Ivanna Scharletta

83.6K 2K 7
                                    

Sebuah mobil BMW putih yang baru saja terparkir rapi mulai menjadi sorotan beberapa mata siswa dan siswi SMA Pelita Bangsa. Pintu mobil yang perlahan terbuka menampakan siluet seorang gadis yang teramat cantik di mata mereka. Suara decakan kagum pun mulai terdengar keluar dari bibir, tentunya berdampingan dengan komentar negatif yang melengkapi.

"Ivanna kok makin cantik ya?"

"Coba aja tuh bibir dikasih senyum sedikit, pasti cantiknya nambah."

"Orang cantik itu rata-rata emang songong ya mukanya?"

"Yaa Allah, semoga gue jodohnya."

"Anjay mantan gue makin cakep, tambah glowing gitu yaa,"

Ivanna mendengarnya, tetapi cewek berambut panjang itu memilih diam tak menanggapi. Setiap orang punya penilaian masing-masing terhadap dirinya, dan mengontrol penilaian mereka itu di luar kendali Ivanna.

"Iva," panggil seseorang dari arah belakangnya membuat Ivanna mau tidak mau memutar badannya 180 derajat.

Sebelah alisnya terangkat seperti mengatakan 'Apa?'

Cewek itu berlari kecil menghampiri Ivanna. "Tungguin," katanya saat jarak mereka sudah cukup dekat.

Keduanya sama-sama diam saat berjalan menuju kelas sampai kemudian cewek itu kembali membuka suaranya. "Nanti malem ada party, lo ikut?" tanyanya.

Ivanna mengernyitkan keningnya dan menghentikan langkahnya tiba-tiba. "Party?" ulangnya yang diangguki cewek itu.

"Kok gue baru tau? Kok lo baru ngasih tau sih, Na?" Ivanna menatap temannya itu dengan raut muka yang terlihat kesal.

"Kan gue ada chat lo kemaren, nggak baca?" Tanyanya balik.

Mendengar penuturan Audina -nama temannya-, Ivanna langsung mengecek aplikasi chattingnya yang ternyata banyak sekali pesan masuk sejak semalam.

"Ada nggak?" tanya Audina saat matanya tak sengaja melihat ke layar ponsel Ivanna.

"Eh iya, ada nih," jawab Ivanna saat dirinya berhasil menemukan chat Audina yang tenggelam.

"Emang kenapa sih? Kok sampe nggak sempet buka chat kemaren?"

Ivanna menghembuskan napas pelan kemudian menjawab, "Kemaren gue males aja buka hp, terus gue juga lupa ngechargernya."

Audina mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.

"Eh, tau nggak, Va? Kemaren gue liat snapgram si Daren ketua ekskul futsal itu. Dia lagi jalan sama cewek yang kek mirip lo gitu kalo diliat dari belakang. Kan gue jadi cemburu," curhat Audina.

Tanpa Audina sadari, Ivanna meliriknya selama beberapa detik.

"Sabar ya, Na. Itu emang gue," ujar Ivanna meringis pelan.

Audina terbelalak yang kemudian disusul teriakan cemprengnya. "SERIUS!"

"Sstt..." Ivanna membekap bibir Audina sampai cewek itu meronta dengan muka yang agak memerah.

Ivanna kemudian melepaskan bekapannya disertai cengiran tanpa dosa yang dibalas tatapan sinis Audina.

"Lo mau bunuh gue setelah menikung gue?" sindirnya sengit.

"Santuy, Mbak. Bukan gue yang ngajak dan mau, tapi dia yang maksa gue. Lagian bukannya udah jadi rahasia umum ya kalo dia suka sama gue? Lo yang sabar aja dia lebih ngejar-ngejar gue," ejek Ivanna.

"Dasar fakgil cap ikan asin, tukang php!" Sumpah serapah Audina.

"Gue nggak PHP, Panjul! Kan kalo kita membuat orang lain bahagia dapet pahala, nah itu gue terapin ke dia," ucap sok polos Ivanna.

"Ini nih generasi micin yang menyesatkan." Audina menatap kesal Ivanna.

"Nggak apa-apa, yang penting banyak yang suka dan nggak mengurangi kecerdasan gue," balas Ivanna.

"Anjir kok di sini makin panas ya?"

Ivanna terbahak melihat kekesalan Audina.

