Ivanna terbangun dari tidur lelapnya. Suara ketukan itu masih terdengar dari luar pintu kamarnya. Ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit.
Siapakah yang bertamu sepagi ini? Ditengah cuaca kota Moskwa yang ekstrem. Ivanna langsung membelalakan matanya. Ia teringat akan dompetnya yang hilang itu. Dengan sigap Ivanna turun dari ranjangnya dan mengambil payung di sudut pintu.
Ivanna menilik orang tersebut dari lubang kecil di pintu yang sudah disediakan. Ia tak dapat melihat apapun, warnanya gelap. Kemudian ia terkesiap mendengar salam dari balik pintu, salam yang sangat pelan. Ivanna menyimpulkan bahwa orang dibalik pintu sepertinya seorang wanita muslim?
"Ah bodo amat." Ivanna mulai memutar kunci kemudian knop pintunya.
Perlahan dibalik pintu, Ivanna melihat seorang wanita bercadar yang sedang berdiri dengan balutan abaya panjangnya berwarna hitam dengan garis-garis berwarna gold di setiap ujung abayanya.
"Maaf mencari siapa?" Ivanna bertanya dengan wajah datarnya. Ia harus tetap waspada bukan?
"Maaf sebelumnya sudah mengganggu sepagi ini. Apa benar ini apartemen dari Ivanna Scharletta?" Tanya balik perempuan bercadar itu dengan suara lembutnya.
"Iya. Saya sendiri. Ada apa ya?"
"Oh iyaa, saya hanya ingin mengembalikan dompet ini. Apakah ini milik kamu?" Perempuan bercadar itu menyerahkan dompet berwarna abu-abu kedepan Ivanna.
"Iyaa benar ini milik saya, Spasiba balshoi." Ivanna menatap dompet itu dengan mata berbinar. Ia segera memmgambil dompet dari perempuan itu dan memeriksanya. Masih lengkap! Semua tak ada yang hilang.
Kemudian Ivanna tersadar dan kembali melihat perempuan percadar itu kali ini dengan pandangan bersahabat."Sekali lagi, terima kasih ya." Ivanna hanya melihat mata yang menyipit dari balik cadar itu, biasanya menunjukkan bahwa orang yang mengenakan cadar itu sedang tersenyum.
"Sama-sama." Balasnya.
"Emm ingin masuk dulu? Untuk secangkir hot chocolate atau teh? Sebagai ucapan terima kasih." Ivanna menawarkan.
Perempuan itu terlihat ragu.
"Oh ayolah, saya tinggal sendiri disini. Semua yang saya makan halal kok" lanjut Ivanna meyakinkan.Kemudian perempuan itupun mengangguk kecil. Ivanna menghela napas lega. Segera ia membuka pintu apartemennya lebih lebar untuk mempersilahkan perempuan itu masuk kedalamnya. Setelahnya iapun menutup kembali pintu apartemen itu dengan pelan.
"Jadi ingin minum apa?"
"Apa saja."
"Oke, tunggu sebentar." Ivanna langsung berjalan menuju dapurnya meninggalkan perempuan itu sendiri diruang tamu.
Ivanna memilih membuatkan dua cangkir coklat panas yang satu untuk dirinya dan satu lagi untuk tamunya.
"Silahkan" Ivanna meletakkan nampan berisi dua cangkir coklat panas yang masih mengepul di meja.
Perempuan itu mulai melepaskan cadarnya. Ivanna harus akui, perempuan itu sangat cantik yang kecantikannya ia sembunyikan dibalik cadar itu. Sekarang ia merasa iri, sebenarnya Ivanna ingin seperti itu juga. Ia lelah dengan tatapan laki-laki yang melihat dirinya yang kadang menatap tak senonoh, ia juga lelah dengan semua laki-laki yang mendekati dirinya karena dia cantik fisik. Ivanna tak butuh itu semua, ia ingin mendapatkan seseorang yang menerima segala kekurangannya. Bahkan ia berpikir Hersa mungkin menerima dirinya karena ia cantik. Siapa yang tak tertarik padanya? Tapi ia juga bingung, jika benar Hersa sama saja dengan laki-laki lain mengapa tak sekalipun ia pernah memergoki Hersa menatap dirinya? Atau perempuan lain? Ah sudah lah, tak penting.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY PERFECT HUSBAND (Revisi)
SpiritualCinta itu rasa yang tidak pernah bisa diterka pada siapa dia akan berlabuh, yang datang karena terbiasa bersama atau bisa jadi karena hal yang lainnya. Semua yang terjadi di dunia ini adalah atas izin dari sang maha Pencipta begitupun pertemuan anta...