat nih kalau kamu pelukin terus." Ringis Hersa.Dengan setengah terpaksa Ivanna melepaskan pelukannya. Hersa mengusap air mata Ivanna yang menjejak di pipi merahnya dengan ibu jari.
"Ka--lau udah sampai, VC Iva ya," Pinta Ivanna dengan suara lirihnya.
Hersa tersenyum dan mengangguk. "InsyaaAllah." Jawabnya kemudian. "Doain ya semoga mas selamat sampai tujuan,"
"Selalu."
"Makan jangan lupa. Kamu nanti tinggal sama umi aja ya," kata Hersa lagi.
"Iya."
"Kalau mau kemana-mana izin sama umi ya,"
"Hmm."
"Jangan lakuin yang aneh-aneh ya,"
"Hmm."
"Jangan hmm hmm aja sayang! Dengerin mas ngomong serius ini."
"Subhanallah iyaa mas iyaa." Gemas Ivanna.
"Ya udah mas pamit ya, semoga kita ketemu lagi--"
"Iih jangan bilang gituu," Potong Ivanna. Ia mulai menangis lagi.
"Lah?"
"Harus ketemu lagi lah!" Jelas Ivanna saat menangkap sinyal kebingungan Hersa.
Hersa kembali tertawa kecil, "Iya sayang, maksudnya gitu. Typo tadi hehe.. ya udah Assalamu'alayki ya Humairahku."
Pandangan Hersa beralih ke orang tua serta adiknya yang sedari tadi hanya menyaksikan drama dirinya dan Ivanna dengan pandangan haru.
"Umi, Abi, Hersa berangkat ya. Ira abang berangkat." Hersa bergerak menghampiri orang tua serta adiknya itu dengan tangan yang masih digenggam Ivanna.
"Titip Ivanna mi, bi," ucapnya pelan yang dibalas senyuman dan anggukan dari Dian dan Ridho.
"Aku berangkat ya!" Ditatapnya kembali mata hazel milik Ivanna dengan lembut. Ivamna hanya mengangguk-angguk kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY PERFECT HUSBAND (Revisi)
SpiritualCinta itu rasa yang tidak pernah bisa diterka pada siapa dia akan berlabuh, yang datang karena terbiasa bersama atau bisa jadi karena hal yang lainnya. Semua yang terjadi di dunia ini adalah atas izin dari sang maha Pencipta begitupun pertemuan anta...