"Terus aja ketawa sampe batu jadi donat!"

Tak terasa, mereka berdua telah sampai di kelasnya yang ternyata masih sepi, hanya ada beberapa anak saja yang sudah datang. Ivanna langsung melipir ke bangkunya.

Mata Ivanna menatap heran pada bunga berwarna pink di atas mejanya.

"Lah? Bunga lagi? Orang mah taro yang berfaedah dikit kek, kayak kunci mobil, apartemen gitu." Ivanna mengambil bunga itu dan membaca secarik kertas yang terselip di kelopak bunganya.

'Matamu seindah mentari di pagi hari
Senyumu sedingin hujan di malam hari
Kamu adalah hari-hariku yang menyenangkan -R-'

"Ini puisi apaan sih? Receh banget yaa Allah." Ivanna terbahak membaca larik puisi yang menurutnya terlalu dipaksakan.

Setelah puas tertawa, Ivanna berniat membuang bunga mawar itu, tapi langkahnya terhenti saat seseorang diantara teman-temannya berkata, "Buat gue aja, Va."

"Kalo lo tau siapa si R yang sudah dua minggu ini mengirimi gue mawar, ini buat lo," nego Ivanna pada cewek yang tadi mencegahnya membuang mawar.

"Ody mana tau, Va. Kan itu dari pengagum rahasia lo, apa hubungannya sama di Ody?" ujar Vera -salah satu dari tiga teman dekat Ivanna-.

"Hello, teman-temanku yang sangat kucintai. Gue ini nggak polos kek lo semua, otak Einstein ini selalu berkerja dengan baik. Kenapa gue tanya ke Melody? Pertama, lo pada sadar nggak sih yang paliiing sering dateng awal ke sekolah siapa? Melody. Terus lo inget ga sih setiap gue dapet bunga, siapa yang selalu minta? Melody. Jadi, masa dia ga tauuu, kan, Ody," terang Ivanna.

"Lah iya ya?" sadar Vera akan pernyataan Ivanna.

"Jadi, masih nggak mau ngasih tau nih, Sob?" tanya Ivanna lagi pada Melody.

Melody tampak gugup ditatap oleh teman-temannya yang mengintimidasi.

"Ody, jawab dong! Jangan biarkan otakku yang pas-pasan ini berspekulasi," ujar Audina gemas karena tak kunjung mendapat jawaban.

"Raskal," jawab Melody dengan suara yang pelan.

"Sudah kuduga," kata Ivanna menjentikkan jarinya.

"Lah pantesan lu suka bat mintain kembang Ipana," ujar Audina dengan logat betawinya.

"Gue kira lo udah move on." Vera ikut menimpali.

"Nih." Ivanna menyerahkan setangkai bunga mawar itu pada Melody menepati kata-katanya.

"Oh iya gue mau bilang. Jatuh cinta itu nggak salah. Mau sama siapa juga kita nggak bisa ngaturnya. Tapi tempatkan pada posisi yang sesuai. Berjuang boleh tapi ada saatnya kita harus liat orang yang kita perjuangin itu pantes atau nggak buat terus diperjuangin. Jangan sampe kita terlalu fokus pada satu orang tapi menghancurkan perasaan orang yang bener-bener menyayangi kita. Yang namanya berjuang sendirian itu capek, sakit. Ga ada salahnya kalo lo coba buat berhenti aja. Lo nggak akan mati kok. Dan cinta itu bukan sebatas memiliki raganya aja," tutur Ivanna.

"Gue ke kantin dulu ya? Laper nih," sambung Ivanna yang tanpa menunggu persetujuan teman-temannya langsung pergi dari kelas itu.

Audina dan Vera sesaat menatap kagum penuturan Ivanna yang jarang sekali sebijak itu.

Sedangkan Melody berusaha mencerna ucapan Ivanna yang sangat menusuk.

"Anjir temen gue bijak banget," ucap Vera tanpa sadar.

"Kok bisa ye?" tanya Audina entah pada siapa.

Melody terdiam. Hatinya seperti tersentil mendengar ucapan Ivanna. Terkadang cinta memang sebuta itu dan membuat seseorang menjadi terlihat bodoh dan idiot.

***

Media 1: Ivanna Scharletta

Terimakasih sudah membaca😊💐

MY PERFECT HUSBAND (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang