Perjanjian

22.3K 962 17
                                    

Terlihat suasana yang menegangkan diruang keluarga Ivanna.

"Pokoknya Iva mau kuliah di Rusia titik." Ivanna dengan keputusannya membuat membuat Awan maupun Risa menghela napas berat.

"Kenapa sih harus disana? Di Indonesia ini banyaak Va! Banyak universitas." Risa menatap anaknya dengan putus asa.

"Kita buat perjanjian aja gimana?" Kali ini Ivanna berniat negosiasi dengan orang tuanya itu.

"Jangan macam-macam Iva!" Peringat Awan dengan wajah menegang menunggu apa yang akan dikatakan Ivanna.

"Kalau papa sama mama izinin Iva kuliah di Rusia,..." Ivanna sengaja menggantung kalimat yang akan diucapkannya. Membuat baik Risa maupun Awan menatapnya dengan was-was.

"Kalau mama sama papa izinin Ivanna kuliah di Rusia, Ivanna nggak akan nolak buat nikah sama Hersa, tapi tunggu umur Iva 21 tahun keatas."

Awan dan Risa saling berpandangan. Mencoba mencerna baik-baik setiap kalimat yang Ivanna katakan tadi.

Risa mengangguk pelan. Awanpun berdeham dan menatap Ivanna serius.

"Kami bisa pegang ucapanmu?" Awan bertanya mewakili istrinya.

"Of course" Ivanna mengangguk dengan yakin.

"Akan kami bicarakan. Tapi ingat janjimu!"

Ivanna memutar bola matanya dan menghembuskan napasnya kasar.
"Apakan Ivanna terlihat seperti orang yang suka berbohong?" Tanya Ivanna lebih kepada dirinya sendiri.

Ya! Ivanna mungkin saja keras kepala. Tapi ia tak pernah mengingkari apa yang sudah disepakati, ia bukan anak yang suka mengingkari janjinya.

***

"Mas yakin?" Risa menatap Awan yang sedang duduk dipinggir ranjang tempat tidur mereka.

"Ya gimana lagi Ris? Tau sendiri sifat Ivanna itu gimana kan."

"Tapi aku khawatir. Rusia itu negara bebas mas, mas harus ingat itu!"

"Iya tau, tapi nggak ada salahnya juga kan demi masa depan Ivanna? Dia sudah dewasa, dia pasti bisa bedain mana yang buruk dan baik. Kita sebagai orang tua cukup mendukung dan percayakan saja dengan dia."

"Huft.. terserah lah." Risa menggeleng putus asa. Ia sangat tak rela Ivanna harus jauh darinya, apalagi Ivanna bukan anak laki-laki. Ia hanya seorang gadis remaja.

"Insyaa Allah, everything gonna be okay" Awan tersenyum menenangkan hati istrinya itu. Sebenarnya perasaannya pun tak jauh beda dari apa yang dirasakan Risa, hanya saja ia menyembunyikannya dan itu semua ia lakukan demi kebaikan Ivanna sendiri.

Tidak ada orang tua yang tidak menyayangin anaknya, semua orang tua pasti menginginkan masa depan yang baik untuk anaknya, terlebih lagi untuk anak perempuannya.

Ayah, mungkin ia tak pernah menangis didepan kita. Ia tak pernah mengekspresikan apapun dengan jelas. Rasa lelahnya, senangnya, sedihnya semua ia tahan. Memang laki-laki diciptakan seperti itu, kelemahannya ialah ia tak bisa mengekspresikan apa yang ia rasakan tidak seperti perempuan yang mudah sekali berekspresi mengungkapkan perasaannya dengan gamblang, mungkin terlalu malu untuk diungkapkan. Dan laki-laki lebih mengedepankan logika dibanding perasaannya.

Tapi bukan berarti ia tak memiliki perasaan. Ia juga sama. Tetap akan sama. Makhluk ciptaan Allah yang diberikan akal dan perasaan. Hanya saja ia tak bisa untuk berekspresi. Ia dilatih untuk kuat fisik dan batin supaya kelak ia bisa menjadi pelindung untuk keluarganya, terlebih untuk perempuan entah Ibu, Istri, anak atau saudari muslimnya.

MY PERFECT HUSBAND (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang